32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Ribuan Kapal Tak Melaut, Harga Ikan Melambung

Kapal tak melaut

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Dampak dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 71 Tahun 2016 tentang larangan alat tangkap, ribuan nelayan di Gabion dan pinggiran Sungai Deli Belawan tidak melaut. Dampaknya, pasokan ikan yang biasanya didistribusikan ke Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion Belawan, menurun. Sehingga harga ikan melambung di pasaran.

Sekeretaris Alinasi Masyarakat Nelayan Sumatera Utara, Alfian MY, Senin (15/10), mengatakan, permasalahan yang timbul di kalangan nelayan sebenarnya adalah aturan menteri tentang larangan alat tangkap. Sehingga, ribuan nelayan di Belawam yang umumnya menggunakan tangkap pukat hela tidak diperbolehkan melaut.

Larangan tegas untuk alat tangkap hela dengan jenis trawl, tarik dua, layang, cerut dan langge serta alat tangkap lainnya kini dirasakan nelayan. Mereka kini merugi dan tidak bisa mencari nafkah, dan memilih untuk menganggur.

“Lihatlah, dampak dari larangan itu, sejak September kemarin, ada 70 persen dari 2500 kapal di Gabion tak melaut, ini sangat merugikan nelayan. Berapa banyak yang menganggur dari segi pekerja di gudang, pabrik es dan para ABK yang dirumahkan,” beber Alfian.

Menurut aktivis nelayan ini, selain merugikan lapangan pekerjaan, menurunnya pasokan ikan di Gabion Belawan juga yang mengakibatkan harga ikan mahal.

Misalnya, harga ikan Tongkol kini seharga Rp25 per kilo dari harga biasa Rp15 ribu per kilo. Selain itu, ikan Gembung kini seharga Rp40 per kilo dari harga biasa Rp25 ribu per kilonya.

“Dampak ini sudah jelas sangat terasa sekali, bukan hanya nelayan saja yang dirugikan. Tapi, harga ikan pun mahal, pasti masyarakat umum juga rugi.

Kita minta agar masalah ini segera dibahas oleh pemerintah dam penegak hukum agar memberi solusi dari peraturan menteri itu,” pinta Alfian. Pria asal Belawan ini berharap agar diberikan toleransi dari pemerintah dan penegak hukum untuk memperbolehkan kapal dengan kapasitas di atas 10 GT untuk melaut sebelum dikeluarkannya pengganti alat tangkap.

Sebelumnya, Direktur Ditpolair Polda Sumut, Kombes Yosi Muhamartha mengatakan, pihaknya tidak mentolerir kapal nelayan yang melaut menggunakan alat tangkap terlarang, karena pelarangan itu diatur dalam Permen KP No 71 Tahun 2016.

“Kalau alat tangkap itu beroperasi bertentangan dengan dengan peraturan menteri tetap kita tindak. Kita tahu, banyak nelayan tak melaut, karena belum dikeluarkannya pengganti alat tangkap,” katanya.

Untuk itu kita tunggu saja kewenangan dari pemerintah, bagi saya, kalau dilarang, kita tindak,” tegas perwira pangkat tiga melati ini. (fac/azw)

Kapal tak melaut

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Dampak dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 71 Tahun 2016 tentang larangan alat tangkap, ribuan nelayan di Gabion dan pinggiran Sungai Deli Belawan tidak melaut. Dampaknya, pasokan ikan yang biasanya didistribusikan ke Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion Belawan, menurun. Sehingga harga ikan melambung di pasaran.

Sekeretaris Alinasi Masyarakat Nelayan Sumatera Utara, Alfian MY, Senin (15/10), mengatakan, permasalahan yang timbul di kalangan nelayan sebenarnya adalah aturan menteri tentang larangan alat tangkap. Sehingga, ribuan nelayan di Belawam yang umumnya menggunakan tangkap pukat hela tidak diperbolehkan melaut.

Larangan tegas untuk alat tangkap hela dengan jenis trawl, tarik dua, layang, cerut dan langge serta alat tangkap lainnya kini dirasakan nelayan. Mereka kini merugi dan tidak bisa mencari nafkah, dan memilih untuk menganggur.

“Lihatlah, dampak dari larangan itu, sejak September kemarin, ada 70 persen dari 2500 kapal di Gabion tak melaut, ini sangat merugikan nelayan. Berapa banyak yang menganggur dari segi pekerja di gudang, pabrik es dan para ABK yang dirumahkan,” beber Alfian.

Menurut aktivis nelayan ini, selain merugikan lapangan pekerjaan, menurunnya pasokan ikan di Gabion Belawan juga yang mengakibatkan harga ikan mahal.

Misalnya, harga ikan Tongkol kini seharga Rp25 per kilo dari harga biasa Rp15 ribu per kilo. Selain itu, ikan Gembung kini seharga Rp40 per kilo dari harga biasa Rp25 ribu per kilonya.

“Dampak ini sudah jelas sangat terasa sekali, bukan hanya nelayan saja yang dirugikan. Tapi, harga ikan pun mahal, pasti masyarakat umum juga rugi.

Kita minta agar masalah ini segera dibahas oleh pemerintah dam penegak hukum agar memberi solusi dari peraturan menteri itu,” pinta Alfian. Pria asal Belawan ini berharap agar diberikan toleransi dari pemerintah dan penegak hukum untuk memperbolehkan kapal dengan kapasitas di atas 10 GT untuk melaut sebelum dikeluarkannya pengganti alat tangkap.

Sebelumnya, Direktur Ditpolair Polda Sumut, Kombes Yosi Muhamartha mengatakan, pihaknya tidak mentolerir kapal nelayan yang melaut menggunakan alat tangkap terlarang, karena pelarangan itu diatur dalam Permen KP No 71 Tahun 2016.

“Kalau alat tangkap itu beroperasi bertentangan dengan dengan peraturan menteri tetap kita tindak. Kita tahu, banyak nelayan tak melaut, karena belum dikeluarkannya pengganti alat tangkap,” katanya.

Untuk itu kita tunggu saja kewenangan dari pemerintah, bagi saya, kalau dilarang, kita tindak,” tegas perwira pangkat tiga melati ini. (fac/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/