SUMUTPOS.CO – Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 tinggal hitungan hari. Potensi permainan politik uang tampaknya masih kental terjadi, tak terkecuali di Provinsi Sumatera Utara. Bahkan, masyarakat disinyalir makin terang-terangan mengaku ‘siap menerima serangan fajar’ dari para kontestan pemilu. Hasil survei perilaku pemilih salahsatu parpol, 40 persen pemilih masih menunggu adanya serangan fajar.
CALON anggota legislative (Caleg) dari Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Anton Siahaan kepada Sumut Pos mengakui, politik uang memang tidak dapat dihindari. Bukan hanya pada edisi pemilu kali ini. “Hampir di seluruh daerah di Indonesia, setiap ada momen pemilu, semakin mencuat. Begitupun di Sumut ini,” kata Anton Siahaan, Senin (8/4).
Dia mengamati, setiap blusukan ke sejumlah warung kopi dan bertemu masyarakat pada daerah pemilihannya, jika membahas dukung-mendukung caleg tertentu, selalu masyarakat menanyakan berapa jumlah uang yang akan diberi untuk suara mereka. “Bahkan di media sosial saya pernah baca, ada yang terus terang menebar postingan dan status ‘kami sembilan orang siap menerima serangan fajar’. Ini ‘kan sudah sangat terang-terangan sekali,” katanya.
Tak hanya itu, kerap ia dapati ketika bersosialisasi di daerah pemilihannya, para caleg sudah mengalokasikan ‘serangan fajar’ dalam biaya politiknya pada hari pencoblosan nanti. “Kalau untuk tingkat kabupatenlah kita bilang, karena saya Dapil Siantar-Simalungun, cost politik ‘serangan fajar’ itu cukup tinggi. Si caleg DPR RI bahkan ada yang mematok hingga Rp500 ribu per suara. Untuk DPRD tingkat satu di atas Rp350 ribu per suara. Paling minim pun untuk tingkat dua, dari Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per suara sudah mereka siapkan. Menurut perhitungan mereka, hal itu masih realistis dengan suara yang mau didapatkan untuk duduk,” paparnya.
Apakah Anda akan mengikuti permainan seperti itu?
Dia menjawab, tidak punya modal untuk menyediakan uang sebanyak itu. Sehingga ia lebih nothing to lose dalam kontestasi kali ini. “Saya pernah menanyakan hal ini kepada caleg petahana yang sudah berpengalaman juga tentunya di dunia politik. Dia sampaikan kalau dirinya mesti menyediakan uang sampai Rp3 miliar untuk itu saja (serangan fajar), mending buka usaha saja lebih jelas. Dan saya mengamini jawaban dia itu. Makanya saya nggak berpikir untuk ikutan kayak begitu,” ucapnya.
Ia berharap, Bawaslu di semua tingkatan untuk lebih meningkatkan pengawasan, mengingat sembilan hari jelang pencoblosan praktek-praktek kotor kayak politik uang makin gencar terjadi. “Kalau bisa, petugas Bawaslu itu selalu libatkan aparat kepolisian untuk menyelidiki oknum-oknum caleg yang bermain politik uang tersebut, sehingga kalau kedapatan bisa segera diproses dan menjadi efek jera bagi oknum caleg lainnya,” katanya.
Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Sumut, Sugiat Santoso juga mengungkapkan, dari hasil survei perilaku pemilih yang telah dilakukan, 40 persen di antaranya justru masih menunggu adanya serangan fajar.
“Kalau kita bicara, apakah serangan fajar itu masih efektif? Ya mungkin saja masih efektif. Karena dari hasil survei, ternyata 40 persen masyarakat justru masih mengharapkan serangan fajar. Miris sekali. Tapi kalau kita bicara tentang demokrasi, serangan fajar justru membuat nilai demokrasi dari pemilu itu sendiri menjadi hancur,” sebut Sugiat kepada Sumut Pos, kemarin.
