26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bangga Mengayuh Sepeda Tua

Kecintaannya kepada sepeda ontel, membuat Kompol Drs Syafwan Khayat MHum dijuluki sebagai Bapak Ontel Sumatera Utara. Padahal, Waka Polres Tebing Tinggi ini tergolong pendatang baru sebagai kolektor sepeda ontel.

Sebagai orang nomor dua di jajaran Polres Tebing Tinggi, Kompol Drs Syafwan Kahyat SH tak malu-malu mengendarai sepeda ontel dalam segala aktivitasnya. Bahkan, untuk pergi ke Mapolres Tebing Tinggi pun, Syafwan lebih sering mengendarai sepeda ontelnya dari pada mobil.

“Saya tidak malu mengayuh sepeda, malah saya bisa berhemat karena tidak mengelurkan uang untuk beli bahan bakar. Selain itu, dengan bersepeda tubuh kita menjadi sehat karena setiap hari ada pergerakan tubuh,’’ kata Safwan Khayat saat ditemui wartawan Sumut Pos di rumah dinasnya di Jalan Sutomo, Kota Tebing Tinggi, belum lama ini.
Selain itu, sepeda ontel juga mampu menghantarkan sosok Sfawan Khayat lebih dekat kepada masyarakat. Pasalnya, dengan bersepeda, dia mampu membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat, khususnya pecinta sepeda ontel.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya pun semangkin banyak dalam kelompok yang dibinanya. Mulai dari kegiatan bakti sosial membantu warga kurang mampu, donor darah, penanaman pohon dan kegiatan-kegiatan lainnya.
“Sepeda ontel ini bisa kita jadikan sarana komunikasi  dengan masyarakat,” kata Safwan.
Syafwan Khayat pertama kali tertarik dengan sepeda ontel sejak 2007 lalu. Namun begitu, kini dia telah mengkoleksi sedikitnya 15 unit sepeda ontel.

Tak tanggung–tanggung, Safwan pun harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk mendapatkan sepeda ontel dari berbagai merek terkenal, diantaranya Gazle  (Jerman) buatan 1940-an, Homber dan Relig buatan Inggris serta BSA buatan Belanda.

Relig (Inggris), buatan 1950–an , Homber (Inggris) buatan 1940-an dan BSA (Belanda) buatan 1940-an yang harganya mulai dari Rp1,5 juta sampai Rp16 juta lebih.

“Dari 15 unit sepeda ontel koleksi saya, yang paling saya senangi adalah merek Gazle. Bahkan, ada yang sudah menawarnya seharga Rp16 juta, tapi tidak saya jual,” ujar suami dari Ramzida Yulis Nasution  ini.
Menurut Syafwan, sepeda ontel Gazle miliknya ini memiliki sejarah tersendiri, sehingga tak ingin dijualnya dengan harga berapapun. Apalagi, sepeda Ontel Gazle buatan 1940–an ini merupakan koleksi pertamanya.
“Dulunya, sepeda Gazle ini sengaja didatangkan dari luar negeri untuk para bangsawan. Uniknya, bahan yang digunakan adalah besi yang cukup tahan lama, sambungan antara besi terlihat senyawa sehingga tidak nampak dilas,” kata Safwan lagi.

Diceritakannya, sekira 2007 lalu, Syafwan Hanyat tanpa sengaja melihat sepeda ontel yang sudah tak terpakai dan digunakan sebagai penyokong pohon mangga agar tidak tumbang. Setelah diperhatikannya, ternyata sepeda ontel tersebut bermerek Gazle. Tanpa buang waktu, dia pun menemui pemilik sepeda ontel tersebut untuk dibelinya. Karena pemilik sepeda tersebut menganggap sepeda tua itu tak bernilai, akhirnya sepeda tua itu diberikannya kepada ayah dari Nurul Ulfa Khayat dan Arfah Khayat ini.

Secara perlahan, dia mulai memperbaiki sepeda ontel yang baru dibelinya tersebut. Untuk aksesoris lampu depan saja, Safwan harus membelinya ke Jogja untuk mendapatkan bahan yang asli.
Sejak saat itu, diapun mulai banyak bergaul dengan orang-orang pecinta sepeda ontel. Pada 2007 itu pula, Syafwan Khayat bersama rekan-rekannya sepakat membentuk komunitas sepeda ontel yang dinamakan Ikatan Sepeda Ontel di Kota Medan.

