25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

60 Penerbangan Dibatalkan Setiap Hari, Komite II DPD RI Minta Pemerintah Segera Atasi Tiket Mahal

no picture

KUALANAMU, SUMUTPOS.CO – Kenaikan harga tiket pesawat terbang yang terjadi sejak akhir tahun 2018 serta penerapan bagasi berbayar, berpengaruh kurang baik bagi industri pariwisata dan merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia. Kenaikan harga tiket dan bagasi terbayar juga telah memberatkan masyarakat yang selama ini mengandalkan penerbangan sebagai moda transportasi.

Demikian antara lain temuan dari kunjungan kerja Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) ke Bandara Kualanamu di Deliserdang, Sumatera Utara, akhir pekan lalu.

Dalam kunjungan itu, DPD RI mengumpulkan seluruh komunitas bandara, mulai dari maskapai yang ada di Bandara Kualanamu Otoritas Bandar Udara Wilayah II Medan selaku perpanjangan Kementrian Perhubungan Udara, dan pengelola Bandara Kualanamu PT Angkasa Pura II.

Dari pertemuan itu, Komite II mencatat, harga tiket pesawat terbang naik 40 persen hingga 120 persen sejak akhir tahun 2018. Ini merupakan kenaikan yang tertinggi dalam sejarah industri penerbangan di Indonesia. “Kenaikan ini berada di atas kemampuan masyarakat dan tidak sesuai dengan daya beli masyarakat, kata Parlindungan Purba, Wakil Ketua Komite II yang memimpin Kunjungan Kerja ke Bandara Kualanamu.

Kondisi ini menyebabkan turunnya jumlah penumpang secara drastis, sehingga membuat PT Angkasa Pura 2 mengalami kerugian miliaran rupiah dalam periode satu bulan terakhir, akibat banyaknya pembatalan penerbangan. “Ada 60 pembatalan penerbangan rata rata setiap hari,”ungkap Parlindungan Purba.

Berdasarkan data yang dipaparkan PT Angkasa Pura II dan data lain yang dihimpun Komite II DPD RI, jumlah penumpang pada Januari 2019 tercatat 763.894 orang, turun hampir 20 persen dibandingkan dengan jumlah penumpang pada Januari 2018 yang berjumlah 953.565 orang.

Penurunan 20 persen ini dinilai terlalu tinggi, sebab belum pernah terjadi penurunan sebesar ini sebelumnya. Jumlah penumpang pesawat terbang yang merosot ini tentu saja memukul industri pariwasta di daerah. Hal ini terlihat dari tingkat hunian hotel yang turun sebesar 20 persen hingga 40 persen di awal tahun ini.

Dampak lebih jauh dari kebijakan maskapai penerbangan menaikkan tarif pesawat dan penerapan bagasi berbayar ini, adalah omzet pedagang dan toko di bandara maupun objek wisata di berbagai daerah di Indonesia ikut turun.

Sementara, Otoritas Bandar Udara sebagai pengawas atau regulator perpanjangan tangan Kementrian Perhubungan, tak menemukan adanya pelanggaran pada maskapai. Disebutkan, penjualan tiket masih pada ketentuan aturan batas atas yang diberikan pemerintah sesuai dengan jarak dan tujuan penerbangan.

Sedangkan pihak maskapai beralasan, kalau mahalnya harga tiket disebabkan naiknya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh pihak maskapai. Semakin canggih bandara semakin mahal berbagai biaya fee operasional yang dikeluarkan maskapai pada pengelola bandara dan instansi lain dan beban yang dikeluarkan oleh maskapai ditimpakan pada tiket pesawat dan bagasi penumpang.

Ketua AOC Airlines Operator Comite yang juga Maneger Station Maskapai Malaysia Airlines Rahmad Iskandar Dinata mengungkapkan, memang ada sebagian maskapai yang berani melakukan pembelian avtur dibayar di muka hingga pada saat BBM avtur naik mereka sudah ada stok memagari dengan harga lama.

