26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Medan Kota Paling Rendah Transaksi Nontunai

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
DEBIT: Kartu debit dari berbagai bank yang ada di Indonesia yang menggunakan logo GPN pada sisi kiri bawah.

Masyarakat Kota Medan menjadi penggunaan transaksi pembayaran nontunai paling rendah. Dengan menduduki peringkat kedua, setelah Makasar.

Padahal, kota ini merupakan kota maju dan terbesar nomor tiga di tanah air ini,
Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Andiwiana S mengatakan ada dua faktor yang membuat Kota Medan paling rendah penggunaan transaksi nontunai dijajaran Kota-kota maju di Indonesia. Pertama kesadaran, kebiasaan dan kepercayaan menggunakan nontunai. Kedua fasilitasnya masih terbatas.

“Antara lain Sumut atau Kota Medan, semuanya harus tunai. Ada kendala telekomunikasi kurang. Mereka agak ragu-ragu menggunakan nontunai. Takut gangguan sinyal, seharusnya sistem sudah canggih. Kalau terpotong sudah ketahuan,” ucap Andiwiana kepada wartawan di Medan, Jumat (10/8) pagi.

Untuk itu, BI Sumut mendorong masyarakat Kota Medan maupun Sumut untuk melakukan transaksi non-tunai kedepannya.

Kemudian, Andiwiana mengatakan akan melakukan sosialisasi secara gencar-gencaran penggunaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dengan transaksi non-tunai.

“GPN Kampanyenya dilakukan sejak 29 Juli 2019, kemarin. Bagaimana Sumut, tapi yang besar-besar belum. Namun, dalam waktu dekat,” tutur Andiwiana.

Ia mengatakan di Kota maju misalnya di Jakarta transaksi sudah beralih ke nontunai seperti pembelian Bahan Bakar Minyak di SPBU di Jakarta sudah banyak menggunakan nontunai. Dengan praktis dan waktu sangat berarti. Andiwiana? menyebutkan bila tunai, waktu lama dengan pengembalian uang.

“Kita targetnya, semua orang menggunakan GPN di Sumut ini untuk transaksi di Indonesia. Sebetulnya gini ya, kepantasannya. Hampir semua transaksinya nontunai, beli tiket, beli toko-toko. Kita beli pakai kartu debit atau ATM,” ?jelasnya.

Andiwiana? menyebutkan untuk saat penggunaan GPN dikenakan cas dengan pemotongan fee yang rendah. Hal itu, dilakukan untuk membiayai infrastruktur GPN itu sendiri. Tapi, pemotongan bagi masyarakat dengan nilai wajar atau rendah.

“Kenapa masih dicas, karena masih pengembangan infrastruktur, untuk biaya pengamannya dan butuh biaya telekomunikas dan lain-lainya. Tapi, kita menjamin dan menjaga, bahwa komisi fee dalam level rendah dan tidak memberatkan masyarakat. Kita bisa yakinkan masyarakat, lebih rendah dari sebelum menggunakan GPN,” pungkasnya.(gus/ram)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
DEBIT: Kartu debit dari berbagai bank yang ada di Indonesia yang menggunakan logo GPN pada sisi kiri bawah.

Masyarakat Kota Medan menjadi penggunaan transaksi pembayaran nontunai paling rendah. Dengan menduduki peringkat kedua, setelah Makasar.

Padahal, kota ini merupakan kota maju dan terbesar nomor tiga di tanah air ini,
Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Andiwiana S mengatakan ada dua faktor yang membuat Kota Medan paling rendah penggunaan transaksi nontunai dijajaran Kota-kota maju di Indonesia. Pertama kesadaran, kebiasaan dan kepercayaan menggunakan nontunai. Kedua fasilitasnya masih terbatas.

“Antara lain Sumut atau Kota Medan, semuanya harus tunai. Ada kendala telekomunikasi kurang. Mereka agak ragu-ragu menggunakan nontunai. Takut gangguan sinyal, seharusnya sistem sudah canggih. Kalau terpotong sudah ketahuan,” ucap Andiwiana kepada wartawan di Medan, Jumat (10/8) pagi.

Untuk itu, BI Sumut mendorong masyarakat Kota Medan maupun Sumut untuk melakukan transaksi non-tunai kedepannya.

Kemudian, Andiwiana mengatakan akan melakukan sosialisasi secara gencar-gencaran penggunaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dengan transaksi non-tunai.

“GPN Kampanyenya dilakukan sejak 29 Juli 2019, kemarin. Bagaimana Sumut, tapi yang besar-besar belum. Namun, dalam waktu dekat,” tutur Andiwiana.

Ia mengatakan di Kota maju misalnya di Jakarta transaksi sudah beralih ke nontunai seperti pembelian Bahan Bakar Minyak di SPBU di Jakarta sudah banyak menggunakan nontunai. Dengan praktis dan waktu sangat berarti. Andiwiana? menyebutkan bila tunai, waktu lama dengan pengembalian uang.

“Kita targetnya, semua orang menggunakan GPN di Sumut ini untuk transaksi di Indonesia. Sebetulnya gini ya, kepantasannya. Hampir semua transaksinya nontunai, beli tiket, beli toko-toko. Kita beli pakai kartu debit atau ATM,” ?jelasnya.

Andiwiana? menyebutkan untuk saat penggunaan GPN dikenakan cas dengan pemotongan fee yang rendah. Hal itu, dilakukan untuk membiayai infrastruktur GPN itu sendiri. Tapi, pemotongan bagi masyarakat dengan nilai wajar atau rendah.

“Kenapa masih dicas, karena masih pengembangan infrastruktur, untuk biaya pengamannya dan butuh biaya telekomunikas dan lain-lainya. Tapi, kita menjamin dan menjaga, bahwa komisi fee dalam level rendah dan tidak memberatkan masyarakat. Kita bisa yakinkan masyarakat, lebih rendah dari sebelum menggunakan GPN,” pungkasnya.(gus/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/