30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kelompok Perencanca Pembunuhan Pejabat Negara, Penyandang Dana Orang Papan Atas

Target Pembunuhan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Empat nama pejabat negara yang menjadi target dalam rencana pembunuhan oleh enam tersangka, akhirnya diungkap ke publik. Keempat nama itu adalah Wiranto, Luhut Binsar Panjaitan, Budi Gunawan, dan Gories Mere. Identitas perencana pembunuhan juga sudah diketahui polisi. Penyandang dananya digambarkan sebagai ‘orang papan atas’.

KAPOLRI Jenderal (Pol) Tito Karnavian dalam temu pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5), mengungkap nama-nama pejabar negara yang menjadi target. “Ada Pak Wiranto Menko Polhukam, ada Pak Luhut, Menko Maritim. Lalu ada Pak Kepala BIN, dan juga ada Pak Gories Mere,” ujar Tito.

Wiranto saat ini sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dan Gories Mere sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan.

Tito memastikan, informasi tersebut berasal dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Bukan berasal dari informasi intelijen. “Ini dari hasil pemeriksaan tersangka. Jadi bukan informasi intelijen. Kalau informasi intelijen tidak perlu pro justicia,” lanjut dian

Sebelumnya, polisi mengungkap adanya kelompok pihak ketiga yang ingin menciptakan martir dalam aksi menolak hasil pilpres pada 22 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu, Jakarta. Selain itu, kelompok ini juga diduga berniat melakukan upaya pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.

Rencana pembunuhan terhadap pejabat ini terungkap setelah polisi menangkap tiga kelompok yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil pilpres di depan Bawaslu. Kelompok ini juga sempat bergabung di kerumunan massa dengan membawa senjata api. Dari kelompok terakhir, polisi telah mengamankan enam tersangka, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, dan HF.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, penyandang dana dalam kasus rencana pembunuhan pejabat negara adalah orang papan atas. Sang penyandang dana memberikan pecahan dollar Singapura untuk digunakan membeli senjata.

“Iya (orang papan atas) pendananya ya,” ujar Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5).

Namun, saat ditanya siapa pendana tersebut, Dedi mengatakan sosok tersebut masih didalami dan akan diungkap.

Dedi mengatakan, pendana memberikan pecahan dollar Singapura kepada HK selaku tersangka koordinator lapangan dalam kasus tersebut.

Pecahan dollar Singapura yang diterima HK senilai Rp 150 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli senjata. “Langsung dikasih cash. Kemudian dicairkan di money changer Rp150 juta, langsung dia pakai untuk itu (beli senjata),” kata Dedi.

Nantinya uang untuk honor bagi para eksekutor akan diberikan lagi di luar Rp 150 juta yang digunakan untuk membeli senjata. “Honor untuk aksi dikasih lagi. Rp 150 juta itu buat beli senjata. Baru Rp 50 juta dapat senjata, sisanya untuk beli senpi laras panjang. Kalau laras pendek kan ada empat tuh,” lanjut Dedi.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menjelaskan, kronologi upaya pembunuhan ini bermula sejak 1 Oktober 2018. Saat itu, HK mendapatkan perintah dari seseorang untuk membeli senjata.

“HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senpi laras pendek di Kalibata. Seseorang ini, pihak kami sudah mengetahui identitasnya. Sedang didalami,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5).

Setelah itu, pada 13 Oktober HK menjalankan perintah dan membeli senjata. Ada empat senjata yang didapat oleh HK dari AF dan AD. Sebagian senjata itu lalu diserahkan HK kepada rekannya, AZ, TJ, dan IR.

Pada 14 Maret, HK mendapat transfer Rp 150 juta. Sebanyak Rp 25 juta ia bagikan kepada TJ. TJ diminta membunuh dua tokoh nasional.

Pada 12 April, HK kembali mendapat perintah lagi untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya. Total target empat tokoh nasional.

Selain empat pejabat negara, belakangan HK juga mendapat perintah untuk membunuh seorang pemimpin lembaga survei. “Terdapat perintah lain melalui tersangka AZ untuk bunuh satu pemimpin lembaga swasta. Lembaga survei. Dan tersangka tersebut sudah beberapa kali menyurvei rumah tokoh tersebut,” ujar Iqbal.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, para eksekutor rencana pembunuhan dijanjikan uang tanggungan keluarga, jika misi berhasil.

“Ada janji juga pokoknya kalau berhasil mengeksekusi satu yang apa namanya empat, tapi satu dulu yang harus dieksekusi dulu yang lembaga survei itu lho. Kalau misalnya dapat itu, hajar dulu yang lembaga survei, nanti baru dikasih uang dan seluruh keluarganya ditanggung,” ujar Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5).

