26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Seperti Manusia, Bakteri Juga Pemakai Body Lotion

Yosmina Helena Tapilatu, Peneliti Muda yang Suka Berburu Bakteri di Laut Dalam

Umur Yosmina Helena Tapilatu baru 34 tahun. Tapi, gadis asal Ternate itu sudah bergelar doktor dari sebuah kampus ternama di Prancis. Kini dia sedang menyiapkan penelitiannya berburu bakteri di laut dalam. Jika berhasil, manfaatnya cukup besar bagi kehidupan manusia.

M. HILMI SETIAWAN, Jakarta

Senyum ceria terus mengembang, terpancar dari wajah Yosmina Helena Tapilatu. Dia duduk di antara lima perempuan muda yang hari itu (21/10) dijamu makan siang di Jakarta. Mereka adalah para pemenang beasiswa penelitian L’Oreal-UNESCO for Women in Science. Yos (panggilan akrab Yosmina) dan teman-temannya tersebut berhak atas beasiswa penelitian Rp70 juta.

Sebelum menyantap aneka menu hidangan khas Jawa yang berwarna-warni, Yos menuturkan penelitiannya secara detail kepada Jawa Pos dengan bahasa yang mudah dimengerti. Contoh-contoh yang disampaikan perempuan yang baru memperoleh gelar doktor dari Universite Aix-Marseille II, Prancis, tersebut juga sangat sederhana.

Dia menyatakan, jika beasiswanya cair, dirinya akan meneliti keberadaan bakteri yang bermanfaat yang hidup di laut dalam Maluku. Bakteri yang dimaksud adalah berbagai bakteri yang mampu menghasilkan senyawa kimia eksopolisakarida.

Seberapa dalam laut yang dicari” ’’Kedalamannya 400 hingga 500 meter. Maluku terkenal dengan lautnya yang dalam. Tentu tidak sulit mencari laut yang dalam,’’ ujar perempuan yang berulang tahun setiap 17 Agustus tersebut.
Yos mengakui, ketika meneliti nanti, dirinya tidak akan menyelam sendiri. ’’Apalagi, saya tidak bisa diving (menyelam, Red),’’ katanya. Tapi, dalam praktiknya, Yos bakal dibantu Kapal Baruna Jaya VII.

Perempuan yang gemar meneliti makhluk hidup superkecil atau mikroskopik itu menuturkan, dirinya masih belum bisa memastikan apakah di perairan laut dalam Maluku terdapat bakteri yang dicari. ’’Namanya juga berburu. Apalagi, pencairan bakteri jenis ini sangat jarang dilakukan peneliti Indonesia,’’ katanya.

Padahal, ujar Yos, cukup banyak manfaat bakteri laut yang menghasilkan senyawa kimia eksopolisakarida. Dia tidak memungkiri, bakteri-bakteri serupa di daratan gampang ditemukan. Namun, dia bertekad, sumber daya alam Indonesia sebagai negara maritim atau kelautan harus digali. Termasuk, sumber daya bakteri yang bermanfaat dan berguna bagi kelangsungan hidup manusia.

Dengan mencoba menghindari bahasa atau istilah biologi dan kimia yang rumit, dia memaparkan kerja bakteri bermanfaat yang bakal diburu itu. Yos menuturkan, bakteri bermanfaat tersebut dia buru karena mampu menghasilkan eksopolisakarida.

Yos lantas menganalogikan pola hidup bakteri itu layaknya manusia. Dalam kondisi tertentu, misalnya lingkungannya tercemar bahan kimia yang mengancam hidupnya, bakteri akan melapisi tubuhnya dengan body lotion. Nah, body lotion itulah yang disebut eksopolisakarida.

Body lotion buatan bakteri tersebut, menurut Yos, sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup umat manusia. Di antaranya, bisa dimanfaatkan dalam industri pangan, farmasi, kosmetik, hingga pembuatan kantong plastik ramah lingkungan yang mampu hancur dalam waktu cepat.

Manfaat lain body lotion bakteri itu adalah bisa menetralisasi pencemaran logam-logam berat di lautan. Salah satu pencemaran logam berat yang sering muncul di Indonesia adalah pencemaran merkuri. Selama ini, kata Yos, upaya menanggulangi pencemaran merkuri kurang optimal. Sebab, merkuri tidak hilang hanya dengan dipindah tempatnya.
Misalnya, dengan bantuan bahan kimia, cairan merkuri dipindah dari permukaan lautan ke dalam lapisan laut yang lebih dalam. ’’Secara kasatmata merkurinya memang tidak ada. Tapi, itu sangat membahayakan ekosistem di laut yang lebih dalam,’’ paparnya.

Namun, tidak demikian jika menggunakan eksopolisakarida untuk menetralisasi pencemaran merkuri. Dia menjelaskan, dengan kadar tertentu, eksopolisakarida mampu ’’memakan’’ dengan rakus kandungan merkuri dalam air.

