Tiga belas bulan memimpin Polda Sumut, Irjen Pol Paulus Waterpauw akan mengakhiri tugasnya secara resmi, Senin (20/8) lusa. Sebelum kembali ke Mabes Polri, Paulus menyempatkan diri bereuni dengan teman semasa sekolahnya, mulai SD dan SMP di Sibolangit, sekaligus bersilaturahmi dengan awak media dan pamitan ke Pondok Pesantren Subussalam.
“MULAI Senin saya akan dilantik di tempat tugas saya yang baru. Malam ini kita buat acara silaturrahmi. Meski dadakan, tapi terimakasih kepada awak media, serta para teman SD dan SMP saya yang sudah menyempatkan waktu datang ke sini,” kata, Irjen Pol Paulus Waterpauwn
saat memberi kata sambutan di acara reuni dan silaturahim, di The Hill Sibolangit, Kamis (16/8).
Paulus mengatakan, setelah 13 bulan bertugas di Sumut, dirinya akan menjadi dosen di Lemhanas. “Tiga belas bulan memimpin Polda Sumut, membuat saya lebih paham mengenai keberagaman dan sejarah dari Sumut,” cetusnya.
Pada kesempatan ini, Paulus menceritakan isi hatinya selama menjabat sebagai Kapoldasu. Mulai dari blusukan ke beberapa Polres untuk mengetahui apa yang terjadi di lini bawah, hingga mengenang kisah Bung Karo saat diasingkan Belanda di Pesanggrahan Bung Karno di Parapat.
“Saya memang suka ke mana-mana saat menjadi Kapolda. Tapi ini bukan hanya sekedar jalan-jalan. Ini merupakan kunjungan kerja, yang sering saya anggap sebagai blusukan,” tuturnya.
Ada satu blusukan yang berkesan baginya. Saat itu ia menemani bekas ajudannya yang datang dari Papua ke Kota Medan. Kedatangan mereka untuk melihat-lihat Danau Toba. “Saya setir sendiri mobil mulai dari Tomok, Tele, Dairi, Tanah Karo, Brastagi, dan Kota Medan. Selama 8 jam perjalanan saya nyopir sendiri untuk melihat kondisi di lapangan,” ujarnya.
Ketika tiba di Sibolangit, mereka melihat arus lalu-lintas yang macet total mulai dari Sibolngait sampai perbatasan Kota Medan. Macet di jalur Brastagi ternyata kerab terjadi saat hari libur tiba. Penyebab kemacetan itu, menurut Kapoldasu ke-41 ini, karena ada pertigaan dan penyempitan jalan.
“Melalui telepon seluler, saya langsung mengumpulkan para Kasatlantas, dan bertanya kenapa tidak pernah mencoba rekayasa jalan menuju Brastagi? Saya bilang, coba lakukan sistem buka tutup arus lalu-lintas, sehingga kemacetan dapat diurai,” kenangnya.
Sistem buka tutup jalur, menurutnya, rutin dilakukan para Kasatlantas dan polisi dari Polsek terdekat di Puncak Ciawi, Jawa Barat, setiap Sabtu dan Minggu.
“Kenapa kalian tidak lakukan itu? Kenapa tunggu Kapolda turun baru kalian bergerak? Sistem buka tutup arus ini ‘kan bisa diatur? Jam berapa sampai jam berapa buka tutup arus bisa disosialisasikan. Jadi maksud saya, kehadiran kita harus ada solusi dan perubahan. Kalau kita cuma duduk di kantor dan makan enak di ruangan, mana mungkin kita bisa lihat fenomena kecil seperti ini? Kalau cuma terima laporan dari bawah, pasti mereka bilang: semua beres Pak,” katanya.
Fenomena lain, sambung Paulus, saat dirinya melintas di Tele, ada kebakaran hutan dan lokasinya dekat dengan Polres setempat. “Saya tegur langsung Kapolresnya. Masak ada kebakaran di depan Polres, tapi tidak ada inisiatif untuk berusaha memadamkannya? Kalau kita kurang turun ke bawah, kita tidak akan pernah ketemu barang itu. Itu yang saya lakukan selama menjabat sebagai Kapolda,” ungkapnya lagi.
Paulus sekaligus mohon pengertian karena belum sempat berkunjung ke kantor-kantor media, karena ada beberapa kendala teknis. “Sudah sempat direncanakan. Tapi mendadak ada panggilan tugas. Sebenarnya dimana pun saya ditempatkan, saya selalu berteman baik dengan media. Untuk itulah, sebelum sertijab, saya ingin berpamitan dengan insan media,” katanya tersenyum.