Dedi juga membenarkan bahwa AF, tersangka dalam kasus rencana pembunuhan empat pejabat negara, merupakan istri seorang purnawirawan.

“Ya (AF istri purnawirawan),” kata Dedi saat ditanya apakah AF merupakan istri dari seorang purnawirawan. Namun, Dedi tak merinci lebih lanjut apakah AF merupakan istri seorang purnawirawan TNI atau Polri. “Enggak usah dikasih tahu itu sudah tahu,” lanjut dia.

Wiranto: Sejak Dulu Selalu Ada

Menko Polhukam Wiranto mengatakan, tak terpengaruh dengan ancaman pembunuhan terhadap dirinya. Ia mengaku akan bekerja seperti biasanya. Ia pun berharap polisi segera mengusut tuntas kasus tersebut hingga sang pendana dan aktor intelektual ditangkap.

“Memang rencana pembunuhan kepada pejabat itu kan ditujukan atau dimaksud untuk memberikan rasa takut agar pejabat yang bersangkutan kemudian mengurangi aktivitasnya, lemah. Tetapi kami tidak seperti itu,” ujar Wiranto.

“Biarpun ada ancaman pembunuhan ya, kami semua tetap bekerja keras sesuai dengan prosedur yang ada. Orientasi kami adalah mengamankan keselamatan negara. Soal nyawa itu ada di tangan Tuhan yang maha kuasa, Allah SWT,” lanjut mantan Panglima ABRI itu.

Ia menyebutkan, rencana pembunuhan terhadap pejabat negara sebenarnya sudah ada sejak dulu. Meski demikian, Wiranto menyatakan aparat keamanan cukup sigap dalam menangkap dan mengungkap penumpang gelap aksi 21-22 Mei 2019.

“Kita bersyukur bahwa aparat keamanan kita cukup sigap ya. Operasi intelijen, operasi keamanan, itu sangat cepat sekali,” kata Wiranto. Di mana dalang aksi kerusuhan tersebut juga sudah diketahui oleh kepolisian, baik penjual maupun pemasok senjata, yang memerintahkan kerusuhan dan rencana pembunuhan serta eksekutornya. “Tim sudah menangkap, ya, baik penjual, pemasok, yang memerintahkan, eksekutor, maupun penadahnya. Kita tunggu saja pemeriksaan kepolisian, ya,” ujar Wiranto.

Sementara Kepala Staf Presiden Moeldoko mengaku bahwa dirinya juga menjadi salah satu target pembunuhan kelompok teroris di Indonesia. Namun, bagi Moeldoko, hal itu sudah menjadi risiko dirinya sebagai salah seorang pejabat negara.

“Apa yang mau dikomentari ya? Itu kan maunya dia (teroris). Kalau kita mah, ya itu risiko dari tugaslah. Biasa,” ujar Moeldoko saat dijumpai di kantornya, Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (28/5). Meski demikian, ia tetap tidak mau lengah. Sejak pekan lalu, Moeldoko mendapat pengamanan tambahan sebanyak dua orang yang berasal dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat.

Moeldoko mengatakan, target kelompok teroris adalah mereka yang lantang dalam menegakkan kedaulatan negara. “Bagi saya, yang kita tegakkan ini kedaulatan negara. Tidak ada yang lain. Wong ini saya dilahirkan sebagai prajurit untuk itu, sekarang pun enggak berubah. Jadi siapa saja yang nyata-nyata mengganggu kedaulatan negara, itu sudah tugas kami,” ujar Moeldoko.

Tiga Kelompok Penumpang Gelap

Seperti diketahui, polisi telah mengungkap tiga kelompok penumpang gelap yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil pilpres di depan Bawaslu pada 21- 22 Mei. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, kelompok pertama adalah mereka yang berusaha menyelundupkan senjata api ilegal dari Aceh.

Senjata ilegal tersebut antara lain jenis M4 Carbine berikut dua buah magasin, peredam suara, tali sandang, dan tas senjata. Ada pula senpi berjenis Revolver dan Glock beserta 50 butir peluru.

Kelompok kedua adalah mereka yang diduga bagian dari kelompok teroris. Kelompok kedua ini terungkap setelah polisi mengamankan dua orang perusuh dalam aksi unjuk rasa yang memiliki afiliasi dengan kelompok pro Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS.

