28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Tak Kuorum, Paripurna DPRD Sumut Gagal Lagi, Tolong kepada Ketua DPRD Bertindak Tegas…

PARIPURNA: Sidang paripurna DPRD Sumut, Rabu (4/9). Paripurna membahas Ranperda P-APBD Sumut 2019 dan RAPBD Sumut 2019, batal karena banyak anggota dewan tak hadir.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang paripurna DPRD Sumut gagal terus karena tidak kuorum. Jika Rabu pagi (4/9) sidang paripurna membahas Ranperda P-APBD Sumut 2019 gagal karena tidak ada anggota dewan yang masuk ke ruang sidang paripurna, pada Rabu siangnya paripurna membahas R-APBD Sumut 2019 juga urung digelar karena tidak kuorum.

Akibatnya, anggota de-wan yang hadir kecewa dan merasa dirugikan. Mereka minta anggota yang absen agar diberi sanksi.

Seharusnya, Rabu siang (4/9/2019), DPRD menggelar rapat paripurna soal Rancangan APBD 2019. Direncanakan juga diikuti Gubernur, Edy Rahmayadi. Dibuka pada pukul 13.38 WIB oleh Ketua DPRD Wagirin Arman, paripurna berakhir pada 14.52 WIB.

Namun tanpa keputusan apapun. Anggota yang hadir tidak mencapai korum, yaitu 67 orang. Hanya ada 57 orang setelah sempat diskors sebanyak tiga kali (masing-masing selama 30 menit).

Sesuai tata tertib dewan, Wagirin yang didampingi Wakil Ketua, Sri Kumala, Aduhot Simamora dan HT Milwan menyerahkan kepada Badan Musyawarah menetapkan jadwal rapat paripurna pengganti agar RAPBD 2020 dapat ditetapkan. Diperkirakan paripurna akan dilanjutkan kembali pada Senin pekan depan (9/9/2019).

Namun, sebelum Wagirin yang berasal dari Partai Golkar membubarkan paripurna, sejumlah anggota mengungkapkan kekecewaannya. Mereka mengecam ketidakhadiran anggota lainnya yang menyebabkan paripurna terus tertunda.

Di antaranya yang mengecam adalah Muhri Fauzi Hafiz (Demokrat), Nezar Djoeli (Nasdem), Burhanuddin Siregar (PKS), Aripay Tambunan (PAN), Zeira Salim Ritonga (PKB) dan Hanafiah Harahap (Golkar).

Disebutkan, akibat ketidakhadiran anggota dewan lainnya, mereka jadi terkena imbas. Dituding sebagai pemanas, menyalahgunakan jabatan, lalai terhadap tugas dan kewajiban. Sama seperti yang dituduhkan satu lembaga swadaya masyarakat yang mengajukan somasi (prosedural citizen lawsuit) terhadap DPRD Sumut.

Dalam hal ini, diminta Ketua DPRD Sumut bersikap tegas menjatuhkan sanksi kode etik. Sesuai ketentuan di dalam tata tertib. Agar jelas antara yang serius dengan yang malas.

“Kami minta pimpinan dewan bertindak tegas. Jangan karena ada anggota lainnya yang tidak hadir, DPRD Sumut secara keseluruhan dituding tidak serius menyelesaikan RAPBD dan PAPBD. Seharusnya paripurna ini diteruskan,” tegas Nezar.

Terhadap pihak (anggota atau fraksi) yang berbeda sikap soal RAPBD atau PAPBD, Hanafiah meminta menjelaskannya di paripurna. Harus hadir, bukan dengan cara berteriak menyampaikan pendapat di luar rapat. Syarat formil paripurna harus dipenuhi lebih dulu, baru kemudian syarat persetujuan substantif disampaikan. Dengan demikian paripurna bisa berjalan.

“Tolong kepada Ketua DPRD bertindak tegas, jatuhkan sanksi kode etik bagi yang tidak hadir. Kita serius agar RAPBD dan PAPBD segera ditetapkan,” tegas Hanafiah yang juga Sekretaris Komisi A.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Baskami Ginting, menolak dituding salah atas ketidakhadiran beberapa anggotanya di paripurna. Menunjukkan perbedaan sikap terhadap pembahasan RAPBD dan PAPBD, pihaknya sudah mempersiapkan pernyataan tertulis yang akan disampaikan. Walau secara fisik absen.

“Ini kan sudah ada pandangan dan sikap kami terhadap RAPBD dan PAPBD, ini akan disampaikan,” terang Baskami.

Desakan agar terhadap anggota DPRD Sumut yang malas menghadiri paripurna dikenai sanksi kode etik, dinyatakan Wagirin bujan kewenangannya sebagai pimpinan dewan. Melainkan kewenangan Badan Kehormatan Dewan. Badan ini yang bisa menjatuhkan sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan setiap anggota.