Dan personal head cost dan fick cost seperti biaya panduan udara biaya parkir tambahan bila lebih dari dua jam, kini Angkasa Pura II mengurangi waktu tunggu kita menjadi satu jam. Itu termasuk dalam cost yang harus dibayarkan, airnavigasi maupun mitra kerja lainnya. “Sebenarnya cost-cost inilah yang menjadi pertimbangan kita, di Kualanamu sekarang ini kita tidak langsung dari Selat Malaka mendarat ke landasan runway, namun sekarang disuruh putar supaya saat menunggu pendaratan pesawat tidak berada di atas Selat Malaka. Kita disuruh memutar dan itu juga memakan cost karena minyak yang kita gunakan di atas selama menunggu dan memutar itu, jadi kebijakan ini juga harus sejalan dengan keinginan pemerintah ataupun masyarakat, kalau mau tiket murah dilihat juga di kitanya untung-untung tidak ada yang koleps (bangkrut) dan saat ini maskapai tidak ada pilihan lain untuk menurunkan harga tiket sebelum cost itu dapat dikurangi,” pungkasnya.

Manager Humas Bandara Kualanamu Deliserdang Wisnu Budi Setianto, menepis anggapan kalau tarif parkir pesawat di bandara sebagai salah satu pemicu kenaikan harga tiket pesawat. Sebab menurut Budi, Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Internasional Kualanamu tak pernah menaikan tarif jasa parkir sejak pertama kali beroperasi. “Sejak dioperasikan 25 Juli 2013 hingga tahun 2019, tarif parkir pesawat di Kualanamu tak pernah naik. Ada hitunganya, saya kurang mengetahui. Tapi bila pesawat hingga lewat satu jam baru kena biaya. Bila kurang dari satu jam, tak kena biaya,” bilangnya.

Sedangkan untuk biaya panduan udara dan air navigasi, itu kewenangan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia di Jakarta. “Kami (PT AP II, red) hanya dari sisi komersil. Dan menurut saya tak ada yang naik, tapi silahkan tanyakan ke kantor pusat mereka,” ungkapnya. (btr/prn)

no picture

KUALANAMU, SUMUTPOS.CO – Kenaikan harga tiket pesawat terbang yang terjadi sejak akhir tahun 2018 serta penerapan bagasi berbayar, berpengaruh kurang baik bagi industri pariwisata dan merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia. Kenaikan harga tiket dan bagasi terbayar juga telah memberatkan masyarakat yang selama ini mengandalkan penerbangan sebagai moda transportasi.

Demikian antara lain temuan dari kunjungan kerja Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) ke Bandara Kualanamu di Deliserdang, Sumatera Utara, akhir pekan lalu.

Dalam kunjungan itu, DPD RI mengumpulkan seluruh komunitas bandara, mulai dari maskapai yang ada di Bandara Kualanamu Otoritas Bandar Udara Wilayah II Medan selaku perpanjangan Kementrian Perhubungan Udara, dan pengelola Bandara Kualanamu PT Angkasa Pura II.

Dari pertemuan itu, Komite II mencatat, harga tiket pesawat terbang naik 40 persen hingga 120 persen sejak akhir tahun 2018. Ini merupakan kenaikan yang tertinggi dalam sejarah industri penerbangan di Indonesia. “Kenaikan ini berada di atas kemampuan masyarakat dan tidak sesuai dengan daya beli masyarakat, kata Parlindungan Purba, Wakil Ketua Komite II yang memimpin Kunjungan Kerja ke Bandara Kualanamu.

Kondisi ini menyebabkan turunnya jumlah penumpang secara drastis, sehingga membuat PT Angkasa Pura 2 mengalami kerugian miliaran rupiah dalam periode satu bulan terakhir, akibat banyaknya pembatalan penerbangan. “Ada 60 pembatalan penerbangan rata rata setiap hari,”ungkap Parlindungan Purba.