Oleh sebab itu, kata Sugiat, pihaknya terus melakukan sosialisasi atas pentingnya kejujuran masyarakat untuk menentukan pilihannya. “Kita terus melakukan upaya pendekatan, mulai dari pendekatan secara agama maupun secara pengetahuan politik, suara mereka sangat berharga dan akan sangat disayangkan apabila diperjualbelikan,” katanya.
Caleg Partai Golkar yang juga Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut, Riza Fakhrumi Tahir malah menilai, serangan fajar merupakan perbuatan yang haram dan merupakan dosa besar. Baginya, mereka yang memberikan dan menerima serangan fajar sama-sama telah melakukan perbuatan dosa. Tidak hanya haram, Riza pun mengatakan, serangan fajar merupakan tindakan ilegal. Dan untuk setiap yang melakukannya harus diganjar hukum tegas.
“Serangan fajar itu haram. Saya yakin apapun agamanya pasti berpendapat yang sama. Selain haram, juga melanggar undang-undang. Siapa saja yang melakukan serangan fajar, tangkap dia, sekalipun kader Golkar sendiri,” ucap Riza.
Begitupun dengan Sekretaris DPD Partai Demokrat Sumut Meilizar Latief. Caleg DPRD Sumut dapil Sumut 1 ini bahkan menilai, serangan fajar adalah sebuah bentuk intimidasi. Tidak hanya sebuah tindakan paksaan, Meilizar juga menyebutkan bahwa serangan fajar juga membuat berkurangnya nilai demokrasi itu sendiri. “Masyarakat dipaksa menjual haknya dalam memilih caleg yang dia mau pilih. Kalau sudah begini, di mana lagi nilai demokrasinya?” kata Meilizar.
Senada dengan itu, Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Japorman Saragih mengatakan, serangan fajar bukanlah tindakan demokrasi melainkan tindakan kriminalisasi. Tak hanya menjual suaranya, Japorman juga menilai bahwa serangan fajar itu membuat masyarakat mempertaruhkan nasibnya selama lima tahun kedepan demi nominal yang sangat tidak sebanding nilainya dengan nasib masyarakat itu sendiri.
“Wakil rakyat itu dipilih karena kita yakin dia bisa mewakili kita untuk menyuarakan hati kita agar pemerintah mau memperhatikan masyarakat supaya bisa hidup lebih baik. Itu intinya. Jadi, kalau sudah memilih karena serangan fajar, percuma masyarakat berharap agar kehidupannya menjadi lebih baik, karena dia tidak memilih yang terbaik ,” jelasnya.
Pengamat sosial politik dari UMSU Sohibul Ansor Siregar mengatakan, nilai-nilai demokrasi luntur dengan adanya serangan fajar. “Itulah fenomena yang memang selalu terjadi di saat-saat menjelang Pemilu seperti ini. Ada permintaan maka ada penawaran. Siapa yang mau disalahkan, kita juga tidak tahu. Mereka yang memberikan juga akan percuma, kalau tidak ada yang menerima. Mereka yang meminta juga percuma kalau tidak ada yang memberi,” ujar Sohibul.
Menurutnya, cara ini hanya akan menjadi ampuh apabila memang masyarakat membutuhkannya. Untuk itu, tingkat kesejahteraan masyarakat juga menjadi barometer tingginya angka serangan fajar. Masyarakat dengan ekonomi yang relatif lebih lemah dinilai Sohibul sebagai target atau sasaran bagi para politisi yang ingin mendulang suara dengan cara-cara yang curang.
“Kalau semua masyarakat sejahtera, mana ada yang mau menerima serangan fajar dengan nominal murah. Kalau harus dengan nominal yang sangat mahal, mana mungkin semua caleg mampu. Masyarakat dengan nilai ekonomi lemah lah yang menjadi sasaran, membeli suara mereka dengan harga yang relatif murah,” terangnya.
