Pergeseran Eselon II dan III di Pemprovsu
JAKARTA- Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak sekadar gertak sambal. Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Syamsurizal, yang telah memutasi terhadap 134 pejabat di sana, kemarin (23/9) tidak berkutik setelah bertemu Sekjen Kemendagri, Diah Anggraeni.
Syamsurizal kepada wartawan menyatakan siap mengevaluasi kebijakan yang telah diambilnya. Para pejabat yang telah dinonjobkan dijanjikan akan segera diberikan jabatan eselon yang setara dengan jabatan semula.
Nantinya, giliran Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho untuk ‘dipaksa’ mencabut kebijakan melakukan mutasi besar-besaran di jajaran Pemprov Sumut, terutama terhadap para pejabat yang dinonjobkan.
Menurut Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek, saat ini Gatot sedang melakukan pemetaan jabatan, sebelum mengambil langkah seperti dilakukan Syamsulrizal. “Untuk Sumut, tidak kurang-kurangnya kita melakukan langkah korektif. Gubernur (Gatot, red) sudah menghadap. Saat ini gubernur sedang melakukan pemetaan juga,” ujar Reydonnyzar Moenek saat menggelar keterangan pers bersama Syamsulrizal dan Sekdaprov Riau, Moh Sardan, di gedung kemendagri.
Jadi, Gatot sudah mematuhi permintaan Mendagri Gamawan Fauzi agar menganulir mutasi? “Sudah, sudah, sedang dilakukan, hanya tak terpublikasi,” ujar Donny, panggilan Reydonnyzar.
Langkah pencabutan mutasi, seperti kasus di Pemko Pekanbaru, menurut Donny, tahapannya adalah dilakukan terlebih dahulu pemetaan jabatan. Jika sudah terpetakan, maka dicarikan posisi jabatan untuk pejabat yang telah dinonjobkan dan diturunkan jabatan eselonnya (demosi).
“Jadi, dikembalikan bukan pada jabatan yang sama, tapi pada eselon yang sama. Kalau dikembalikan ke jabatan yang sama, sulit (karena sudah terisi orang lain, red),” ujar Donny Syamsulrizal sendiri menyatakan siap menjalankan perintah kemendagri. “Kami akan kerjasama dengan Pemprov Riau dan BKD Provinsi, supaya tidak ada yang demosi dan non job,” ujar mantan bupati Bengkalis itu dengan wajah suntuk.
Dijelaskan, pemberian jabatan kepada pejabat yang sebelumnya dinonjobkan dan didemosi, diusahakan tetap di lingkungan Pemko Pekanbaru. Jika ternyata formasi sudah penuh, baru akan dicarikan jabatan di Pemprov. “Kita usahakan tidak sampai nyebrang ke kabupaten/kota lain,” ucapnya.
Donny menjelaskan, setelah melakukan pemetaan dan memeberikan jabatan pada pejabat yang dinonjobkan dan didemosi, kemendagri akan terus melakukan supervisi.
PTT Jangan Berharap Diangkat jadi CPNS
Berbeda dengan tenaga honorer yang sudah bekerja sebelum 1 Januari 2005, para Pegawai Tidak Tetap (PTT) tidak akan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Jika ingin menjadi CPNS, para PTT harus mengundurkan diri dari PTT dan mengikuti seleksi tertulis masuk CPNS seperti pelamar umum.
Ketentuan tersebut termuat dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang PTT, yang rencananya juga akan diterbitkan dalam waktu dekat ini. “Yang PTT, jangan angkat lagi lah. Nanti akan ada PP yang khusus mengatur PTT. Itu nanti yang akan mengatur,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) EE Mangindaan saat menyampaikan sosialisasi RPP tersebut di Jakarta.
Bukan hanya hanya itu, RPP juga mengatur, tidak semua pemda boleh merekrut PTT. Pemda yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi saja yang boleh merekrut PTT. Dan dibatasi maksimal hanya 30 persen dari PAD yang boleh diperuntukkan untuk membayar PTT.
Untuk formasi dan pengadaan PTT, seperi diatur di RPP, terintegrasi dalam formasi PNS, yang diusulkan masing-masing instansi sesuai kebutuhan. Formasi PTT ditetapkan oleh menpan-RB. Penempatan PTT berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian, dengan masa penugasan paling lama setahun dan dapat diperpanjang lagi. PTT dapat bekerja hingga usia 56 tahun, kecuali untuk jabatan spesifik dan tertentu, setelah mendapat persetujuan menpan-RB.
Mengenai tempat instansi PTT bekerja, RPP juga mengatur bahwa tempat bekerja PTT adalah instansi pemerintah yang memiliki PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), Sekretariat Lembaga Negara, perwakilan pemerintah RI di luar negeri, instansi pemda, dan Badan Layanan Umum Pusat dan Daerah yang memiliki PNBP/PAD yang memadai. Bagi instansi pusat tertentu, pembiayaan PTT dapat dibebankan pada APBN berdasarkan keputusan menkeu setelah mendapat pertimbangan dari menpan-RB. (sam)