Bahkan, dia diangkat sebagai pendiri dan pembina Ikatan Sepeda Ontel untuk wilayah Sumatera Utara. Karenanya, dia pun dinobatkan sebagai Bapak Ontel Sumatera Utara. (mag-3)

Kecintaannya kepada sepeda ontel, membuat Kompol Drs Syafwan Khayat MHum dijuluki sebagai Bapak Ontel Sumatera Utara. Padahal, Waka Polres Tebing Tinggi ini tergolong pendatang baru sebagai kolektor sepeda ontel.

Sebagai orang nomor dua di jajaran Polres Tebing Tinggi, Kompol Drs Syafwan Kahyat SH tak malu-malu mengendarai sepeda ontel dalam segala aktivitasnya. Bahkan, untuk pergi ke Mapolres Tebing Tinggi pun, Syafwan lebih sering mengendarai sepeda ontelnya dari pada mobil.

“Saya tidak malu mengayuh sepeda, malah saya bisa berhemat karena tidak mengelurkan uang untuk beli bahan bakar. Selain itu, dengan bersepeda tubuh kita menjadi sehat karena setiap hari ada pergerakan tubuh,’’ kata Safwan Khayat saat ditemui wartawan Sumut Pos di rumah dinasnya di Jalan Sutomo, Kota Tebing Tinggi, belum lama ini.
Selain itu, sepeda ontel juga mampu menghantarkan sosok Sfawan Khayat lebih dekat kepada masyarakat. Pasalnya, dengan bersepeda, dia mampu membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat, khususnya pecinta sepeda ontel.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya pun semangkin banyak dalam kelompok yang dibinanya. Mulai dari kegiatan bakti sosial membantu warga kurang mampu, donor darah, penanaman pohon dan kegiatan-kegiatan lainnya.
“Sepeda ontel ini bisa kita jadikan sarana komunikasi  dengan masyarakat,” kata Safwan.
Syafwan Khayat pertama kali tertarik dengan sepeda ontel sejak 2007 lalu. Namun begitu, kini dia telah mengkoleksi sedikitnya 15 unit sepeda ontel.

Tak tanggung–tanggung, Safwan pun harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk mendapatkan sepeda ontel dari berbagai merek terkenal, diantaranya Gazle  (Jerman) buatan 1940-an, Homber dan Relig buatan Inggris serta BSA buatan Belanda.

Relig (Inggris), buatan 1950–an , Homber (Inggris) buatan 1940-an dan BSA (Belanda) buatan 1940-an yang harganya mulai dari Rp1,5 juta sampai Rp16 juta lebih.

“Dari 15 unit sepeda ontel koleksi saya, yang paling saya senangi adalah merek Gazle. Bahkan, ada yang sudah menawarnya seharga Rp16 juta, tapi tidak saya jual,” ujar suami dari Ramzida Yulis Nasution  ini.
Menurut Syafwan, sepeda ontel Gazle miliknya ini memiliki sejarah tersendiri, sehingga tak ingin dijualnya dengan harga berapapun. Apalagi, sepeda Ontel Gazle buatan 1940–an ini merupakan koleksi pertamanya.
“Dulunya, sepeda Gazle ini sengaja didatangkan dari luar negeri untuk para bangsawan. Uniknya, bahan yang digunakan adalah besi yang cukup tahan lama, sambungan antara besi terlihat senyawa sehingga tidak nampak dilas,” kata Safwan lagi.

Diceritakannya, sekira 2007 lalu, Syafwan Hanyat tanpa sengaja melihat sepeda ontel yang sudah tak terpakai dan digunakan sebagai penyokong pohon mangga agar tidak tumbang. Setelah diperhatikannya, ternyata sepeda ontel tersebut bermerek Gazle. Tanpa buang waktu, dia pun menemui pemilik sepeda ontel tersebut untuk dibelinya. Karena pemilik sepeda tersebut menganggap sepeda tua itu tak bernilai, akhirnya sepeda tua itu diberikannya kepada ayah dari Nurul Ulfa Khayat dan Arfah Khayat ini.

Secara perlahan, dia mulai memperbaiki sepeda ontel yang baru dibelinya tersebut. Untuk aksesoris lampu depan saja, Safwan harus membelinya ke Jogja untuk mendapatkan bahan yang asli.
Sejak saat itu, diapun mulai banyak bergaul dengan orang-orang pecinta sepeda ontel. Pada 2007 itu pula, Syafwan Khayat bersama rekan-rekannya sepakat membentuk komunitas sepeda ontel yang dinamakan Ikatan Sepeda Ontel di Kota Medan.

Bahkan, dia diangkat sebagai pendiri dan pembina Ikatan Sepeda Ontel untuk wilayah Sumatera Utara. Karenanya, dia pun dinobatkan sebagai Bapak Ontel Sumatera Utara. (mag-3)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/