30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Keluarga Korban Salah Tembak BNN Melapor ke Polda Sumut

Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keluarga M Yasin, korban tewas yang disebut-sebut salah sasaran dalam upaya pengungkapan 81 kilogram sabu dan 102.657 butir pil ekstasi oleh Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), akhirnya membuat laporan resmi ke Mapolda Sumut, Senin (15/7).

Laporan tersebut dilayangkan oleh istri korban, Nurmala Sari, dan diterima oleh Polda Sumut dalam laporan bernomor STPL/989/VII/2019/SUMUT/SPKT III.

“Laporan sudah kami layangkan,” ungkap Staf Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut Ali Isnandar, didampingi keluarga korban.

Isnandar menjelaskan, laporan tersebut dilayangkan keluarga, dengan tuduhan, dugaan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja. Selain melaporkan ke Polda Sumut, rencananya pihaknya juga akan melayangkan laporan serupa ke Komnas HAM. “Untuk tindak lanjut, kami masih menunggu hasil lidik dari kepolisian,” jelasnya.

Sementara istri korban, Nurmala Sari berharap, agar pihak kepolisian dapat memberikan keadilan kepada suaminya. Dia menjelaskan, suaminya sama sekali tidak terlibat dalam jaringan narkoba tersebut. Sehingga menurutnya, petugas yang menyebabkan M Yasin tewas harus dihukum dengan hukuman yang setimpal. “Saya ingin keadilan. Pelakunya harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku,” tegasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya, keluarga korban juga mengadukan perihal kasus ini ke KontraS Sumut, 10 Juli lalu. Adik korban, Jamilah menceritakan, abangnya tewas setelah terjadi kejar-kejaran antara petugas BNN dengan mobil Avanza B 1321 KIJ, yang di dalamnya berisi 5 orang, yakni M Yasin, Sulaiman, M Yusuf, Sofyan Hidayat, dan Robi Syahputra.

Lebih lanjut, Jamilah mengatakan, pada saat aksi kejar-kejaran antara BNN dengan mobil tersangka Honda Jazz BK 1004 VP di kawasan Batubara, mobil Toyota Avanza B 1321 KIJ yang ditumpangi mereka sedang dalam perjalanan untuk mengantarkan suaminya, Rahmadsyah Sitompul usai menghadiri sidang kasus ITE, yang menjerat Rahmadsyah di Batubara.

Rahmadsyah sendiri, sebagaimana yang diketahui juga merupakan saksi dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga di sidang MK beberapa waktu lalu. “Kami enggak tahu ada kejar-kejaran BNN. Kami kira karena di jalan raya, ya biasa mobil kencang-kencang,” ungkapnya.

Karena itu, menurut Jamilah, pihaknya tidak ada melakukan upaya menghalangi pengejaran yang dilakukan oleh BNN. Sementara menurut versi yang disampaikan BNN, mobil Avanza yang mereka tumpangi telah menghalangi pengejaran. “Menurut kronologis BNN, melarikan diri. Padahal mobil itu akan mengantarkan penumpang ke rumahnya,” jelasnya.

Begitupun Sulaiman, yang merupakan seorang dari 5 orang yang diamankan BNN di Lau Dendang, menyampaikan, saat di Deliserdang penumpang yang ada di dalam mobil Avanza B 1321 KIJ panik, karena menyangka mobil petugas BNN adalah kawanan begal. Di dalam mobil, lanjutnya, selain dia dan Yasin, juga terdapat Robi Syahputra dan Sofyan Hidayat yang merupakan pengacara Rahmadsyah.

Dia menerangkan, selama dalam perjalanan menuju Kota Medan, tidak terjadi kendala apapun. Namun saat berada di kawasan Jalan Besar Batangkuis (Simpang Kolam), Deliserdang, mobil mereka pun dihadang. “Kami mengira mobil itu kawanan begal atau rampok, sehingga kami panik,” jelas Sulaiman.

Lantaran dihadang itu, lanjut Sulaiman, M Yasin Cs pun memilih arah lain dan mengarahkan mobil ke arah Lau Dendang. Namun tiba-tiba terdengar suara tembakan, sehingga para penumpang dalam Avanza semakin panik.

Ketika sampai di Lau Dendang imbuh dia, ada mobil lainnya yang menghadang. Sehingga mereka yang merasa ketakutan langsung keluar dari dalam mobil untuk menyelamatkan diri. “Saya tak tahu yang lain melarikan diri ke arah mana. Saya saat itu sampai memanjat pohon mangga untuk menyelamatkan diri,” imbuhnya.

Setelah petugas menyatakan dirinya polisi, Sulaiman mengaku jika dia baru berani turun dari pohon. Namun dia langsung diborgol bersama dengan yang lainnya. “Saat itu ternyata kaki kiri Yusuf tertembak. Sedangkan Yasin terlihat memegangi perutnya dan kepalanya berdarah,” bebernya.

Yasin, selanjutnya meninggal dunia di RS Haji Medan. Sedangkan Yusuf dibawa ke RS Bhayangkara Medan. “Di kantor BNN kami sempat dipertemukan dengan tersangka lainnya (8 orang), tapi kami tidak saling mengenal. Selain itu, berdasarkan hasil tes urin, hasil kami juga negatif. Sehingga karena dinyatakan tidak bersalah kami dikeluarkan Sabtu (6/7) lalu,” pungkasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsam Atmaha, yang dikonfirmasi wartawan via telepon selularnya, hingga berita ini diturunkan ke meja redaksi, masih belum memberikan komentar, terkait laporan yang dilayangkan oleh keluarga M Yasin. Sedangkan BNN, sejauh ini belum ada mengeluarkan klarifikasi atas peristiwa yang terjadi. (dvs/saz)

Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keluarga M Yasin, korban tewas yang disebut-sebut salah sasaran dalam upaya pengungkapan 81 kilogram sabu dan 102.657 butir pil ekstasi oleh Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), akhirnya membuat laporan resmi ke Mapolda Sumut, Senin (15/7).

