MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah sempat terhenti beberapa bulan, pengerjaan proyek Apartemen De’ Glass Residence di Jalan Gelas/Ayahanda, Medan Petisah, kini mulai dikerjakan lagi. Padahal, sebelumnya sudah disepakati antara warga yang keberatan dengan pihak pengembang bahwa proyek itu dihentikan sementara atau distanvaskan.
Fernando Sitompul selaku kuasa hukum warga yang keberatan mengatakan, pengerjaan proyek apartemen setinggi 26 lantai itu mulai dikerjakan kembali dalam pekan ini. Namun, pengerjaan yang dilakukan oleh kontraktor apartemen tersebut tidak terlalu mencolok.
“Hari Minggu (8/9) siang lalu alat beratnya mulai masuk, alat berat itu berupa beko (ekskavator) satu unit. Setelah itu, selang tiga hari kemudian alat berat tersebut digunakan untuk mengeruk dan menimbun tanah di areal proyek.
Bahkan, siang ini juga (kemarin, red) alat tersebut masih bekerja, dan warga sudah merekamnya (menggunakan telepon genggam),” ungkap Fernando, Jumat (13/9).
Disebutkan dia, selain ekskavator alat berat lainnya yaitu craine juga hendak dimasukkan ke dalam lokasi proyek. Akan tetapi, gagal dilakukan karena pintu masuk areal proyek terlalu kecil. “Yang lagi dikerjakan mereka di areal pintu masuk, kemungkinan untuk memperlebarnya sehingga craine bisa masuk,” kata Fernando.
Fernando mengatakan, mulai dikerjakannya lagi pembangunan apartemen dua tower itu maka telah melanggar kesepakatan sebelumnya dengan warga sewaktu pertemuan di Kantor Kelurahan Sei Putih Tengah beberapa waktu lalu.
“Warga pasti tidak akan tinggal diam, kalau nanti craine dimasukkan ke areal proyek maka akan dihadang,” ucap Fernando sembari meminta kepada pihak apartemen atau kontraktor yang mengerjakannya harus menghormati kesepakatan yang sudah dibuat.
Bahkan, lanjut dia, Kepala Dinas Perkim-PR Medan Benny Iskandar sempat menyatakan bahwa pengerjaan apartemen itu bisa dilanjutkan apabila ada kesepakatan terhadap warga yang keberatan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perkim-PR Medan, Benny Iskandar mengatakan secara peruntukkan dari Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Daerah Tata Ruang (RDTR) Kota Medan Tahun 2015-2035 (Perda RDTR), proyek apartemen itu sudah sesuai. Artinya, tidak ada poin-poin yang dilanggar di dalam perda tersebut.
“Permasalahan pembangunan apartemen tersebut sesungguhnya bukan menyalahi Perda RDTR melainkan persetujuan warga. Sebagian warga yang tinggal di sekitar lokasi meminta izin pembangunan apartemen itu dibatalkan karena dianggap cacat hukum. Alasannya, warga yang keberatan tersebut tidak pernah setuju dan menandatangani dibangunnya apartemen itu,” ujar Benny.
Kata Benny, pihaknya sudah meminta klarifikasi ke camat dan lurah setempat. Hasilnya, memang sebagian warga yang keberatan tidak ada meneken. Akan tetapi, asumsinya karena sudah diteken oleh lurah atau camat berarti sudah benar warga tidak ada yang keberatan lagi sehingga keluarlah perizinan pembangunan apartemen tersebut.
“Saat ini proyek tersebut telah stanvas dan tidak ada pembangunan. Pihak pengembang atau manajemen Apartemen De Glass diminta untuk menyelesaikan masalahnya kepada warga yang keberatan barulah dilanjutkan proyek pembangunan,” kata Benny sembari mengaku, sudah ada warga mengadu ke pihaknya yang disampaikan secara tertulis melalui surat.
Diketahui, pembangunan apartemen tersebut dihentikan sementara dari hasil pertemuan warga dengan pihak pengembang, yang dilakukan di kantor Kelurahan Sei Putih Tengah pada Senin, 28 Januari lalu. Pertemuan dipimpin oleh Lurah Sei Putih Tengah, Rizka K Lubis.
Dalam pertemuan itu, Fernando Sitompul selaku kuasa hukum warga menyatakan, pihaknya mempertanyakan adanya persetujuan warga yang meneken atau menandatangani pembangunan proyek itu. Apakah benar diteken warga, dan warga tersebut memang berdampak langsung.
