29 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sakit Tak Menghalangi Rasa Syukur

no picture

Ubay tak sekadar meminta sakit sepanjang hayat, tapi disertai dengan ungkapan: sakit yang tidak menghalangiku berjuang di jalan Allah.

Nikmat sehat dan kesempatan merupakan dua nikmat yang sering kali dilalaikan oleh manusia. Banyak sekali di antara manusia yang lupa bersyukur ketika dia diberi nikmat sehat dan kesampatan oleh Allah subhanahu wata`ala. Baru setelah kedua nikmat itu dicabut, timbullah rasa penyesalan yang mendalam untuk mendambakan nikmat itu kembali, bahkan berjanji untuk bersyukur. Seandainya manusia benar-benar mensyukuri kedua nikmat tersebut, niscaya syukur dan sabar akan mampu dilakukan sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan dunia menuju akhirat.

Orang yang tak pandai bersyukur, tidak akan mungkin pandai bersabar. Kalau manusia pada umumnya: mana yang anda pilih punya kesempatan dan sehat wal afiat apa tidak punya kesempatan dan sakit-sakitan? Bisa ditebak pasti jawabannya: ingin punya kesempatan sekaligus sehat. Tentu saja ini jawaban yang lumrah dan normal.

Jika kita mau jeli membaca sejarah emas sahabat Nabi Muhammad ternyata ada yang menyalahi jawaban tadi. Ada sahabat yang memiliki permohonan unik kepada Allah. Permohonannya menyalahi kebanyakan manusia. Ia malah ingin sakit sepanjang hayat. Ia tetap bersyukur meski dalam kondisi sakit. Siapakah gerangan sahabat yang unik itu? Berikut kisahnya:

“Bersumber dari Sa`id al-Khudri ia menceritakan bahwa ada salah seorang lelaki dari kalangan orang muslim bertanya: Ya Rasulallah apa pendapatmu tentang penyakit yang menimpa kami, kami dapat apa? Nabi menjawab: “Sebagai kaffarat (penebus dosa).” Lalu Ubay bin Ka`ab bertanya: “Ya Rasulallah meski penyakit itu ringan?” Rasul menjawab: “Meskipun hanya terkena duri, atau yang lebih kecil darinya.” Lalu Ubay berdoa agar tidak dipisahkan dari penyakit demam hingga meninggal dunia, dan meminta agar penyakit demam itu tidak menghalangi dirinya untuk haji, umrah, jihad dan shalat wajib secara berjama`ah.

Abi Sa`id al-Khudri berkata: “Tidak seorangpun yang menyentuh Ubay pasti merasakan panas padanya hingga ia meninggal dunia”. Di riwayat lain dijelaskan: Ubay berkata: “Ya Rasulallah apa ganjaran orang kena penyakit demam?” Rasulullah menjawab: “Kebaikan akan mengalir pada yang ditimpanya.” Lalu Ubay berdoa: Ya Allah sungguh aku meminta pada-Mu sakit demam yang tidak menghalangiku keluar di jalan-Mu. Maka (setelah itu) tidaklah Ubay disentuh, melainkan terkena penyakit demam(HR: Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani)”.

Riwayat itu menjelaskan kepada kita keunikan sahabat yang bernama Ubay bin Ka`ab. Sahabat kawakan yang pakar dan piawai dalam bidang qira`ah. Ia sangat disiplin, zuhud, dan termasuk sahabat yang terdepan dalam masalah keilmuan. Ia juga merupakan satu-satunya sahabat yang Allah memerintahkan Nabi-Nya langsung membacakan ayat-ayat-Nya dari langit ke tujuh kepadanya langsung.

Perhatikan betapa aneh permintaannya!. Ia ingin diberikan sakit demam sepanjang hayatnya. Kalau kita amati benar-benar penggalan riwayat di atas kita akan menemukan pelajaran yang berharga. Sebagaimana manusia pada umumnya, sebenarnya ia juga menginginkan kondisi yang sehat. Tetapi pada umumnya kesehatan den kesempatan ternyata banyak yang membuat orang terlena.

Ia terkesima mendengar penjelasan Rasulullah bahwa sakit merupakan kaffarat bagi dosa. Sakit juga merupakan kebaikan yang mengalir pada yang ditimpanya, tentu saja kalau pasrah dan ikhlas karena-Nya. Tapi yang unik ialah Ubay tak sekadar meminta sakit sepanjang hayat, tapi disertai dengan ungkapan: sakit yang tidak menghalangiku berjuang di jalan Allah.

Ya Allah, Allahu Akbar. Siapa yang berani di antara kita yang bersikap seperti Ubay bin Ka`ab. Melalui media sakit, dia bisa selalu bersyukur dan ingat kepada Allah. Ia tahu betul bahwa kesempatan dan kesehatan justru banyak melenakan orang. Dengan meminta sakit sepanjang hayat yang tak menghalanginya berjuang di jalan Allah, dia memiliki dua keuntungan sekaligus: dosa-dosanya akan senantiasa terhapus, dan dia akan selalu dialiri kebaikan, karena sakit tak menghalanginya untuk berjuang di jalan Allah.

Inilah salah satu keunikan generasi sahabat, sakitpun bisa dihikmahi dan diarifi sedimikian rupa untuk mengharap ridha Allah subhanahu wata`ala. Lalu bagaimana dengan kita yang masih punya banyak kesempatan dan masi sehat bugar ini? Kebaikan apa yang bisa dilakukan di masa yang akan datang? Apakah kita bisa menjadi hamba yang bersyukur dengan kenikmatan yang diberi Allah, atau malah menjadi hamba yang kufur? (hidayatullah/ram)

no picture

Ubay tak sekadar meminta sakit sepanjang hayat, tapi disertai dengan ungkapan: sakit yang tidak menghalangiku berjuang di jalan Allah.