Kepada para teman-teman sekolahnya saat SD dan SMP yang datang reuni, ia menuturkan kisah tentang Bung Karno yang diasingkan Belanda di Pesanggrahan Parapat. “Ternyata dari rumah penahanannya, beliau masih bisa memberi strategi perjuangan lewat ayam dan kangkung. Heran kan? Tak banyak yang tau kan?” kata anak Papua yang mengaku sangat mengagumi para pemimpin ini.
Ia juga menceritakan, ternyata dari Pasanggrahan Bung Karno itu, ada dua terowongan yang dibangun Belanda, yang tembus hingga ke Pantai Bebas Parapat. “Tidak banyak yang tau kisah itu. Nah malam ini saya ceritakan kisah itu untuk teman-teman yang datang langsung dari Surabaya dan Jakarta,” cetusnya.
Teman semasa sekolah SD dan SMP Paulus, juga bergantian bercerita tentang kisah-kisah Paulus semasa sekolah. “Mulai dari SMP sampai SMA, dia itu selalu dapat rangking di kelas. Dia orangnya rapi, cekatan, dan tak mudah menyerah. Cuma.. badannya dulu tak sebesar sekarang,” kata Billy Patty, teman Paulus Waterpauw sewaktu SMP Negeri 6 dan SMA Negeri 5 Surabaya.
Dikatakan Billy, sangkin rapinya, Paulus selalu lama saat berdandan apalagi saat menyisir rambut. “Bisa-bisa memakan waktu setengah jam untuk menyisir rambut. Setelah lama di sisir, eh ternyata rambutnya susah diatur karena kribo rambutnya,” kata Billy lagi, membuat hadirin tertawa.
“Paulus mempunyai sisir khusus untuk rambutnya saat masih sekolah,”kata Billy sambil terkekeh. Yang paling unik, kalau sisirnya tidak ada, Paulus bisa jadi tidak sekolah.
Masih cerita Billy, ia dan Paulus mempunyai kenangan yang sulit dilupakan. Kenangan itu saat ia dan Paulus sama-sama mendaftar polisi dari jalur Akpol. “Kami menaiki motor Suzuki butut milik saya untuk bisa mendaftar. Alhamdulillah, kami selamat sampai ke tempat pendaftaran.
Namun yang lulus ya si Paulus. Saya gagal karena kurang tinggi,” katanya sembari tertawa.
Malam itu, reuni bareng teman sekolah cukup meriah, dengan hiburan dan kisah-kisah cinta semasa SMP dan SMP, juga kisah-kisah dengan guru-guru. Serta kisah-kisah kendala bahasa yang dialami Paulus, saat dia baru pindah dari Papua di Jawa. Malam reuni dan silaturahim itu berlangsung penuh gelak tawa dan hiburan.
Pamitan ke Pondok Pesantren Babussalam
Masih dalam rangka berpamitan, Jumat (17/8), Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw beserta rombongan, meneruskan silaturahmi ke Pondok Pesantren Babussalam Desa Besilam, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, sekaligus berpamitan kepada Tuan Guru Syekh Hasyim Al-Syarwani.
Di pondok pesantren, Kapolda disambut Tuan Guru Syekh Hasyim Al-Syarwani. Rombongan dipersilakan masuk ke dalam rumah panggung.
Di hadapan Tuan Guru, Paulus menyampaikan dirinya akan mengakhiri tugas sebagai Kapolda Sumut. Sekaligus memohon doa di tempat tugas barunya. “Terima kasih sudah datang kemari (pondok pesantren). Selamat jalan dan selamat bertugas di tempat yang baru,” ucap Syekh Hasyim Al-Syarwani kepada Paulus.
Kepada wartawan, Paulus menyampaikan, maksud kedatangannya untuk berpamitan. “Pada Juli 2017 atau 3 hari menjadi Kapolda, saya bersilaturahmi menitip diri dengan Tuan Guru. Jadi sangat eloklah setelah mengakhiri tugas ini, saya juga mohon pamit,” ujar Kapolda.
Kata Paulus, selama bertugas di Sumut, dirinya merasa terbantukan melalui doa Tuan Guru. “Berkat Tuan Gurulah berita itu ke mana-mana. Walaupun saya seorang Kristiani, tapi saya sangat dekat dengan orang muslim,” katanya.
Pada kesempatan ini, Kapolda didampingi istri Megawati Pasaribu dan Direktur Pam Obvit, Kombes Pol Heri Subiansauri, menyerahkan bantuan satu ekor lembu dan sembako. “Bersamaan dengan Hari Raya Qurban, kami menyerahkan bantuan lembu dan sembako. Ini hal yang biasa kami lakukan,” tandas Paulus.
Bantuan lembu dan sembako secara simbolis diterima anak Syekh Hasyim Al-Syarwani.
Usai bertugas sebagai Kapoldasu, Irjen Pol Paulus Waterpauw akan menduduki jabatan baru sebagai Pati Lemdiklat Polri (Penugasan PD Lemhannas RI). (gusman)