23.7 C
Medan
Saturday, January 18, 2025

Ingin Bebas bak Wali Kota Bekasi

Wawancara Eksklusif dengan RE Siahaan, Terdakwa Korupsi Rp10,51 M

Dugaan korupsi Rp10,51 miliar, membuat RE Siahaan masuk jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berstatus sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Medan, Mantan Wali Kota Pematangsiantar ini berharap mengulang sukses Wali Kota Bekasi, Muhammad Mochtar, lolos dari jerat KPK, divonis bebas di pengadilan tipikor daerah.

Putusan hakim ad hoc Ramlan Comel yang membebaskan Wali Kota Bekasi nonaktif, Muhammad Mochtar, dari tuduhan korupsi, membawa angin segar bagi mantan Wali Kota Pematangsiantar Ir Robert Edison (RE) Siahaan. Sama-sama tersangkut korupsi yang ditangani KPK dan disidang di Pengadilan Tipikor di daerah, RE Siahaan berharap tuah kemujuran Muhammad Mochtar.

Wali Kota Pematangsiantar periode 2005-2010 ini meminta majelis hakim yang dipimpin Jonner Manik SH MHum yang menyidangkan perkara, untuk bertindak arif dan bijaksana. RE Siahaan berharaphakim mengambil putusan dengan memberikan vonis bebas.

Dia menganggap dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari jaksa KPK, Zet Tadong Alo SH terhadapnya, kabur dan tidak mendasar.

Saat ditemui Sumut Pos di sel sementara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, di Jalan Pengadilan Medan, Selasa (1/11), ia didampingi tiga pengacara hukumnya, Sarbudin Panjaitan SH MH, Kamaruddin Simanjuntak SH, dan Perry Cornelius P Sitohang SH. RE Siahaan meminta surat Dakwaan Penuntut Umum nomor: DAK-32/24/10/2011 tanggal 18 Oktober 2011 harus dinyatakan batal demi hukum dan tidak diterima, karena penuntut umum dinilai tidak cermat dan tidak lengkap dalam membuat surat dakwaan.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Partai Demokrat Kota Pemantangsiantar, usai persidangan, Selasa (1/11) dengan agenda eksepsi atas dakwaan JPU. Mengenakan kemeja biru tua lengan panjang, dan celana panjang warna hitam, RE Siahaan berharap bebas dari peradilan hukum yang menjeratnya dalam perkara dugaan korupsi.

Pria yang disangkakan atas tuduhan korupsi atas dana  APBD Pematangsiantar tahun 2007 senilai Rp10,51 miliar membantah tuduhan-tuduhan yang dilakukan penyidik KPK dan tidak berdasar.
“Karena tidak ada bukti otentik atau bukti yang mendasar bahwa saya terlibat langsung dalam perkara dugaan korupsi seperti yang disangkakan penyidik KPK. Semua tuduhan yang dilontarkan KPK itu tidak mendasar. Karena saya disangkakan dalam perkara ini, atas pengakuan orang lain.Tidak ada bukti yang konkrit soal keterlibatan saya secara langsung,” beber RE Siahaan.

Makanya, sambung RE Siahaan, ia membantah dalam perkara ini. Ia juga mengklaim dirinya tidak terlibat. Dalam hal ini KPK tidak mendasar dan membabi buta.
RE Siahaan juga berharap bahwa ketua majelis hakim yang menyidangkan perkaranya untuk bertindak objektif, dan segera menilai. Kalau memang ia dinyatakan tidak bersalah didalam peradilan, maka RE Siahaan meminta majelis hakim untuk membebaskan dirinya, seperti apa yang dilakukan oleh ketua majelis yang membebaskan wali kota Bekasi.

Sementara itu, Sarbudin Panjaitan SH MH, pada wartawan juga menegaskan agar majelis hakim Tipikor Medan untuk memberlakukan pembebasan terhadap klainnya.
“Saya berharap agar majelis hakim membuat terobosan baru di Sumatera Utara. Untuk berbuat hal yang sama terhadap pak RE Siahaan. Karena dengan adanya beberapa kepala daerah yang bebas murni oleh hakim, ini menunjukan bahwa KPK pun tidak sepenuhnya benar. Ini terbukti banyak kepala daerah yang bebas oleh hakim,” tegas Panjaitan.