Nikmat sehat dan kesempatan merupakan dua nikmat yang sering kali dilalaikan oleh manusia. Banyak sekali di antara manusia yang lupa bersyukur ketika dia diberi nikmat sehat dan kesampatan oleh Allah subhanahu wata`ala. Baru setelah kedua nikmat itu dicabut, timbullah rasa penyesalan yang mendalam untuk mendambakan nikmat itu kembali, bahkan berjanji untuk bersyukur. Seandainya manusia benar-benar mensyukuri kedua nikmat tersebut, niscaya syukur dan sabar akan mampu dilakukan sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan dunia menuju akhirat.

Orang yang tak pandai bersyukur, tidak akan mungkin pandai bersabar. Kalau manusia pada umumnya: mana yang anda pilih punya kesempatan dan sehat wal afiat apa tidak punya kesempatan dan sakit-sakitan? Bisa ditebak pasti jawabannya: ingin punya kesempatan sekaligus sehat. Tentu saja ini jawaban yang lumrah dan normal.

Jika kita mau jeli membaca sejarah emas sahabat Nabi Muhammad ternyata ada yang menyalahi jawaban tadi. Ada sahabat yang memiliki permohonan unik kepada Allah. Permohonannya menyalahi kebanyakan manusia. Ia malah ingin sakit sepanjang hayat. Ia tetap bersyukur meski dalam kondisi sakit. Siapakah gerangan sahabat yang unik itu? Berikut kisahnya:

“Bersumber dari Sa`id al-Khudri ia menceritakan bahwa ada salah seorang lelaki dari kalangan orang muslim bertanya: Ya Rasulallah apa pendapatmu tentang penyakit yang menimpa kami, kami dapat apa? Nabi menjawab: “Sebagai kaffarat (penebus dosa).” Lalu Ubay bin Ka`ab bertanya: “Ya Rasulallah meski penyakit itu ringan?” Rasul menjawab: “Meskipun hanya terkena duri, atau yang lebih kecil darinya.” Lalu Ubay berdoa agar tidak dipisahkan dari penyakit demam hingga meninggal dunia, dan meminta agar penyakit demam itu tidak menghalangi dirinya untuk haji, umrah, jihad dan shalat wajib secara berjama`ah.

Abi Sa`id al-Khudri berkata: “Tidak seorangpun yang menyentuh Ubay pasti merasakan panas padanya hingga ia meninggal dunia”. Di riwayat lain dijelaskan: Ubay berkata: “Ya Rasulallah apa ganjaran orang kena penyakit demam?” Rasulullah menjawab: “Kebaikan akan mengalir pada yang ditimpanya.” Lalu Ubay berdoa: Ya Allah sungguh aku meminta pada-Mu sakit demam yang tidak menghalangiku keluar di jalan-Mu. Maka (setelah itu) tidaklah Ubay disentuh, melainkan terkena penyakit demam(HR: Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani)”.

Riwayat itu menjelaskan kepada kita keunikan sahabat yang bernama Ubay bin Ka`ab. Sahabat kawakan yang pakar dan piawai dalam bidang qira`ah. Ia sangat disiplin, zuhud, dan termasuk sahabat yang terdepan dalam masalah keilmuan. Ia juga merupakan satu-satunya sahabat yang Allah memerintahkan Nabi-Nya langsung membacakan ayat-ayat-Nya dari langit ke tujuh kepadanya langsung.

Perhatikan betapa aneh permintaannya!. Ia ingin diberikan sakit demam sepanjang hayatnya. Kalau kita amati benar-benar penggalan riwayat di atas kita akan menemukan pelajaran yang berharga. Sebagaimana manusia pada umumnya, sebenarnya ia juga menginginkan kondisi yang sehat. Tetapi pada umumnya kesehatan den kesempatan ternyata banyak yang membuat orang terlena.

Ia terkesima mendengar penjelasan Rasulullah bahwa sakit merupakan kaffarat bagi dosa. Sakit juga merupakan kebaikan yang mengalir pada yang ditimpanya, tentu saja kalau pasrah dan ikhlas karena-Nya. Tapi yang unik ialah Ubay tak sekadar meminta sakit sepanjang hayat, tapi disertai dengan ungkapan: sakit yang tidak menghalangiku berjuang di jalan Allah.

Ya Allah, Allahu Akbar. Siapa yang berani di antara kita yang bersikap seperti Ubay bin Ka`ab. Melalui media sakit, dia bisa selalu bersyukur dan ingat kepada Allah. Ia tahu betul bahwa kesempatan dan kesehatan justru banyak melenakan orang. Dengan meminta sakit sepanjang hayat yang tak menghalanginya berjuang di jalan Allah, dia memiliki dua keuntungan sekaligus: dosa-dosanya akan senantiasa terhapus, dan dia akan selalu dialiri kebaikan, karena sakit tak menghalanginya untuk berjuang di jalan Allah.

Inilah salah satu keunikan generasi sahabat, sakitpun bisa dihikmahi dan diarifi sedimikian rupa untuk mengharap ridha Allah subhanahu wata`ala. Lalu bagaimana dengan kita yang masih punya banyak kesempatan dan masi sehat bugar ini? Kebaikan apa yang bisa dilakukan di masa yang akan datang? Apakah kita bisa menjadi hamba yang bersyukur dengan kenikmatan yang diberi Allah, atau malah menjadi hamba yang kufur? (hidayatullah/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/