26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

KPK Transfer ke Kas Langkat

Pengembalian Hasil Penyelewengan Syamsul

JAKARTA-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat diminta tak perlu repot-repot mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta guna menagih  uang pengembalian dari mantan Bupati Langkat.

Syamsul Arifin sebesar Rp80,103 miliar dalam perkara korupsi APBD Langkat. Pihak KPK menjanjikan, uang tersebut akan langsung ditransfer ke kas Pemkab Langkat, begitu sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap alias incrach.
Kabag Pemberitaan dan Humas KPK Priharsa Nugraha kepada koran ini kemarin (6/9) menjelaskan, untuk saat ini uang tersebut masih berstatus sebagai barang bukti lantaran proses hukum belum selesai. Seperti diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) KPK masih mengajukan banding, begitu pun pihak Syamsul.

“Kita akan patuhi putusan pengadilan. Begitu sudah incrach, uang langsung kita transfer ke kas Pemkab Langkat,” ujar Priharsa. Ditegaskan, mekanisme seperti itu sudah biasa dilakukan oleh KPK selama ini. Jika pengadilan menyatakan uang pengembalian harus dikembalikan ke kas daerah, maka akan langsung ditransfer ke rekening kas daerah yang bersangkutan. Jika pengadilan menyatakan suang pengembalian sebuah perkara korupsi harus dikembalikan ke kas negara, maka akan ditransfer ke rekening kas negara, dalam hal ini kementrian keuangan.

Hanya saja, lanjut Priharsa, bisa saja nantinya pengadilan tingkat banding, yakni Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, mengeluarkan putusan lain. Bisa saja, jumlah uang yang harus disetor ke kas Pemkab Langkat berbeda dengan putusan pengadilan tipikor. “Jadi, nanti tetap akan dihitung lagi,” kata Arsa, panggilan akrabnya.

Dijelaskan juga, barang-barang sitaan juga akan dilelang setelah ada putusan incrach. “Sedang barang bukti yang dinyatakan harus dikembalikan ke terdakwa, ya baru akan kita kembalikan setelah ada putusan incrach,” terangnya.
Kabag Humas Pemkab Langkat, H Syahrizal, ketika dimintai penjelasan terkait upaya pengembalian uang sitaan mengaku masih belum menerima informasi cukup dari Sekda. “Memang dari informasi kita terima, Sekda hendak berangkat ke Jakarta tetapi kepastian tentang upaya itu, informasinya masih belum kita terima dengan cukup baik,” tukas Rizal.

Seperti diberitakan, putusan majelis hakim pengadilan tipikor dalam perkara korupsi APBD Langkat yang dibacakan 15 Agustus 2011, terang-benderang menyatakan bahwa uang pengembalian dari Syamsul sebesar Rp80,103 miliar menjadi hak Pemkab Langkat.

Jika uang tersebut sudah dikembalikan ke kas Pemkab Langkat, maka harus habis dibelanjakan dalam satu tahun anggaran. Kasubdit Anggaran Daerah Kemendagri, Syarifuddin, menjelaskan prinsip pengelolaan uang daerah. “APBD itu kan rencana keuangan tahunan. Jika tahun itu pendapatan besar, maka belanja tahun itu juga akan besar,” ujar Syarifuddin dalam perbincangan dengan koran ini di kantornya, pertengahan Agustus 2011.

Seperti diberitakan, Syamsul dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD Langkat dan divonis 2,5 tahun. Mantan bupati Langkat yang terjerat perkara korupsi APBD Langkat itu juga didenda Rp150 juta. Hanya saja, majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rae Suamba tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara.
Menurut hitung-hitungan hakim, uang kas Pemkab Langkat yang bobol sebesar Rp98,7 miliar. Dari jumlah itu, yang dinikmati Syamsul dan keluarganya sebesar Rp57,749 miliar. Lantaran Syamsul sudah mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp80,103 miliar, maka Syamsul tidak perlu lagi mengembalikan uang kerugian negara.
Majelis hakim juga menyatakan, mobil Jaguar atas nama putri Syamsul, Beby Ardiana, yang sempat disita KPK, harus dikembalikan ke Beby. Rumah di Pejaten, Jakarta Selatan, juga harus dikembalikan ke pemiliknya.

Harus Transparan

Pengembalian uang Rp80,103 miliar dari KPK ke Pemkab Langkat ternyata menarik perhatian banyak pihak. Pemkab Langkat diminta transparan dan melibatkan kementerian dalam negeri (Kemendagri) dalam penggunaannya.
“Pemkab harus transparan dan alangkah baiknya di paripurnakan. Untuk penggunaannya, juga tidak salah menyertakan atau meminta petunjuk dari kemendagri,” kata Misno Adi Direktur Investigasi Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Pusat.

Misno menjabarkan, uang lumayan besar diyakini mampu membantu perkembangan pembangunan yang mungkin sempat tertunda atau tersendat. Karenanya, Pemkab pantas pro aktif mengikuti tahap pertahap perkembangan yang terjadi.

Ralin Sinulingga, anggota Komisi IV (Bid Pembangunan) DPRD Kabupaten Langkat sebelumnya menegaskan, Pemkab pantas berterimakasih akan pengembalian uang itu. “Hasil pengembalian itu, nantinya dapat dimasukkan ke dinas yang memiliki proyek langsung bersentuhan kepada masyarakat. Bukannya pilih kasih, namun rakyat sangat membutuhkan infrastruktur yang mapan untuk perjalanan roda perekonomian,” seru politisi PDI-P tersebut. (sam/mag-4)

Pengembalian Hasil Penyelewengan Syamsul

JAKARTA-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat diminta tak perlu repot-repot mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta guna menagih  uang pengembalian dari mantan Bupati Langkat.