Untuk itu Sarbudin Panjaitan SH juga mengharapkan hal yang sama terhadap dirinya (untuk memvonis bebas). Karena berdasarkan dakwaan-dakwaan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum semuanya tidak mendasar.
“Untuk itu saya berharap agar majelis hakim harus bijaksana dalam menyikapi persoalan perkara yang dihadapi. Karena dalam perkara ini klaian saya hanya menjadi tudingan oleh orang-orang, atas arahan dari KPK,” bebernya.
Usai wawancara dengan wartawan koran ini, mantan Walikota Pematang Siantar ini langsung diboyong petugas Waltah (pengawal tahanan) dari Kejari Medan, untuk dimasukan kembali ke mobil tahanan kijang warna hijau, untuk dibawa kembali ke Rumah Tahanan (Rutan) Klas IA Tanjunggusta Medan, dimana selama ini ia dititipkan oleh KPK.

Pada persidangan sebelumnya Mantan Wali Kota Pematangsiantar Robert Edison (RE) Siahaan didakwa melakukan korupsi dana  APBD Pematang Siantar tahun 2007 senilai Rp10,51 miliar untuk menguntungkan diri sendiri, 14 anggota dewan dan sejumlah rekanan, pada sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (25/10)

Tim jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan Irene Putrie , dana APBD sebesar Rp10,51 miliar yang “dicuri” RE Siahaan itu terdiri dari Rp8,3 miliar anggaran rehabilitasi/pemeliharaan drainase, jalan, jembatan dan infrastruktur desa, dan Rp2,17 miliar dana bantuan sosial pada APBD Perubahan Kota Pematang Siantar tahun 2007.
Dari  Rp10,51 miliar tersebut, lanjut jaksa, Rp7,7 miliar digunakan terdakwa untuk memperkaya dirinya sendiri dan sisanya untuk memperkaya orang lain yakni, Johnny Arifin Siahaan Rp1,4 miliar, Maruli Silitonga Rp700 juta, 14 anggota DPRD Kota Pematangsiantar yakni Yusuf Siregar, Zainal Purba, Yusran, RTP Sihotang, Aulul Imran, Toga Tambunan, Marisi Jujur Sirait, Nursiana Purba, Otto Sidabutar, Dapot Sagala, Marzuki, Ronald Tampubolon, Aloysius Sihite dan Unung Simanjuntak masing-masing Rp30 juta.

RE Siahaan juga didakwa memperkaya suatu korporasi (rekanan) yaitu CV David Rp53 juta, UD Grace Rp16 juta, CV Armadiva Rp13 juta, CV Anwar Jaya Rp20 juta, CV Ervin Jaya Rp16 juta, CV Binduan Rp14 juta, UD Ayumi Wantina Rp9 juta, CV Binumbun Perkasa Rp13 juta, CV Morgatri Rp12 juta, UD Donni Rezeki Rp16 juta, CV Mas Ayu Rp10 juta, CV Greni Utama Rp18 juta, UD Tirta Sari Rp11 juta, CV Surya Tiara Mandiri Rp8 juta, CV Kirana Utama Rp1,8 juta, CV Bekasi Jaya Rp8,3 juta, dan CV Sarlin Nasipuang Rp4,1 juta.

JPU menjelaskan,  Rp8,3 miliar anggaran rehabilitasi/pemeliharaan Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang dikorupsi terdakwa tersebut, adalah Dana Alokasi Umum (DAU) pada APBD Pematangsiantar 2007 sebesar Rp14,7 miliar yang dialokasikan untuk anggaran swakelola.

Dengan perincian, program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan Rp4,9 miliar, program pembangunan infrastruktur pedesaan Rp3,3 miliar, program pemeliharaan drainase Rp4,9 miliar dan program pemeliharaan rutin jaringan irigasi Rp1,4 miliar.

Untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana swakelola pada Dinas PU yang telah dipotong 40 persen tersebut, terdakwa memerintahkan W Bonatua Lubis, Kadis PU Pematangsiantar, yang kemudian ditindaklanjuti Johnny Arifin Siahaan, Holder Siahaan, Erwin Simanjuntak dan Suhartono membuat kontrak fiktif seolah-olah rekanan telah mengerjakan proyek dengan menggunakan dana rehabilitasi/pemeliharaan Dinas PU tahun 2007 tersebut secara penunjukkan langsung (PL), dimana rekanan mendapat fee sebesar 2,5 persen dari kontrak fiktif.
Penggunaan dana rehabilitasi/pemeliharaan Dinas PU sebesar Rp8,3 miliar dan dana bantuan sosial sebesar Rp2,17 miliar tersebut, mengakibatkan kerugian negara cq keuangan Pemko Pematangsiantar sebesar Rp10,51 miliar.
RE Siahaan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, subsider Pasal 3  jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (rud)

Wawancara Eksklusif dengan RE Siahaan, Terdakwa Korupsi Rp10,51 M

Dugaan korupsi Rp10,51 miliar, membuat RE Siahaan masuk jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berstatus sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Medan, Mantan Wali Kota Pematangsiantar ini berharap mengulang sukses Wali Kota Bekasi, Muhammad Mochtar, lolos dari jerat KPK, divonis bebas di pengadilan tipikor daerah.