Sementara , untuk kepentingan makanan, senyawa kimia eksopolisakarida bisa digunakan sebagai pengenyal pada jeli. Selain itu, bisa digunakan untuk pengembang olahan makanan semacam roti.

Dalam industri lainnya, eksopolisakarida bisa dimanfaatkan untuk memproduksi kantong plastik ramah lingkungan. Yos mengakui saat ini sedang mengupayakan perang melawan timbunan kantong plastik yang butuh waktu ratusan tahun .

Katanya, negara di benua Eropa sudah ditemukan bakteri laut dalam yang menghasilkan eksopolisakarida. Di antaranya, bakteri pseudoalteromonas. Tapi, Yos perlu bukti apakah di perairan laut dalam Maluku terdapat kandungan bakteri pseudoalteromonas atau tidak.

Jika ada, perlu dibuktikan lagi apakah bakteri tersebut dalam kondisi tertentu mampu menghasilkan senyawa kimia eksopolisakarida.

Dia memperkirakan, waktu untuk berburu bakteri penghasil eksopolisakarida tersebut sekitar setengah tahun atau bahkan sampai setahun. Dia menambahkan, kondisi laboratorium di tempatnya bekerja di Ambon bisa jadi kurang memadai.

Karena itu, setelah berhasil mengangkat beberapa lapisan sedimen dari laut dalam Maluku, dirinya akan terbang ke Jakarta untuk meneliti lagi di laboratorium LIPI yang lebih lengkap.

Untungnya, Yos yakin bahwa keterbatasan sarana di tempatnya bekerja tidak berkaitan dengan peralatan berburu. ’’Saya tegaskan lagi, yang kurang adalah fasilitas laboratoriumnya,’’ paparnya. Sebuah kapal dan alat khusus untuk mengangkat sedimen sudah cukup untuk berburu.

Yos memperkirakan, dirinya tidak butuh jarak tempuh jauh untuk mencari lokasi yang tepat. Beberapa mil berlayar dari bibir pantai, dia mengaku sudah berada di laut dengan kedalaman 400–500 meter.

Namun, dia khawatir perburuannya mengambil bakteri penghasil eksopolisakarida itu bakal terganggu kondisi alam. Dia menuturkan, kondisi alam di perairan Maluku tidak menentu. Kadang bersahabat, tapi tiba-tiba kemudian cuaca bisa menjadi sangat kejam. ’’Saya mohon doanya saja supaya perburuan saya sukses,’’ tegas Yos. (*)

Yosmina Helena Tapilatu, Peneliti Muda yang Suka Berburu Bakteri di Laut Dalam

Umur Yosmina Helena Tapilatu baru 34 tahun. Tapi, gadis asal Ternate itu sudah bergelar doktor dari sebuah kampus ternama di Prancis. Kini dia sedang menyiapkan penelitiannya berburu bakteri di laut dalam. Jika berhasil, manfaatnya cukup besar bagi kehidupan manusia.

M. HILMI SETIAWAN, Jakarta

Senyum ceria terus mengembang, terpancar dari wajah Yosmina Helena Tapilatu. Dia duduk di antara lima perempuan muda yang hari itu (21/10) dijamu makan siang di Jakarta. Mereka adalah para pemenang beasiswa penelitian L’Oreal-UNESCO for Women in Science. Yos (panggilan akrab Yosmina) dan teman-temannya tersebut berhak atas beasiswa penelitian Rp70 juta.

Sebelum menyantap aneka menu hidangan khas Jawa yang berwarna-warni, Yos menuturkan penelitiannya secara detail kepada Jawa Pos dengan bahasa yang mudah dimengerti. Contoh-contoh yang disampaikan perempuan yang baru memperoleh gelar doktor dari Universite Aix-Marseille II, Prancis, tersebut juga sangat sederhana.

Dia menyatakan, jika beasiswanya cair, dirinya akan meneliti keberadaan bakteri yang bermanfaat yang hidup di laut dalam Maluku. Bakteri yang dimaksud adalah berbagai bakteri yang mampu menghasilkan senyawa kimia eksopolisakarida.

Seberapa dalam laut yang dicari” ’’Kedalamannya 400 hingga 500 meter. Maluku terkenal dengan lautnya yang dalam. Tentu tidak sulit mencari laut yang dalam,’’ ujar perempuan yang berulang tahun setiap 17 Agustus tersebut.
Yos mengakui, ketika meneliti nanti, dirinya tidak akan menyelam sendiri. ’’Apalagi, saya tidak bisa diving (menyelam, Red),’’ katanya. Tapi, dalam praktiknya, Yos bakal dibantu Kapal Baruna Jaya VII.

Perempuan yang gemar meneliti makhluk hidup superkecil atau mikroskopik itu menuturkan, dirinya masih belum bisa memastikan apakah di perairan laut dalam Maluku terdapat bakteri yang dicari. ’’Namanya juga berburu. Apalagi, pencairan bakteri jenis ini sangat jarang dilakukan peneliti Indonesia,’’ katanya.

