KARO, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi membuka kegiatan Evaluasi Perjanjian Kerja Sama Koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan laporan, pengaduan masyarakat terhadap penyelenggara pemerintah.
“Minimnya koordinasi ini, misalnya antara APH dan APIP tidak pernah saling tukar informasi dan data, tidak pernah secara bersama-sama dalam tahap penyelidikan menentukan suatu kasus melanggar administrasi atau ada pidananya. Semuanya masih mengedepankan ego sektoral, belum satu persepsi.
Sehingga mengakibatkan salah penafsiran, saling menyalahkan dan saling mencurigai. Akhirnya saling intip-mengintip terjadi,”ujar Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Sugeng Hariyono yang hadir pada kegiatan tersebut di Tiara Convention Center, JalanCut Mutia, Kota Medan, Rabu (20/2)
Dijelaskan Sugeng, minimnya koordinasi antara APPJ dan dan ATP dikarenakan keduanya bertengkar.
Ditegaskannya, bagi APH selalu harus koordinasi dan gandeng APIP, sejak awal dalam penanganan Dumas (pengaduan masyarakat). “Ini kunci utama, sehingga seperti kasus yang ditangani Polda, Kejati sering terbentur saat dipenyelidikan, dianggap APIP sebagai penghalang dalam peningkatan status ke penyidikan untuk menetapkan tersangka. Sehingga menjadi bias. Dianggap APIP melindungi para koruptor karena kolega, sahabat, dan teman,” ungkap Sugeng.
Untuk itu, kata Sugeng, APH kedepan hilangkan ego sektoral begitu juga APIP selalu utamakan kriteria dan dapat membedakan administrasi dan pidana. “Kecuali OTT (operasi tertangkap tangan) tidak membutuhkan pendampingan APIP dan dapat mengabaikan PKS (Perjanjian kerja Sama) oleh APH . Ini persamaan persepsi,” imbuh Sugeng.
Sugeng menyebutkan, tujuan sinergi dalam penanganan Dumas, baik dari tahap penyelidikan melibatkan APIP agar tidak bias sesuai SOP (standar operasional prosedur) dan masih dibenarkan.
“Jika sudah tahap penyidikan baru secara otomatis APIP mundur sesuai mekanisme karena aturan hukum yang berlaku untuk menyeret pelaku koruptor. Bukan sewaktu penyelidikan oleh APH adanya kasus Dumas langsung dianggap benar tanpa adakan koordinasi. Ini menjadi penyebab keresahan bekerja bagi OPD (organisasi perangkat daerah) selama ini dalam penyerapan anggaran,” pungkas Sugeng.
Bupati Karo Terkelin Brahmana menyatakan, evaluasi Perjanjian Kerja Sama dalam bentuk Mou (memorandum of understanding) ini sangat penting.
Dikatakannya, implementasi yang telah berjalan selama ini sejak Perjanjian Kerja Sama dikumandangkan pada 15 Mei 2018, lebih kurang sudah sembilan bulan, berdampak bagi setiap daerah antara APIP dan APH.
“Sesuai penjelasan tadi dalam evaluasi masih ditemukan dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan OPD masih keliru dan minim koordinasi, bagi APH dalam menegakkan hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Terkelin.
Sementara Kasubag Inspektorat Evaluasi dan Pelaporan Pemkab Karo, Binar Daud Tarigan menyebutkan, jika ada pelaporan diterima Humas APH, maka langsung dikoordinasikan dengan APIP.
“Kami, APIP tidak pernah mempersulit jika dimintai dalam bentuk saling tukar informasi dan data terkait Dumas yang sedang ditangani.(deo/han).