Putusan hakim ad hoc Ramlan Comel yang membebaskan Wali Kota Bekasi nonaktif, Muhammad Mochtar, dari tuduhan korupsi, membawa angin segar bagi mantan Wali Kota Pematangsiantar Ir Robert Edison (RE) Siahaan. Sama-sama tersangkut korupsi yang ditangani KPK dan disidang di Pengadilan Tipikor di daerah, RE Siahaan berharap tuah kemujuran Muhammad Mochtar.

Wali Kota Pematangsiantar periode 2005-2010 ini meminta majelis hakim yang dipimpin Jonner Manik SH MHum yang menyidangkan perkara, untuk bertindak arif dan bijaksana. RE Siahaan berharaphakim mengambil putusan dengan memberikan vonis bebas.

Dia menganggap dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari jaksa KPK, Zet Tadong Alo SH terhadapnya, kabur dan tidak mendasar.

Saat ditemui Sumut Pos di sel sementara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, di Jalan Pengadilan Medan, Selasa (1/11), ia didampingi tiga pengacara hukumnya, Sarbudin Panjaitan SH MH, Kamaruddin Simanjuntak SH, dan Perry Cornelius P Sitohang SH. RE Siahaan meminta surat Dakwaan Penuntut Umum nomor: DAK-32/24/10/2011 tanggal 18 Oktober 2011 harus dinyatakan batal demi hukum dan tidak diterima, karena penuntut umum dinilai tidak cermat dan tidak lengkap dalam membuat surat dakwaan.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Partai Demokrat Kota Pemantangsiantar, usai persidangan, Selasa (1/11) dengan agenda eksepsi atas dakwaan JPU. Mengenakan kemeja biru tua lengan panjang, dan celana panjang warna hitam, RE Siahaan berharap bebas dari peradilan hukum yang menjeratnya dalam perkara dugaan korupsi.

Pria yang disangkakan atas tuduhan korupsi atas dana  APBD Pematangsiantar tahun 2007 senilai Rp10,51 miliar membantah tuduhan-tuduhan yang dilakukan penyidik KPK dan tidak berdasar.
“Karena tidak ada bukti otentik atau bukti yang mendasar bahwa saya terlibat langsung dalam perkara dugaan korupsi seperti yang disangkakan penyidik KPK. Semua tuduhan yang dilontarkan KPK itu tidak mendasar. Karena saya disangkakan dalam perkara ini, atas pengakuan orang lain.Tidak ada bukti yang konkrit soal keterlibatan saya secara langsung,” beber RE Siahaan.

Makanya, sambung RE Siahaan, ia membantah dalam perkara ini. Ia juga mengklaim dirinya tidak terlibat. Dalam hal ini KPK tidak mendasar dan membabi buta.
RE Siahaan juga berharap bahwa ketua majelis hakim yang menyidangkan perkaranya untuk bertindak objektif, dan segera menilai. Kalau memang ia dinyatakan tidak bersalah didalam peradilan, maka RE Siahaan meminta majelis hakim untuk membebaskan dirinya, seperti apa yang dilakukan oleh ketua majelis yang membebaskan wali kota Bekasi.

Sementara itu, Sarbudin Panjaitan SH MH, pada wartawan juga menegaskan agar majelis hakim Tipikor Medan untuk memberlakukan pembebasan terhadap klainnya.
“Saya berharap agar majelis hakim membuat terobosan baru di Sumatera Utara. Untuk berbuat hal yang sama terhadap pak RE Siahaan. Karena dengan adanya beberapa kepala daerah yang bebas murni oleh hakim, ini menunjukan bahwa KPK pun tidak sepenuhnya benar. Ini terbukti banyak kepala daerah yang bebas oleh hakim,” tegas Panjaitan.