Padahal, ujar Yos, cukup banyak manfaat bakteri laut yang menghasilkan senyawa kimia eksopolisakarida. Dia tidak memungkiri, bakteri-bakteri serupa di daratan gampang ditemukan. Namun, dia bertekad, sumber daya alam Indonesia sebagai negara maritim atau kelautan harus digali. Termasuk, sumber daya bakteri yang bermanfaat dan berguna bagi kelangsungan hidup manusia.

Dengan mencoba menghindari bahasa atau istilah biologi dan kimia yang rumit, dia memaparkan kerja bakteri bermanfaat yang bakal diburu itu. Yos menuturkan, bakteri bermanfaat tersebut dia buru karena mampu menghasilkan eksopolisakarida.

Yos lantas menganalogikan pola hidup bakteri itu layaknya manusia. Dalam kondisi tertentu, misalnya lingkungannya tercemar bahan kimia yang mengancam hidupnya, bakteri akan melapisi tubuhnya dengan body lotion. Nah, body lotion itulah yang disebut eksopolisakarida.

Body lotion buatan bakteri tersebut, menurut Yos, sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup umat manusia. Di antaranya, bisa dimanfaatkan dalam industri pangan, farmasi, kosmetik, hingga pembuatan kantong plastik ramah lingkungan yang mampu hancur dalam waktu cepat.

Manfaat lain body lotion bakteri itu adalah bisa menetralisasi pencemaran logam-logam berat di lautan. Salah satu pencemaran logam berat yang sering muncul di Indonesia adalah pencemaran merkuri. Selama ini, kata Yos, upaya menanggulangi pencemaran merkuri kurang optimal. Sebab, merkuri tidak hilang hanya dengan dipindah tempatnya.
Misalnya, dengan bantuan bahan kimia, cairan merkuri dipindah dari permukaan lautan ke dalam lapisan laut yang lebih dalam. ’’Secara kasatmata merkurinya memang tidak ada. Tapi, itu sangat membahayakan ekosistem di laut yang lebih dalam,’’ paparnya.

Namun, tidak demikian jika menggunakan eksopolisakarida untuk menetralisasi pencemaran merkuri. Dia menjelaskan, dengan kadar tertentu, eksopolisakarida mampu ’’memakan’’ dengan rakus kandungan merkuri dalam air.

Sementara , untuk kepentingan makanan, senyawa kimia eksopolisakarida bisa digunakan sebagai pengenyal pada jeli. Selain itu, bisa digunakan untuk pengembang olahan makanan semacam roti.

Dalam industri lainnya, eksopolisakarida bisa dimanfaatkan untuk memproduksi kantong plastik ramah lingkungan. Yos mengakui saat ini sedang mengupayakan perang melawan timbunan kantong plastik yang butuh waktu ratusan tahun .

Katanya, negara di benua Eropa sudah ditemukan bakteri laut dalam yang menghasilkan eksopolisakarida. Di antaranya, bakteri pseudoalteromonas. Tapi, Yos perlu bukti apakah di perairan laut dalam Maluku terdapat kandungan bakteri pseudoalteromonas atau tidak.

Jika ada, perlu dibuktikan lagi apakah bakteri tersebut dalam kondisi tertentu mampu menghasilkan senyawa kimia eksopolisakarida.

Dia memperkirakan, waktu untuk berburu bakteri penghasil eksopolisakarida tersebut sekitar setengah tahun atau bahkan sampai setahun. Dia menambahkan, kondisi laboratorium di tempatnya bekerja di Ambon bisa jadi kurang memadai.

Karena itu, setelah berhasil mengangkat beberapa lapisan sedimen dari laut dalam Maluku, dirinya akan terbang ke Jakarta untuk meneliti lagi di laboratorium LIPI yang lebih lengkap.

Untungnya, Yos yakin bahwa keterbatasan sarana di tempatnya bekerja tidak berkaitan dengan peralatan berburu. ’’Saya tegaskan lagi, yang kurang adalah fasilitas laboratoriumnya,’’ paparnya. Sebuah kapal dan alat khusus untuk mengangkat sedimen sudah cukup untuk berburu.

Yos memperkirakan, dirinya tidak butuh jarak tempuh jauh untuk mencari lokasi yang tepat. Beberapa mil berlayar dari bibir pantai, dia mengaku sudah berada di laut dengan kedalaman 400–500 meter.

Namun, dia khawatir perburuannya mengambil bakteri penghasil eksopolisakarida itu bakal terganggu kondisi alam. Dia menuturkan, kondisi alam di perairan Maluku tidak menentu. Kadang bersahabat, tapi tiba-tiba kemudian cuaca bisa menjadi sangat kejam. ’’Saya mohon doanya saja supaya perburuan saya sukses,’’ tegas Yos. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/