Laporan tersebut dilayangkan oleh istri korban, Nurmala Sari, dan diterima oleh Polda Sumut dalam laporan bernomor STPL/989/VII/2019/SUMUT/SPKT III.

“Laporan sudah kami layangkan,” ungkap Staf Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut Ali Isnandar, didampingi keluarga korban.

Isnandar menjelaskan, laporan tersebut dilayangkan keluarga, dengan tuduhan, dugaan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja. Selain melaporkan ke Polda Sumut, rencananya pihaknya juga akan melayangkan laporan serupa ke Komnas HAM. “Untuk tindak lanjut, kami masih menunggu hasil lidik dari kepolisian,” jelasnya.

Sementara istri korban, Nurmala Sari berharap, agar pihak kepolisian dapat memberikan keadilan kepada suaminya. Dia menjelaskan, suaminya sama sekali tidak terlibat dalam jaringan narkoba tersebut. Sehingga menurutnya, petugas yang menyebabkan M Yasin tewas harus dihukum dengan hukuman yang setimpal. “Saya ingin keadilan. Pelakunya harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku,” tegasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya, keluarga korban juga mengadukan perihal kasus ini ke KontraS Sumut, 10 Juli lalu. Adik korban, Jamilah menceritakan, abangnya tewas setelah terjadi kejar-kejaran antara petugas BNN dengan mobil Avanza B 1321 KIJ, yang di dalamnya berisi 5 orang, yakni M Yasin, Sulaiman, M Yusuf, Sofyan Hidayat, dan Robi Syahputra.

Lebih lanjut, Jamilah mengatakan, pada saat aksi kejar-kejaran antara BNN dengan mobil tersangka Honda Jazz BK 1004 VP di kawasan Batubara, mobil Toyota Avanza B 1321 KIJ yang ditumpangi mereka sedang dalam perjalanan untuk mengantarkan suaminya, Rahmadsyah Sitompul usai menghadiri sidang kasus ITE, yang menjerat Rahmadsyah di Batubara.

Rahmadsyah sendiri, sebagaimana yang diketahui juga merupakan saksi dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga di sidang MK beberapa waktu lalu. “Kami enggak tahu ada kejar-kejaran BNN. Kami kira karena di jalan raya, ya biasa mobil kencang-kencang,” ungkapnya.

Karena itu, menurut Jamilah, pihaknya tidak ada melakukan upaya menghalangi pengejaran yang dilakukan oleh BNN. Sementara menurut versi yang disampaikan BNN, mobil Avanza yang mereka tumpangi telah menghalangi pengejaran. “Menurut kronologis BNN, melarikan diri. Padahal mobil itu akan mengantarkan penumpang ke rumahnya,” jelasnya.

Begitupun Sulaiman, yang merupakan seorang dari 5 orang yang diamankan BNN di Lau Dendang, menyampaikan, saat di Deliserdang penumpang yang ada di dalam mobil Avanza B 1321 KIJ panik, karena menyangka mobil petugas BNN adalah kawanan begal. Di dalam mobil, lanjutnya, selain dia dan Yasin, juga terdapat Robi Syahputra dan Sofyan Hidayat yang merupakan pengacara Rahmadsyah.

Dia menerangkan, selama dalam perjalanan menuju Kota Medan, tidak terjadi kendala apapun. Namun saat berada di kawasan Jalan Besar Batangkuis (Simpang Kolam), Deliserdang, mobil mereka pun dihadang. “Kami mengira mobil itu kawanan begal atau rampok, sehingga kami panik,” jelas Sulaiman.

Lantaran dihadang itu, lanjut Sulaiman, M Yasin Cs pun memilih arah lain dan mengarahkan mobil ke arah Lau Dendang. Namun tiba-tiba terdengar suara tembakan, sehingga para penumpang dalam Avanza semakin panik.

Ketika sampai di Lau Dendang imbuh dia, ada mobil lainnya yang menghadang. Sehingga mereka yang merasa ketakutan langsung keluar dari dalam mobil untuk menyelamatkan diri. “Saya tak tahu yang lain melarikan diri ke arah mana. Saya saat itu sampai memanjat pohon mangga untuk menyelamatkan diri,” imbuhnya.

Setelah petugas menyatakan dirinya polisi, Sulaiman mengaku jika dia baru berani turun dari pohon. Namun dia langsung diborgol bersama dengan yang lainnya. “Saat itu ternyata kaki kiri Yusuf tertembak. Sedangkan Yasin terlihat memegangi perutnya dan kepalanya berdarah,” bebernya.

Yasin, selanjutnya meninggal dunia di RS Haji Medan. Sedangkan Yusuf dibawa ke RS Bhayangkara Medan. “Di kantor BNN kami sempat dipertemukan dengan tersangka lainnya (8 orang), tapi kami tidak saling mengenal. Selain itu, berdasarkan hasil tes urin, hasil kami juga negatif. Sehingga karena dinyatakan tidak bersalah kami dikeluarkan Sabtu (6/7) lalu,” pungkasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsam Atmaha, yang dikonfirmasi wartawan via telepon selularnya, hingga berita ini diturunkan ke meja redaksi, masih belum memberikan komentar, terkait laporan yang dilayangkan oleh keluarga M Yasin. Sedangkan BNN, sejauh ini belum ada mengeluarkan klarifikasi atas peristiwa yang terjadi. (dvs/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/