Berdasarkan data yang dipaparkan PT Angkasa Pura II dan data lain yang dihimpun Komite II DPD RI, jumlah penumpang pada Januari 2019 tercatat 763.894 orang, turun hampir 20 persen dibandingkan dengan jumlah penumpang pada Januari 2018 yang berjumlah 953.565 orang.

Penurunan 20 persen ini dinilai terlalu tinggi, sebab belum pernah terjadi penurunan sebesar ini sebelumnya. Jumlah penumpang pesawat terbang yang merosot ini tentu saja memukul industri pariwasta di daerah. Hal ini terlihat dari tingkat hunian hotel yang turun sebesar 20 persen hingga 40 persen di awal tahun ini.

Dampak lebih jauh dari kebijakan maskapai penerbangan menaikkan tarif pesawat dan penerapan bagasi berbayar ini, adalah omzet pedagang dan toko di bandara maupun objek wisata di berbagai daerah di Indonesia ikut turun.

Sementara, Otoritas Bandar Udara sebagai pengawas atau regulator perpanjangan tangan Kementrian Perhubungan, tak menemukan adanya pelanggaran pada maskapai. Disebutkan, penjualan tiket masih pada ketentuan aturan batas atas yang diberikan pemerintah sesuai dengan jarak dan tujuan penerbangan.

Sedangkan pihak maskapai beralasan, kalau mahalnya harga tiket disebabkan naiknya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh pihak maskapai. Semakin canggih bandara semakin mahal berbagai biaya fee operasional yang dikeluarkan maskapai pada pengelola bandara dan instansi lain dan beban yang dikeluarkan oleh maskapai ditimpakan pada tiket pesawat dan bagasi penumpang.

Ketua AOC Airlines Operator Comite yang juga Maneger Station Maskapai Malaysia Airlines Rahmad Iskandar Dinata mengungkapkan, memang ada sebagian maskapai yang berani melakukan pembelian avtur dibayar di muka hingga pada saat BBM avtur naik mereka sudah ada stok memagari dengan harga lama.

Dan personal head cost dan fick cost seperti biaya panduan udara biaya parkir tambahan bila lebih dari dua jam, kini Angkasa Pura II mengurangi waktu tunggu kita menjadi satu jam. Itu termasuk dalam cost yang harus dibayarkan, airnavigasi maupun mitra kerja lainnya. “Sebenarnya cost-cost inilah yang menjadi pertimbangan kita, di Kualanamu sekarang ini kita tidak langsung dari Selat Malaka mendarat ke landasan runway, namun sekarang disuruh putar supaya saat menunggu pendaratan pesawat tidak berada di atas Selat Malaka. Kita disuruh memutar dan itu juga memakan cost karena minyak yang kita gunakan di atas selama menunggu dan memutar itu, jadi kebijakan ini juga harus sejalan dengan keinginan pemerintah ataupun masyarakat, kalau mau tiket murah dilihat juga di kitanya untung-untung tidak ada yang koleps (bangkrut) dan saat ini maskapai tidak ada pilihan lain untuk menurunkan harga tiket sebelum cost itu dapat dikurangi,” pungkasnya.

Manager Humas Bandara Kualanamu Deliserdang Wisnu Budi Setianto, menepis anggapan kalau tarif parkir pesawat di bandara sebagai salah satu pemicu kenaikan harga tiket pesawat. Sebab menurut Budi, Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Internasional Kualanamu tak pernah menaikan tarif jasa parkir sejak pertama kali beroperasi. “Sejak dioperasikan 25 Juli 2013 hingga tahun 2019, tarif parkir pesawat di Kualanamu tak pernah naik. Ada hitunganya, saya kurang mengetahui. Tapi bila pesawat hingga lewat satu jam baru kena biaya. Bila kurang dari satu jam, tak kena biaya,” bilangnya.

Sedangkan untuk biaya panduan udara dan air navigasi, itu kewenangan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia di Jakarta. “Kami (PT AP II, red) hanya dari sisi komersil. Dan menurut saya tak ada yang naik, tapi silahkan tanyakan ke kantor pusat mereka,” ungkapnya. (btr/prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/