26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Caleg Boleh Beri Uang Transportasi kepada Masyarakat, Bawaslu Sumut: Yang Penting Tidak Langsung

ist
Syafrida Rasahan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bawaslu Sumatera Utara (Bawaslu) mengizinkan para calon legislatif (caleg) memberikan uang transportasi dan cenderamata kepada masyarakat saat kampanye. Namun pemberian uang tersebut harus dalam batas kewajaran dan sesuai regulasi berlaku.

“Iya dia dibolehkan (beri uang transport). Tapi sebenarnya tidak boleh uang langsung. Jadi metodenya bisa saja pelaksana kampanye sediakan transport untuk konstituen ke lokasi kampanye,” kata Ketua Bawaslu Sumut Syafrida Rasahan menjawab Sumut Pos, Rabu (20/2).

Penggunaan dana kampanye sedianya disebutkan dalam PKPU 23/2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum 2019, Pasal 69. Melalui PKPU tersebut dibatasi penggunaan biaya makan dan transportasi. Biaya-biaya tersebut dikeluarkan dalam bentuk barang dan bukan dalam bentuk uang.

“Kalau langsung diberi uang Rp100 ribu per orang untuk transport gitu, tentu bahaya bagi calegnya sebab bisa dianggap lakukan politik uang. Dan dari pemberian uang itu kita bisa juga duga berapa jarak tempuhnya (ke lokasi kampanye),” katanya. Untuk itu pihaknya tak bosan mengingatkan seluruh peserta politik terutama caleg dalam setiap kesempatan supaya menghindari politik uang di pemilu kali ini.

“Memang untuk biaya transport itu diperbolehkan sesuai PKPU 23/2018. Tapi pada prinsipnya itu tidak bisa, sebab kita harus hitung jarak tempuh antara rumah warga dengan lokasi kampanye. Misalkan kegiatan dilakukan di Amplas, Kecamatan Amplas inikan luas, diundanglah konstituen dari Medan Area berapa jauh jarak tempuhnya itu. Kira-kira seperti itulah gambarannya,” katanya.

Pihaknya menyarankan apabila ingin mengundang warga yang jauh jarak tempuhnya dari lokasi kampanye, supaya tim pelaksana kampanye si caleg memfasilitasi transportasi kepada warga. “Misalnya sewa angkutan kota yang dapat memuat berapa orang, dan inilah sebenarnya menurut kami solusi agar tidak ada potensi money politic,” ujar Syafrida.

Begitupun dengan bahan kampanye yang digunakan para celeg saat kampanye, sambung dia, ada diatur pada satu pasal di PKPU tersebut. Yaitu tidak boleh lebih dari Rp60 ribu per bahan kampanye yang akan dikasih kepada konstituen. Hal tersebut juga berlaku untuk konsumsi yang disediakan saat menggelar kampanye terbuka dan terbatas.

“Jika transport dia diatur sesuai daerah tempat kampanye itu berlangsung. Dan bahan kampanye itu paling tinggi Rp60 ribu, serta untuk harga makanan. Kan tentu makanan di Kota Medan dan Sidimpuan berbeda harganya. Jadi dibenarkan beri uang cuma caranya yang beda. Ini juga dalam rangka supaya peserta pemilu tidak terkena sanksi bermain politik uang, karena dia bisa dicoret dari DTC.

“Bahkan ketika dia sudah terpilih jadi legislatif misalnya, jika terbukti bisa dicoret sebagai caleg. Di PKPU tentang pencalonan dan surat keputusan KPU RI yang didukung ada keputusan Pengadilan, dia bisa dicoret kalau terbukti money politic,” katanya.