Untuk itu, katanya, masyarakat harus berani menolak untuk diberikan serangan fajar sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap bangsa dan bukti kecerdasan masyarakat. “Begitupun dengan para caleg, mereka harus berani menolak untuk memberi sekalipun mereka ditawarkan oleh para pemilih yang dijanjikan akan memilih dirinya apabila diberi serangan fajar. Kalau mau fenomena ini berakhir, semua pihak, baik itu Caleg maupun masyarakat semua harus merubah pola pikirnya dan berani untuk berubah,” tutupnya.
Menyikapi fenomena serangan fajar ini, Ketua Bawaslu Sumut Syafrida Rasahan mengatakan, pihaknya memang sangat konsern dan selalu mewanti-wanti permainan politik uang ini. Karenanya, melalui Kampung Pengawasan yang sudah terbentuk di Asahan sebagai percontohan, lalu diikuti dengan Kampung Pengawasan lainnya yang ada di Sumut, dapat menjadi wadah bagi partisipasi masyarakat untuk melaporkan adanya permainan seperti itu. “Kawan-kawan wartawan juga kita harapkan menjadi kaki, tangan, mata dan telinga bagi kami lembaga pengawasan. Sebab tidak mungkin Bawaslu sendiri yang melakukan pengawasan jika tidak dibantu elemen masyarakat dan juga kawan-kawan media,” katanya.
Pihaknya juga selalu menginstruksikan kepada jajaran Bawaslu kabupaten/kota, supaya melakukan pengawasan dan patroli secara intensif hingga ke akar rumput sehingga praktek kotor politik uang mampu diminimalisir. “Dan seperti biasa setiap masa tenang nantinya selama tiga hari sampai hari pencoblosan, petugas kami aktif berkeliling atau patroli melakukan pengawasan agar praktek money politic dapat diberangus. Namun begitu sekali lagi saya katakan, tanpa dukungan bersama seperti elemen masyarakat dan kawan-kawan jurnalis, Bawaslu tidak akan maksimal melakukan pengawasan. Peran aktif semua stakeholder tentu sangat kami harapkan,” pungkasnya.
Bawaslu Dairi Berpatroli
Menyahuti instruksi Bawaslu RI, Bawaslu Dairi akan melakukan patroli pengawasan politik uang pada masa tenang. Menurut Divisi Hukum Pelanggaran dan Sengketa Bawaslu Dairi, Pandapotan Rajagukguk mengatakan, patroli pengawasan politik uang tersebut berdasarkan surat edaran Bawaslu RI Nomor 078/K.Bawaslu/PM.01.00/3/2019 tertanggal 29 Maret 2019. Dalam surat edaran itu, Bawaslu RI menginstruksikan seluruh Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan patroli money politic.
Dan untuk Kabupaten Dairi lanjut Pandapotan, mereka telah menginstruksikan semua Panwaslih Kecamatan dan pengawas TPS melakukan pengawasan di masa tenang akan dimulai sejak, 14-16 April 2019. Dan khusus, 16 April 2019 akan dilakukan 24 jam.
Terpisah, Komisoner KPU Dairi divisi hukum, Verianto Sitohang ditemui di Kantor KPU Jalan Palapa Sidikalang, Senin (8/4) mengatakan, dalam setiap sosialisasi dilakukan KPU terhadap masyarakat. KPU telah menjelaskan dampak politik uang. Sebab, seorang calon anggota legislatif (Caleg) menang karena melakukan politik uang akan melakukan korupsi. Kita terus menyuarakan supaya masyarakat menolak caleg yang melakukan politik uang.
Secara singkat kita juga menjelaskan kepada masyarakat, bahwa sesuai peraturan yang menerima dan memberi sama-sama terjerat hukum. Dan sebagai komitmen kami terkait money politik dimaksud, KPU sudah jelas menolak caleg yang terlibat korupsi. Verianto menambahkan, KPU dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menandatangani kesepakatan untuk mengajak masyarakat memilih caleg yang jujur, tandasnya. (prn/mag-1/mag-10)