Era digital mendorong mahasiswa harus memahami teknologi. Karena, para lulusan fakultas ekonomi (FE) dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia dituntut untuk memiliki kemampuan menghadapi aspek ekonomi digital.
Hal itu, diungkap Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dihadapan forum Rapat Pleno Asosiasi Fakultas Ekonomi Bisnis Indonesia (AFEBI) di Hotel Polonia, Medan, Jumat (3/8) siang. Untuk itu, ia mengatakan para mahasiswa tanah air ini, harus mendalami segala aspek ekonomi digital.
“Saat ini ekonomi digital telah meningkatkan produktifitas negara dan menimbulkan perubahan sistem belanja. Terdapat perubahan dinamika bisnis dan jenis pekerjaan yang baru akibat pengaruh ekonomi digital,” kata Sri.
Sri mengungkapkan dimensi kebijakan publik untuk ekonomi Indonesia relatif bisa terjaga dengan rata-rata pertumbuhan 5 persen. Dan pada tahun ini diproyeksikannya dapat menyentuh 5,2 persen walaupun banyak tantangan yang akan dihadapi.
Untuk perekonomian, Sri mengklaim terus membaik. Kedepannya, angkat terus meningkatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. “Rata-rata tingkat inflasi dalam tiga tahun terakhir hanya berada di angka 3,5 persen. Kemudian tingkat kemiskinan dan pengangguran turun masing-masing menjadi 9,8 persen dan 15,2 persen,” jelasnya.
Selain itu, kebijakan fiskal APBN juga dinilainya dalam kondisi yang relatif sehat dan bertahan. Khususnya pendapatan negara yang kini sudah ada di posisi 44% dari capaian tahun lalu yang hanya 41%.
Dengan itu, ia menilai ekonomi digital juga memicu penambahan tantangan, terutama soal pengangguran dan pajak.”Turn over job tinggi sekali. Ada konsekuensinya terhadap pengangguran dan pajak,” tutur Sri.
Disisi lain, ekonomi digital juga dapat menjadi ancaman bagi perpajakan dari sisi objek pajak. Karena itu, visi ke depan adalah bagaimana mengantisipasi subjek dan objek pajak serta mengumpulkannya, dari sektor ekonomi digital.
Lanjut, Sri menjelaskan sangat penting bagi fakultas ekonomi untuk memahami ekonomi digital sehingga dapat menghasilkan lulusan yang juga punya kapasitas mumpuni pada aspek ini. Terlebih, tantangan bagi lapangan kerja ke depan adalah masyarakat yang akan semakin global dan ingin terkoneksi.
“Kita harus merespon perubahan teknologi. Harapan saya, FEB menghasilkan ekonom dan orang yg paham basic eco-thinking. Mahasiswa FEB harus dilatih bicara berdasarkan fakta dan bukti, tidak hanya statistik,” kata Sri.
Dia meminta para lululusan fakultas ekonomi juga menguasai data karena saat ini sudah menjadi semacam “tambang” yang baru. Bukan hanya menjadi penyuplai. Terutama, persoalan pajak dan objek pajak juga akan semakin kompleks dengan perkembangan ekonomi digital.
“Institusi akan mempengaruhi ekonomi sehingga riset harus digiatkan. Para dosen juga harus bisa mendidik ekonom andal,” kata Menkeu.
Acara di Medan merupakan Rapat Pleno yang ke-15 kalinya digelar AFEBI dengan Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai tuan rumah. Dia memastikan seluruh anggota hadir dalam rapat pleno tersebut.
Mulai berdiri sejak 1980, awalnya organisasi ini bernama Forum Dekan dan baru pada 2012 mereka sepakat mengubah nama menjadi AFEBI. Asosiasi terdiri dari 74 perguruan tinggi negeri dan 10 di antaranya sudah mampu mengantongi akreditasi internasional.
Salah satu tujuan dibentuknya asosiasi ini adalah untuk membantu Pemerintah meningkatkan kualitas fakultas ekonomi di Tanah Air.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) AFEBI, Suharnomo menyebutkan salah satu agenda pembahasan dalam forum rapat pleno adalah memersiapkan pembukaan program studi (prodi) ekonomi digital. Para anggota AFEBI sudah satu pemahaman bahwa pembukaan prodi ini perlu dilakukan untuk mengiringi perkembangan zaman.
“Semua ilmu ekonomi tetap diberikan seperti biasa, tetapi nanti dikombinasikan dengan pengetahuan IT atau digital,” kata Suharnomo.
Dengan kegiatan ini, ia menjelaskan rencana ini akan dimatangkan dengan target tahun depan sudah mulai diimplementasikan oleh fakultas ekonomi secara nasional, terutama di perguruan-perguruan tinggi negeri.
Kemudian, fakultas ekonomi tidak merealisasikannya, maka dia anggap hanya mengajarkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah usang.”Hari ini kami mengundang Menteri Keuangan dan Menristek Dikti untuk memberikan inspirasi yang kami butuhkan untuk membuat kurikulumnya,” sebut Suharnomo.(gus/ram)