Syamsul Arifin sebesar Rp80,103 miliar dalam perkara korupsi APBD Langkat. Pihak KPK menjanjikan, uang tersebut akan langsung ditransfer ke kas Pemkab Langkat, begitu sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap alias incrach.
Kabag Pemberitaan dan Humas KPK Priharsa Nugraha kepada koran ini kemarin (6/9) menjelaskan, untuk saat ini uang tersebut masih berstatus sebagai barang bukti lantaran proses hukum belum selesai. Seperti diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) KPK masih mengajukan banding, begitu pun pihak Syamsul.

“Kita akan patuhi putusan pengadilan. Begitu sudah incrach, uang langsung kita transfer ke kas Pemkab Langkat,” ujar Priharsa. Ditegaskan, mekanisme seperti itu sudah biasa dilakukan oleh KPK selama ini. Jika pengadilan menyatakan uang pengembalian harus dikembalikan ke kas daerah, maka akan langsung ditransfer ke rekening kas daerah yang bersangkutan. Jika pengadilan menyatakan suang pengembalian sebuah perkara korupsi harus dikembalikan ke kas negara, maka akan ditransfer ke rekening kas negara, dalam hal ini kementrian keuangan.

Hanya saja, lanjut Priharsa, bisa saja nantinya pengadilan tingkat banding, yakni Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, mengeluarkan putusan lain. Bisa saja, jumlah uang yang harus disetor ke kas Pemkab Langkat berbeda dengan putusan pengadilan tipikor. “Jadi, nanti tetap akan dihitung lagi,” kata Arsa, panggilan akrabnya.

Dijelaskan juga, barang-barang sitaan juga akan dilelang setelah ada putusan incrach. “Sedang barang bukti yang dinyatakan harus dikembalikan ke terdakwa, ya baru akan kita kembalikan setelah ada putusan incrach,” terangnya.
Kabag Humas Pemkab Langkat, H Syahrizal, ketika dimintai penjelasan terkait upaya pengembalian uang sitaan mengaku masih belum menerima informasi cukup dari Sekda. “Memang dari informasi kita terima, Sekda hendak berangkat ke Jakarta tetapi kepastian tentang upaya itu, informasinya masih belum kita terima dengan cukup baik,” tukas Rizal.

Seperti diberitakan, putusan majelis hakim pengadilan tipikor dalam perkara korupsi APBD Langkat yang dibacakan 15 Agustus 2011, terang-benderang menyatakan bahwa uang pengembalian dari Syamsul sebesar Rp80,103 miliar menjadi hak Pemkab Langkat.

Jika uang tersebut sudah dikembalikan ke kas Pemkab Langkat, maka harus habis dibelanjakan dalam satu tahun anggaran. Kasubdit Anggaran Daerah Kemendagri, Syarifuddin, menjelaskan prinsip pengelolaan uang daerah. “APBD itu kan rencana keuangan tahunan. Jika tahun itu pendapatan besar, maka belanja tahun itu juga akan besar,” ujar Syarifuddin dalam perbincangan dengan koran ini di kantornya, pertengahan Agustus 2011.

Seperti diberitakan, Syamsul dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD Langkat dan divonis 2,5 tahun. Mantan bupati Langkat yang terjerat perkara korupsi APBD Langkat itu juga didenda Rp150 juta. Hanya saja, majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rae Suamba tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara.
Menurut hitung-hitungan hakim, uang kas Pemkab Langkat yang bobol sebesar Rp98,7 miliar. Dari jumlah itu, yang dinikmati Syamsul dan keluarganya sebesar Rp57,749 miliar. Lantaran Syamsul sudah mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp80,103 miliar, maka Syamsul tidak perlu lagi mengembalikan uang kerugian negara.
Majelis hakim juga menyatakan, mobil Jaguar atas nama putri Syamsul, Beby Ardiana, yang sempat disita KPK, harus dikembalikan ke Beby. Rumah di Pejaten, Jakarta Selatan, juga harus dikembalikan ke pemiliknya.

Harus Transparan

Pengembalian uang Rp80,103 miliar dari KPK ke Pemkab Langkat ternyata menarik perhatian banyak pihak. Pemkab Langkat diminta transparan dan melibatkan kementerian dalam negeri (Kemendagri) dalam penggunaannya.
“Pemkab harus transparan dan alangkah baiknya di paripurnakan. Untuk penggunaannya, juga tidak salah menyertakan atau meminta petunjuk dari kemendagri,” kata Misno Adi Direktur Investigasi Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Pusat.

Misno menjabarkan, uang lumayan besar diyakini mampu membantu perkembangan pembangunan yang mungkin sempat tertunda atau tersendat. Karenanya, Pemkab pantas pro aktif mengikuti tahap pertahap perkembangan yang terjadi.

Ralin Sinulingga, anggota Komisi IV (Bid Pembangunan) DPRD Kabupaten Langkat sebelumnya menegaskan, Pemkab pantas berterimakasih akan pengembalian uang itu. “Hasil pengembalian itu, nantinya dapat dimasukkan ke dinas yang memiliki proyek langsung bersentuhan kepada masyarakat. Bukannya pilih kasih, namun rakyat sangat membutuhkan infrastruktur yang mapan untuk perjalanan roda perekonomian,” seru politisi PDI-P tersebut. (sam/mag-4)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/