BINJAI, SUMUTPOS.CO – Pembangunan sistem drainase dan jalan beton di Kelurahan Binjai, Binjai Kota atau daerah yang akrab dikenal Kampung Binjai, ditolak warga. Pasalnya, Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu langsung dikerjakan tanpa sosialisasi terlebih dahulu.
Informasi dihimpun, pengerjaan proyek ini disebar pada tiga titik di daerah tersebut. Pembangunannya menyasar pada gang-gang sempit. Pada proyek ini, anggaran yang dikucurkan mencapai Rp1,6 miliar lebih. Rinciannya masing-masing anggaran tersebut yakni, Rp605.384.000, Rp650.384.000 dan Rp451.852.000.
Pada plang tersebut, proyek itu mulai dikerjakan sejak 15 Agustus 2019. Namun masih berjalan beberapa hari, penolakan warga datang. Padahal proyek tersebut ditarget harus rampung pada 30 September 2019. “Tiba-tiba sudah kerja. Kami enggak tahu. Mau masuk rumah pun payah. Enggak tahu kami mau bangun apa,” kata warga sekitar saat Sumut Pos melakukan pemantauan terhadap ketiga titik lokasi pengerjaan tersebut.
“Kami menolak karena orang ini datang mau main gali-gali saja. Enggak ada izin sama kami yang miliki rumah. Selama ini juga gak ada masalah sama kami seperti kek gini saja,” tambah warga.
Kepala Lingkungan III, Rudi Bangun mengakui, sebagian warga menolak Program Kotaku tersebut. Meski menolak, sebagian warga lain juga ada yang menerima.
“Sebagian besar warga sudah menerima, tapi yang menolak ada juga. Itu ada yang di dalam gang, mereka pasang spanduk menolak pembangunan proyek. Yang gak mau ya biari saja lah, mau bagaimana lagi,” kata Kepling, Rabu (4/9). Penolakan itupun sempat menuai kekisruhan, karena jalur yang hendak digali belum dapat izin dari sebagian warga. Alhasil, warga melakukan musyawarah bersama sejumlah pihak terkait. Termasuk mengadu dan dimediasi oleh Camat Binjai Kota, Fazar.
Dikonfirmasi, Camat Binjai Kota, M Fazar membenarkan bahwa ada penolakan pembangunan proyek dari warga. Pun demikian, dia tidak mau terlalu ikut campur. Fazar hanya bertanggungjawab menerima audiensi dan memediasi aspirasi warga yang menolak. “Benar ada penolakan, saya mediasi di sekolah inpres. Namanya kayak gini, biasanya itu ada pro dan kontra. Padahal itu dibangun kan untuk mereka juga. Kenapa menolaknya, enggak tahu. Saya enggak ada kepentingan,” tandasnya.
Diketahui pengerjaan proyek ini juga bagian swadaya masyarakat. Swadaya masyarakat ini juga dimasukkan ke dalam anggaran yang telah tertera di plank proyek. (ted/han)