Kelompok terakhir yang diduga ingin menunggangi aksi 21-22 Mei 2019 adalah mereka yang berupaya merancang pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei. (kps/bbs)

Target Pembunuhan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Empat nama pejabat negara yang menjadi target dalam rencana pembunuhan oleh enam tersangka, akhirnya diungkap ke publik. Keempat nama itu adalah Wiranto, Luhut Binsar Panjaitan, Budi Gunawan, dan Gories Mere. Identitas perencana pembunuhan juga sudah diketahui polisi. Penyandang dananya digambarkan sebagai ‘orang papan atas’.

KAPOLRI Jenderal (Pol) Tito Karnavian dalam temu pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5), mengungkap nama-nama pejabar negara yang menjadi target. “Ada Pak Wiranto Menko Polhukam, ada Pak Luhut, Menko Maritim. Lalu ada Pak Kepala BIN, dan juga ada Pak Gories Mere,” ujar Tito.

Wiranto saat ini sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dan Gories Mere sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan.

Tito memastikan, informasi tersebut berasal dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Bukan berasal dari informasi intelijen. “Ini dari hasil pemeriksaan tersangka. Jadi bukan informasi intelijen. Kalau informasi intelijen tidak perlu pro justicia,” lanjut dian

Sebelumnya, polisi mengungkap adanya kelompok pihak ketiga yang ingin menciptakan martir dalam aksi menolak hasil pilpres pada 22 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu, Jakarta. Selain itu, kelompok ini juga diduga berniat melakukan upaya pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.

Rencana pembunuhan terhadap pejabat ini terungkap setelah polisi menangkap tiga kelompok yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil pilpres di depan Bawaslu. Kelompok ini juga sempat bergabung di kerumunan massa dengan membawa senjata api. Dari kelompok terakhir, polisi telah mengamankan enam tersangka, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, dan HF.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, penyandang dana dalam kasus rencana pembunuhan pejabat negara adalah orang papan atas. Sang penyandang dana memberikan pecahan dollar Singapura untuk digunakan membeli senjata.

“Iya (orang papan atas) pendananya ya,” ujar Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5).

Namun, saat ditanya siapa pendana tersebut, Dedi mengatakan sosok tersebut masih didalami dan akan diungkap.

Dedi mengatakan, pendana memberikan pecahan dollar Singapura kepada HK selaku tersangka koordinator lapangan dalam kasus tersebut.

Pecahan dollar Singapura yang diterima HK senilai Rp 150 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli senjata. “Langsung dikasih cash. Kemudian dicairkan di money changer Rp150 juta, langsung dia pakai untuk itu (beli senjata),” kata Dedi.

Nantinya uang untuk honor bagi para eksekutor akan diberikan lagi di luar Rp 150 juta yang digunakan untuk membeli senjata. “Honor untuk aksi dikasih lagi. Rp 150 juta itu buat beli senjata. Baru Rp 50 juta dapat senjata, sisanya untuk beli senpi laras panjang. Kalau laras pendek kan ada empat tuh,” lanjut Dedi.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menjelaskan, kronologi upaya pembunuhan ini bermula sejak 1 Oktober 2018. Saat itu, HK mendapatkan perintah dari seseorang untuk membeli senjata.

“HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senpi laras pendek di Kalibata. Seseorang ini, pihak kami sudah mengetahui identitasnya. Sedang didalami,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5).

Setelah itu, pada 13 Oktober HK menjalankan perintah dan membeli senjata. Ada empat senjata yang didapat oleh HK dari AF dan AD. Sebagian senjata itu lalu diserahkan HK kepada rekannya, AZ, TJ, dan IR.

Pada 14 Maret, HK mendapat transfer Rp 150 juta. Sebanyak Rp 25 juta ia bagikan kepada TJ. TJ diminta membunuh dua tokoh nasional.

Pada 12 April, HK kembali mendapat perintah lagi untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya. Total target empat tokoh nasional.

Selain empat pejabat negara, belakangan HK juga mendapat perintah untuk membunuh seorang pemimpin lembaga survei. “Terdapat perintah lain melalui tersangka AZ untuk bunuh satu pemimpin lembaga swasta. Lembaga survei. Dan tersangka tersebut sudah beberapa kali menyurvei rumah tokoh tersebut,” ujar Iqbal.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, para eksekutor rencana pembunuhan dijanjikan uang tanggungan keluarga, jika misi berhasil.

“Ada janji juga pokoknya kalau berhasil mengeksekusi satu yang apa namanya empat, tapi satu dulu yang harus dieksekusi dulu yang lembaga survei itu lho. Kalau misalnya dapat itu, hajar dulu yang lembaga survei, nanti baru dikasih uang dan seluruh keluarganya ditanggung,” ujar Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5).