Ketua KPU Sumut Yulhasni menolak berkomentar mengenai hal ini untuk menilai PKPU tersebut. Menurut dia, hal tersebut lebih pas bila ditanyakan ke Bawaslu. “Yang mengawal aturan KPU kan Bawaslu, sepertinya lebih pas ditanya ke mereka,” katanya. (prn/azw)

ist
Syafrida Rasahan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bawaslu Sumatera Utara (Bawaslu) mengizinkan para calon legislatif (caleg) memberikan uang transportasi dan cenderamata kepada masyarakat saat kampanye. Namun pemberian uang tersebut harus dalam batas kewajaran dan sesuai regulasi berlaku.

“Iya dia dibolehkan (beri uang transport). Tapi sebenarnya tidak boleh uang langsung. Jadi metodenya bisa saja pelaksana kampanye sediakan transport untuk konstituen ke lokasi kampanye,” kata Ketua Bawaslu Sumut Syafrida Rasahan menjawab Sumut Pos, Rabu (20/2).

Penggunaan dana kampanye sedianya disebutkan dalam PKPU 23/2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum 2019, Pasal 69. Melalui PKPU tersebut dibatasi penggunaan biaya makan dan transportasi. Biaya-biaya tersebut dikeluarkan dalam bentuk barang dan bukan dalam bentuk uang.

“Kalau langsung diberi uang Rp100 ribu per orang untuk transport gitu, tentu bahaya bagi calegnya sebab bisa dianggap lakukan politik uang. Dan dari pemberian uang itu kita bisa juga duga berapa jarak tempuhnya (ke lokasi kampanye),” katanya. Untuk itu pihaknya tak bosan mengingatkan seluruh peserta politik terutama caleg dalam setiap kesempatan supaya menghindari politik uang di pemilu kali ini.

“Memang untuk biaya transport itu diperbolehkan sesuai PKPU 23/2018. Tapi pada prinsipnya itu tidak bisa, sebab kita harus hitung jarak tempuh antara rumah warga dengan lokasi kampanye. Misalkan kegiatan dilakukan di Amplas, Kecamatan Amplas inikan luas, diundanglah konstituen dari Medan Area berapa jauh jarak tempuhnya itu. Kira-kira seperti itulah gambarannya,” katanya.

Pihaknya menyarankan apabila ingin mengundang warga yang jauh jarak tempuhnya dari lokasi kampanye, supaya tim pelaksana kampanye si caleg memfasilitasi transportasi kepada warga. “Misalnya sewa angkutan kota yang dapat memuat berapa orang, dan inilah sebenarnya menurut kami solusi agar tidak ada potensi money politic,” ujar Syafrida.

Begitupun dengan bahan kampanye yang digunakan para celeg saat kampanye, sambung dia, ada diatur pada satu pasal di PKPU tersebut. Yaitu tidak boleh lebih dari Rp60 ribu per bahan kampanye yang akan dikasih kepada konstituen. Hal tersebut juga berlaku untuk konsumsi yang disediakan saat menggelar kampanye terbuka dan terbatas.

“Jika transport dia diatur sesuai daerah tempat kampanye itu berlangsung. Dan bahan kampanye itu paling tinggi Rp60 ribu, serta untuk harga makanan. Kan tentu makanan di Kota Medan dan Sidimpuan berbeda harganya. Jadi dibenarkan beri uang cuma caranya yang beda. Ini juga dalam rangka supaya peserta pemilu tidak terkena sanksi bermain politik uang, karena dia bisa dicoret dari DTC.

“Bahkan ketika dia sudah terpilih jadi legislatif misalnya, jika terbukti bisa dicoret sebagai caleg. Di PKPU tentang pencalonan dan surat keputusan KPU RI yang didukung ada keputusan Pengadilan, dia bisa dicoret kalau terbukti money politic,” katanya.

Ketua KPU Sumut Yulhasni menolak berkomentar mengenai hal ini untuk menilai PKPU tersebut. Menurut dia, hal tersebut lebih pas bila ditanyakan ke Bawaslu. “Yang mengawal aturan KPU kan Bawaslu, sepertinya lebih pas ditanya ke mereka,” katanya. (prn/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/