Untuk itu Sarbudin Panjaitan SH juga mengharapkan hal yang sama terhadap dirinya (untuk memvonis bebas). Karena berdasarkan dakwaan-dakwaan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum semuanya tidak mendasar.
“Untuk itu saya berharap agar majelis hakim harus bijaksana dalam menyikapi persoalan perkara yang dihadapi. Karena dalam perkara ini klaian saya hanya menjadi tudingan oleh orang-orang, atas arahan dari KPK,” bebernya.
Usai wawancara dengan wartawan koran ini, mantan Walikota Pematang Siantar ini langsung diboyong petugas Waltah (pengawal tahanan) dari Kejari Medan, untuk dimasukan kembali ke mobil tahanan kijang warna hijau, untuk dibawa kembali ke Rumah Tahanan (Rutan) Klas IA Tanjunggusta Medan, dimana selama ini ia dititipkan oleh KPK.

Pada persidangan sebelumnya Mantan Wali Kota Pematangsiantar Robert Edison (RE) Siahaan didakwa melakukan korupsi dana  APBD Pematang Siantar tahun 2007 senilai Rp10,51 miliar untuk menguntungkan diri sendiri, 14 anggota dewan dan sejumlah rekanan, pada sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (25/10)

Tim jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan Irene Putrie , dana APBD sebesar Rp10,51 miliar yang “dicuri” RE Siahaan itu terdiri dari Rp8,3 miliar anggaran rehabilitasi/pemeliharaan drainase, jalan, jembatan dan infrastruktur desa, dan Rp2,17 miliar dana bantuan sosial pada APBD Perubahan Kota Pematang Siantar tahun 2007.
Dari  Rp10,51 miliar tersebut, lanjut jaksa, Rp7,7 miliar digunakan terdakwa untuk memperkaya dirinya sendiri dan sisanya untuk memperkaya orang lain yakni, Johnny Arifin Siahaan Rp1,4 miliar, Maruli Silitonga Rp700 juta, 14 anggota DPRD Kota Pematangsiantar yakni Yusuf Siregar, Zainal Purba, Yusran, RTP Sihotang, Aulul Imran, Toga Tambunan, Marisi Jujur Sirait, Nursiana Purba, Otto Sidabutar, Dapot Sagala, Marzuki, Ronald Tampubolon, Aloysius Sihite dan Unung Simanjuntak masing-masing Rp30 juta.

RE Siahaan juga didakwa memperkaya suatu korporasi (rekanan) yaitu CV David Rp53 juta, UD Grace Rp16 juta, CV Armadiva Rp13 juta, CV Anwar Jaya Rp20 juta, CV Ervin Jaya Rp16 juta, CV Binduan Rp14 juta, UD Ayumi Wantina Rp9 juta, CV Binumbun Perkasa Rp13 juta, CV Morgatri Rp12 juta, UD Donni Rezeki Rp16 juta, CV Mas Ayu Rp10 juta, CV Greni Utama Rp18 juta, UD Tirta Sari Rp11 juta, CV Surya Tiara Mandiri Rp8 juta, CV Kirana Utama Rp1,8 juta, CV Bekasi Jaya Rp8,3 juta, dan CV Sarlin Nasipuang Rp4,1 juta.

JPU menjelaskan,  Rp8,3 miliar anggaran rehabilitasi/pemeliharaan Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang dikorupsi terdakwa tersebut, adalah Dana Alokasi Umum (DAU) pada APBD Pematangsiantar 2007 sebesar Rp14,7 miliar yang dialokasikan untuk anggaran swakelola.

Dengan perincian, program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan Rp4,9 miliar, program pembangunan infrastruktur pedesaan Rp3,3 miliar, program pemeliharaan drainase Rp4,9 miliar dan program pemeliharaan rutin jaringan irigasi Rp1,4 miliar.

Untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana swakelola pada Dinas PU yang telah dipotong 40 persen tersebut, terdakwa memerintahkan W Bonatua Lubis, Kadis PU Pematangsiantar, yang kemudian ditindaklanjuti Johnny Arifin Siahaan, Holder Siahaan, Erwin Simanjuntak dan Suhartono membuat kontrak fiktif seolah-olah rekanan telah mengerjakan proyek dengan menggunakan dana rehabilitasi/pemeliharaan Dinas PU tahun 2007 tersebut secara penunjukkan langsung (PL), dimana rekanan mendapat fee sebesar 2,5 persen dari kontrak fiktif.
Penggunaan dana rehabilitasi/pemeliharaan Dinas PU sebesar Rp8,3 miliar dan dana bantuan sosial sebesar Rp2,17 miliar tersebut, mengakibatkan kerugian negara cq keuangan Pemko Pematangsiantar sebesar Rp10,51 miliar.
RE Siahaan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, subsider Pasal 3  jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/