Dedi juga membenarkan bahwa AF, tersangka dalam kasus rencana pembunuhan empat pejabat negara, merupakan istri seorang purnawirawan.

“Ya (AF istri purnawirawan),” kata Dedi saat ditanya apakah AF merupakan istri dari seorang purnawirawan. Namun, Dedi tak merinci lebih lanjut apakah AF merupakan istri seorang purnawirawan TNI atau Polri. “Enggak usah dikasih tahu itu sudah tahu,” lanjut dia.

Wiranto: Sejak Dulu Selalu Ada

Menko Polhukam Wiranto mengatakan, tak terpengaruh dengan ancaman pembunuhan terhadap dirinya. Ia mengaku akan bekerja seperti biasanya. Ia pun berharap polisi segera mengusut tuntas kasus tersebut hingga sang pendana dan aktor intelektual ditangkap.

“Memang rencana pembunuhan kepada pejabat itu kan ditujukan atau dimaksud untuk memberikan rasa takut agar pejabat yang bersangkutan kemudian mengurangi aktivitasnya, lemah. Tetapi kami tidak seperti itu,” ujar Wiranto.

“Biarpun ada ancaman pembunuhan ya, kami semua tetap bekerja keras sesuai dengan prosedur yang ada. Orientasi kami adalah mengamankan keselamatan negara. Soal nyawa itu ada di tangan Tuhan yang maha kuasa, Allah SWT,” lanjut mantan Panglima ABRI itu.

Ia menyebutkan, rencana pembunuhan terhadap pejabat negara sebenarnya sudah ada sejak dulu. Meski demikian, Wiranto menyatakan aparat keamanan cukup sigap dalam menangkap dan mengungkap penumpang gelap aksi 21-22 Mei 2019.

“Kita bersyukur bahwa aparat keamanan kita cukup sigap ya. Operasi intelijen, operasi keamanan, itu sangat cepat sekali,” kata Wiranto. Di mana dalang aksi kerusuhan tersebut juga sudah diketahui oleh kepolisian, baik penjual maupun pemasok senjata, yang memerintahkan kerusuhan dan rencana pembunuhan serta eksekutornya. “Tim sudah menangkap, ya, baik penjual, pemasok, yang memerintahkan, eksekutor, maupun penadahnya. Kita tunggu saja pemeriksaan kepolisian, ya,” ujar Wiranto.

Sementara Kepala Staf Presiden Moeldoko mengaku bahwa dirinya juga menjadi salah satu target pembunuhan kelompok teroris di Indonesia. Namun, bagi Moeldoko, hal itu sudah menjadi risiko dirinya sebagai salah seorang pejabat negara.

“Apa yang mau dikomentari ya? Itu kan maunya dia (teroris). Kalau kita mah, ya itu risiko dari tugaslah. Biasa,” ujar Moeldoko saat dijumpai di kantornya, Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (28/5). Meski demikian, ia tetap tidak mau lengah. Sejak pekan lalu, Moeldoko mendapat pengamanan tambahan sebanyak dua orang yang berasal dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat.

Moeldoko mengatakan, target kelompok teroris adalah mereka yang lantang dalam menegakkan kedaulatan negara. “Bagi saya, yang kita tegakkan ini kedaulatan negara. Tidak ada yang lain. Wong ini saya dilahirkan sebagai prajurit untuk itu, sekarang pun enggak berubah. Jadi siapa saja yang nyata-nyata mengganggu kedaulatan negara, itu sudah tugas kami,” ujar Moeldoko.

Tiga Kelompok Penumpang Gelap

Seperti diketahui, polisi telah mengungkap tiga kelompok penumpang gelap yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil pilpres di depan Bawaslu pada 21- 22 Mei. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, kelompok pertama adalah mereka yang berusaha menyelundupkan senjata api ilegal dari Aceh.

Senjata ilegal tersebut antara lain jenis M4 Carbine berikut dua buah magasin, peredam suara, tali sandang, dan tas senjata. Ada pula senpi berjenis Revolver dan Glock beserta 50 butir peluru.

Kelompok kedua adalah mereka yang diduga bagian dari kelompok teroris. Kelompok kedua ini terungkap setelah polisi mengamankan dua orang perusuh dalam aksi unjuk rasa yang memiliki afiliasi dengan kelompok pro Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS.

Kelompok terakhir yang diduga ingin menunggangi aksi 21-22 Mei 2019 adalah mereka yang berupaya merancang pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei. (kps/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/