“Kalau memang betul tanda tangan, kita minta salinannya. Lalu, dikroscek sama-sama satu persatu. Hal ini untuk memastikan apakah memang benar meneken langsung? Jangan-jangan yang tanda tangan bukan warga sini (Jalan Gelas atau Jalan Belanga),” ungkap Fernando dalam pertemuan.
Menurut Fernando, warga yang keberatan tidak pernah memberikan persetujuan atau dukungan atas pembangunan proyek tersebut. Tetapi kenapa, Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) bisa keluar sementara persetujuan tidak ada. “Aneh rasanya, warga menolak tetapi izin (SIMB) bisa keluar? Padahal, seharusnya pengurusan izin itu harus ada persetujuan dulu dari warga,” sebutnya.
Untuk itu, sambung dia, diminta pihak kelurahan menindaklanjuti hal tersebut. Selain itu, jangan ada kegiatan proyek sebelum masalah ini selesai.
“Warga dibuat seperti main kucing-kucingan, kita lengah ternyata mesin main (proyek berjalan). Jadi, kami minta dihentikan sementara sampai persoalan ini tuntas. Kalau ada pengerjaan, kami menuntut lurah untuk bertanggung jawab,” cetusnya.
Menanggapi itu, Lurah Sei Putih Tengah, Rizka K Lubis mengatakan, terkait SIMB yang keluar hal itu bukanlah kewenangannya. Apalagi, izin tersebut keluar bukan semasa dirinya menjabat.
“Izinnya (SIMB) keluar sebelum saya menjadi lurah. Saya menjadi lurah pada bulan November 2018. Persoalan izin tersebut bukan kewenangan saya, karena ada instansi yang menangani,” kata Rizka.
Diutarakan dia, pembangunan proyek itu dihentikan sementara ini sampai masalah yang terjadi tuntas. Permasalahan itu yakni melakukan kroscek ulang terhadap warga yang meneken atas permintaan warga yang keberatan.
“Tanda tangan warga yang meneken ada buktinya dan dilengkapi alamatnya. Ada pertinggalnya dari lurah sebelum saya. Jadi, mari kita kroscek sama-sama untuk membuktikan kebenarannya. Oleh karena itu, pembangunan proyek dihentikan sementara,” sebut Rizka.
Kepala Lingkungan V Sei Putih Tengah, Ani membantah tudingan warga yang keberatan bahwa yang meneken itu bukan orangnya langsung. Selain itu, warga yang meneken merupakan penduduk sekitar. “Enggak betul itu, enggak ada rekayasa. Jadi, mari warga yang keberatan untuk membuktikan secara langsung ke lapangan dan jangan asal menuduh saja,” ketusnya.
Ani menyatakan, warga yang setuju apartemen dibangun beberapa di antaranya berdampak langsung terhadap pembangunan proyek. Sedangkan sebagian lagi juga terdampak tetapi tidak secara langsung.
“Rumah warga yang berdekatan dengan proyek sedikit saja, paling-paling sekitar 5 rumah. Dari mereka yang tinggal berdekatan memang benar ada yang tidak meneken. Tapi, sebagian besar warga lainnya (tidak berdampak langsung) meneken,” jelasnya.
Sementara, mewakili pihak pengembang, Devi mengaku setuju dengan hasil kesepakatan untuk melakukan kroscek ke lapangan terhadap warga yang meneken. Selain itu, saat ini pembangunan proyek diberhentikan sementara pengerjaannya sampai ada jalan keluarnya. “Mari kita buktikan dan sama-sama mengecek langsung ke lapangan warga yang tanda tangan dan juga tidak tanda tangan, memang betul-betul warga setempat atau tidak,” ucapnya.
Devi juga mengaku, pihak pengembang sudah melakukan itikad baik untuk pertanggungjawaban terhadap tembok rumah warga yang retak akibat terdampak kegiatan proyek. Akan tetapi, warga tersebut tidak mau dan mereka menginginkan proyek dihentikan.
“Masalah tembok yang retak sudah berkunjung ke rumah warga untuk memberikan tanggung jawab. Selain itu, juga sudah meminta secara lisan dan tertulis yang ditembuskan ke kepling, lurah dan camat. Tapi, begitulah warga itu tidak mau dan tetap menolak ada pembangunan proyek,” ujarnya.
Ia menyebutkan, pembangunan proyek apartemen tersebut memiliki izin yang lengkap seperti SIMB, Izin AMDAL dan sebagainya. Sebelum izin tersebut keluar, terlebih dahulu melakukan sosialisasi dan persetujuan warga. “Tidak mungkin izin itu keluar tanpa ada persetujuan warga,” ujarnya. (ris/ila)