Pemerintah memutuskan untuk mengaudit keuangan BPJS Kesehatan yang disebut defisit, karena lebih banyak membayar ketimbang mendapat pemasukan dari iuran pesertanya.
Audit ini juga akan menentukan dilanjutkan atau tidaknya Peraturan Direktur (Perdir) Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5, terkait pelayanan katarak, persalinan bayi, dan rehabilitasi medik.
Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, audit ini dilakukan Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan (BPKP). Hasilnya baru keluar pekan depan.
“Sepekan ini kami tunggu hasilnya,” tutur Fachmi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kamis (9/8).
Lebih lanjut Fachmi menuturkan, pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional menggunakan prinsip anggaran berimbang. Pihaknya bersama Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional, juga telah merencanakan anggaran pada 2018, dan sama-sama mengetahui adanya defisit.
Namun Fachmi memastikan, walau ada defisit, pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus tetap berjalan. Sementara, tugas pemerintah adalah melakukan penyesuaian pada anggaran.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, audit dilakukan secara internal oleh BPKP untuk melihat kondisi keuangan BPJS Kesehatan secara rinci.
“Nanti dilihat, tagihan yang sudah dibayarkan oleh pemerintah sampai dengan 2018 pada Juli lalu, dan komponennya. Kemudian kami ingin melihat polanya selama ini ke belakang, sehingga diketahui tren dari masyarakat dalam menggunakan fasilitas kesehatan itu seperti apa,” jelasnya.
Diketahui, rapat tertutup ini dipimpin Menko PMK Puan Maharani, kemudian dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris. (cuy/jpnn/saz)