Selama ini, hingga masa jabatan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 berakhir beberapa hari ke depan, belum pernah ada satupun anggota yang dikenai sanksi kode etik oleh Badan Kehormatan. (mbc/ila)

PARIPURNA: Sidang paripurna DPRD Sumut, Rabu (4/9). Paripurna membahas Ranperda P-APBD Sumut 2019 dan RAPBD Sumut 2019, batal karena banyak anggota dewan tak hadir.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang paripurna DPRD Sumut gagal terus karena tidak kuorum. Jika Rabu pagi (4/9) sidang paripurna membahas Ranperda P-APBD Sumut 2019 gagal karena tidak ada anggota dewan yang masuk ke ruang sidang paripurna, pada Rabu siangnya paripurna membahas R-APBD Sumut 2019 juga urung digelar karena tidak kuorum.

Akibatnya, anggota de-wan yang hadir kecewa dan merasa dirugikan. Mereka minta anggota yang absen agar diberi sanksi.

Seharusnya, Rabu siang (4/9/2019), DPRD menggelar rapat paripurna soal Rancangan APBD 2019. Direncanakan juga diikuti Gubernur, Edy Rahmayadi. Dibuka pada pukul 13.38 WIB oleh Ketua DPRD Wagirin Arman, paripurna berakhir pada 14.52 WIB.

Namun tanpa keputusan apapun. Anggota yang hadir tidak mencapai korum, yaitu 67 orang. Hanya ada 57 orang setelah sempat diskors sebanyak tiga kali (masing-masing selama 30 menit).

Sesuai tata tertib dewan, Wagirin yang didampingi Wakil Ketua, Sri Kumala, Aduhot Simamora dan HT Milwan menyerahkan kepada Badan Musyawarah menetapkan jadwal rapat paripurna pengganti agar RAPBD 2020 dapat ditetapkan. Diperkirakan paripurna akan dilanjutkan kembali pada Senin pekan depan (9/9/2019).

Namun, sebelum Wagirin yang berasal dari Partai Golkar membubarkan paripurna, sejumlah anggota mengungkapkan kekecewaannya. Mereka mengecam ketidakhadiran anggota lainnya yang menyebabkan paripurna terus tertunda.

Di antaranya yang mengecam adalah Muhri Fauzi Hafiz (Demokrat), Nezar Djoeli (Nasdem), Burhanuddin Siregar (PKS), Aripay Tambunan (PAN), Zeira Salim Ritonga (PKB) dan Hanafiah Harahap (Golkar).

Disebutkan, akibat ketidakhadiran anggota dewan lainnya, mereka jadi terkena imbas. Dituding sebagai pemanas, menyalahgunakan jabatan, lalai terhadap tugas dan kewajiban. Sama seperti yang dituduhkan satu lembaga swadaya masyarakat yang mengajukan somasi (prosedural citizen lawsuit) terhadap DPRD Sumut.

Dalam hal ini, diminta Ketua DPRD Sumut bersikap tegas menjatuhkan sanksi kode etik. Sesuai ketentuan di dalam tata tertib. Agar jelas antara yang serius dengan yang malas.

“Kami minta pimpinan dewan bertindak tegas. Jangan karena ada anggota lainnya yang tidak hadir, DPRD Sumut secara keseluruhan dituding tidak serius menyelesaikan RAPBD dan PAPBD. Seharusnya paripurna ini diteruskan,” tegas Nezar.

Terhadap pihak (anggota atau fraksi) yang berbeda sikap soal RAPBD atau PAPBD, Hanafiah meminta menjelaskannya di paripurna. Harus hadir, bukan dengan cara berteriak menyampaikan pendapat di luar rapat. Syarat formil paripurna harus dipenuhi lebih dulu, baru kemudian syarat persetujuan substantif disampaikan. Dengan demikian paripurna bisa berjalan.

“Tolong kepada Ketua DPRD bertindak tegas, jatuhkan sanksi kode etik bagi yang tidak hadir. Kita serius agar RAPBD dan PAPBD segera ditetapkan,” tegas Hanafiah yang juga Sekretaris Komisi A.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Baskami Ginting, menolak dituding salah atas ketidakhadiran beberapa anggotanya di paripurna. Menunjukkan perbedaan sikap terhadap pembahasan RAPBD dan PAPBD, pihaknya sudah mempersiapkan pernyataan tertulis yang akan disampaikan. Walau secara fisik absen.

“Ini kan sudah ada pandangan dan sikap kami terhadap RAPBD dan PAPBD, ini akan disampaikan,” terang Baskami.

Desakan agar terhadap anggota DPRD Sumut yang malas menghadiri paripurna dikenai sanksi kode etik, dinyatakan Wagirin bujan kewenangannya sebagai pimpinan dewan. Melainkan kewenangan Badan Kehormatan Dewan. Badan ini yang bisa menjatuhkan sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan setiap anggota.

Selama ini, hingga masa jabatan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 berakhir beberapa hari ke depan, belum pernah ada satupun anggota yang dikenai sanksi kode etik oleh Badan Kehormatan. (mbc/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/