Produksi batik nasional akan terus bertumbuh secara signifikan. Nilai produksi batik diperkirakan bisa mencapai Rp1 triliun pada tahun ini. Angka itu mengalami kenaikan dibandingkan tahun lalu sebesar Rp732,67 miliar dan 2009 yang hanya sekira Rp648,94 miliar. Hal itu dikatakan Menteri Perindustrian MS Hidayat, di Jakarta, Selasa (2/8).
Dalam beberapa tahun terakhir, nilai produksi batik tumbuh sekira 10 persen per tahun. “Tahun ini mungkin bisa mencapai Rp1 triliun,” kata Hidayat.
Peningkatan tersebut, terjadi karena saat ini semakin banyak orang yang gemar memakai batik. “Sekarang semua golongan masyarakat sudah mulai terbiasa memakai batik, termasuk anak muda dan remaja,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya, instansi pemerintah dan swasta juga semakin gencar mendorong para karyawannya untuk menggunakan batik. Sehingga, peluang pasar batik nasional akan semakin luas dan berkembang.
Meski saat ini terdapat kekurangan bahan baku gondorukem, namun Hidayat berharap, para pengrajin batik di setiap daerah dapat terus melakukan inovasi tanpa meninggalkan penggunaan warna alam yang disukai konsumen. “Kami akan segera mencarikan solusinya,” ucapnya.
Hidayat mengatakan, pihaknya juga berupaya untuk melestarikan batik dengan memberikan jaminan mutu, kepercayaan konsumen sekaligus perlindungan hukum serta identitas dengan mendaftarkan batik Indonesia dengan logo Batikmark “Batik Indonesia” yang tercantum dalam perlindungan Hak Cipta Nomor 034100 pada Ditjen HKI, Kementerian Hukum dan HAM.
“Logo ini adalah pembeda batik buatan Indonesia dengan produk batik negera lain, sehingga memudahkan konsumen mancanegara mengenali batik Indonesia,” paparnya.
Dia juga menjelaskan, telah diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 74/2007 tentang penggunaan Batikmark “Batik Indonesia”.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, selama lima tahun terakhir, industri batik nasional telah tumbuh di atas 100 persen. “Porsi batik di industri garmen juga makin bertambah besar. Saat ini sekira 10 persen,” ucap Ade.
Setiap daerah di seluruh Indonesia, kata Ade, mempunyai ciri khas corak batik yang berbeda. “Sekarang hampir semua kabupaten kota memiliki batik sendiri dengan corak masing-masing,” tandasnya. (net/jpnn)