MEDAN, SUMUTPOS.CO – Proyek Kotaku dengan menyerap anggaran pembelanjaan daerah nasional (APBN) Tahun 2018 senilai Rp27 miliar, dinilai tidak memberikan perubahan kekumuhan di Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan.
Pasalnya, proyek yang merupakan progres dari Kementrian Perumahan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang kini sedang berlangsung, dianggap pelaksanaannya tidak terukur untuk mensukseskan program Kotaku.
“Kita dengar proyek itu hanya untuk peninggian jalan, seharusnya bukan itu yang utama, tapi drainase dan pencegahan banjir pasang. Sama saja, kalau hanya jalan, Canang itu tetap saja kumuh, tidak menjadikan Canang tertata bersih dari kekumuhan,” kata Anggota DPRD Medan, HT Bahrumsyah, Selasa (23/10).
Dalam mewujudkan Kotaku, kata Ketua Fraksi PAN DPRD Medan, untuk Kelurahan Sicanang, perlu dilakukan penyuluhan tentang pengertian kawasan kumuh dan pengolahan sampah dan penjelasan tentang Kotaku.
“Program Kotaku itu ada tujuh poin. Di antaranya, perbaikan jalan gang, drainase, perbaikan lampu jalan dan penyuluhan. Sehingga, anggaran yang besar itu, terkesan tidak sia – sia yang tidak memberikan perubahan bagi masyarakat di Canang,” ungkap Bahrum.
Dijelaskan wakil rakyat dari Medan Utara ini, pihaknya mendukung program Kotaku untuk kemajuan Belawan. Hanya saja, arah dan tujuan untuk merubah kawasan lebih bersih dari kekumuhan harus memiliki program yang jelas.
“Bagaimana perubahan bisa dirasakan masyarakat, kalau arah kerjanya tidak tepat sasaran. Apalagi, proyek itu tidak ada tanpa plang, sehingga kita tidak tahu, seperti apa program yang akan dikerjakan. Seakan, hanya menghabiskan anggaran agar terlaksana program Kotaku,” beber Bahrum.
Sementara itu, Tokoh Pemuda Belawan, Togu Silaen mengaku heran dengan program Kotaku yang akan berlangsung di 11 lingkungan di Kelurahan Sicanang. Sebab, hasilnya tidak memberikan perubahan bagi masyarakat di Sicanang.
Selain itu, dari amatannya, proyek yang dikerjakan dianggap tidak terukur dan berkualitas. Karena, pengecoran untuk peninggian jalan dengan beton, tidak menggunakan besi perancah.
“Sicanang ini, adalah daerah pesisir, harusnya proyek itu harus menyesuaikan dengan wilayah. Kita takut, jalan itu hanya bertahan setahun, akibat dari air pasang. Untuk apa jalan bagus, tapi drainase dan kekumuhan lain tidak dibenahi,” beber Togu. (fac/ila)