MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tahun 2010 silam, sekelompok teroris merampok Bank CIMB di Jalan Aksara, Medan. Salah seorang anggota teroris tersebut adalah Khairul Ghazali. Setelah tertangkap dan divonis penjara, ia mendapat hidayah untuk menjaga persatuan Indonesia.
AKSI perampokan Bank CIMB di Jalan Aksara Medan sempat menggemparkan khalayak tanah air. Apalagi setelah diketahui para pelakunya adalah kelompok teroris yang kemudian diketahui melarikan diri ke kawasan perkebunan di Serdangbedagai, Sumatera Utara.
Densus 88 dibantu Polda Sumut dan Kodam I/BB pun turun untuk membasmi para teroris itu. Perlawanan sengit diberikan para teroris. Beberapa dari antara mereka terpaksa ditembak mati. Ada yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Salah seorang teroris tersebut yang dijebloskan ke penjara adalah Khairul Ghazali.
Selama di penjara, Khairul Ghazali ternyata menyadari kesalahannya. Berperang dengan negara mengatasnamakan agama islam, bukanlah langkah benar. Selama mendekam di balik jeruji besi, pelan-pelan dia menyadari tindakannya salah. Anaknya juga jadi korban perundungan di sekolah. Hingga akhirnya memutuskan tidak melanjutkan pendidikan.
“Saya menyesal telah melakukan aksi terorisme. Di penjara saya mengetahui yang saya lakukan salah. Kini saya mendapat hidayah untuk menjaga persatuan dan Indonesia,” ujar Ustad Khairul Ghazali para acara peresmian Galeri Perdamaian Anti Paham Radikalisme, Kamis (1/11).
Lama dia merenung, akhirnya ia membangun pesantren demi pendidikan anak-anak. Kata dia, bukan mudah membangun pesantren itu. Ia harus merogoh isi dompetnya sendiri. Dengan menjual buku kisah hidupnya, sedikit demi sedikit ia mengumpulkan uang membangun pesantren tersebut.
Pesantren yang letaknya di tengah hamparan kebun tersebut kini berkembang pesat. Awalnya, ponpes hanya didirikan seadanya, berdinding tepas, beralaskan kayu dan beratapkan rumbia. Namun sekarang sudah cantik dan berbasis teknologi digital.
Deradikalisasi menjadi program reguler di pesantren yang berlokasi di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang. “Hasilnya, anak-anak di sini menjadi paham, bahwa radikalisme sangat berbahaya. Bisa memecah belah bangsa,” katanya.
Saat ini, kala pertama kali dibangun, hanya ada sebuah musala kecil berfungsi sebagai asrama untuk anak-anak. Sekarang, pesantren itu sudah semakin berkembang. Kelas untuk para santri juga dipugar sedemikian rupa. Tidak sedikit donatur yang masuk dan memberikan dana untuk pembangunan. “Syukur alhamdulillah, banyak yang membantu,” katanya.
Ia berharap galeri perdamaian ini dapat membantu dan menyadarkan masyarakat yang sekarang ini sedang berada dikegelapan, yaitu menjalankan aktifitad radikal untuk memecah belah NKRI.
Pondok pesantren yang didirikan Ghazali bakal menjadi Galeri Perdamaian Anti Paham Radikalisme. Pesantren diresmikan langsung oleh Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Sumatera Utara Irjen Pol Agus Andrianto. Galeri ini untuk mencegah dan menekan paham radikalis dan bahaya teroris di masyarakat. Di dalam galeri ini terdapat gambaran atas aksi dan pascaaksi paham radikal dan teroris yang dapat merusak dan memecah belah NKRI.
“Saya meresmikan ini untuk mengingatkan kembali generasi muda dan masyarakat akan bahaya paham radikal dan teroris. Agar semua masyarakat sadar, Indonesia ini perlu dijaga dengan kedamaian,” kata Agus.
Dia juga meminta kepada eks pelaku teroris dan paham radikal untuk berkomitmen menjaga NKRI dari perpecahan dan terus mensosialisasikan bahaya paham tersebut kepada masyarakat.
Dalam peresmian galeri perdamaian ini, hadir Wakapolda Sumut Brigjen Pol Mardiaz Kusin, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Dadang Hartanto, Direskrimum Kombes Andi Rian, Dir Intelkam Kombes Dedy Kusuma Bakti, Kabid Humas Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja. (*)