MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setiap orang wajib mengontrol tekanan darahnya setiap saat. Jangan sampai tekanan darah menjadi tinggi di atas normal karena tak dikontrol. Caranya, dengan tetap melakukan cek tekanan darah di rumah.
Menurut Managing Director PT Omron Healthcare Indonesia, Yoshiaki Nishiyabu, hipertensi atau tekanan darah tinggi terkadang tidak memiliki tanda-tanda atau gejala dan bisa terjadi pada siapa saja. Kebanyakan penderitanya tidak menyadari, sehingga bisa berbahaya karena bisa menyebabkan komplikasi kesehatann
Diutarakannya, ketika darah memberi tekanan terlalu besar pada sistem kardiovaskular, dinding pembuluh darah serta otot jantung bisa rusak dan menyebabkan serangan jantung. Komplikasi lainnya, termasuk gagal ginjal dan stroke. Ini sebabnya hipertensi juga kerap disebut ‘silent killer’.
Hipertensi merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Indonesia. Riset dari WHO (World Health Organization) tahun 2015 menyebutkan, bahwa 1 dari 4 laki-laki dan 1 dari 5 perempuan di seluruh dunia saat ini berisiko menderita hipertensi. Biasanya, serangan jantung dan stroke kerap terjadi di rumah, bukan di rumah sakit atau klinik.
“Serangannya pun tak bisa diprediksi. Ini pentingnya penderita hipertensi mengubah gaya hidup mereka dan mulai melakukan pemeriksaan tekanan darah di rumah secara teratur,” ungkap Yoshiaki kepada Sumut Pos, Kamis (10/10).
Mengingat cepatnya hipertensi meluas di kalangan masyarakat Indonesia, sebut Yoshiaki, deteksi awal dan pemantauan secara berkelanjutan sangatlah penting. Jika tidak dirawat dan dipantau dengan baik, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang mengancam nyawa.
“Masyarakat dari semua kelompok umur perlu disadarkan atas bahaya hipertensi dan cara pencegahannya, termasuk pemeriksaan tekanan darah sendiri di rumah. Sebagai solusinya, Omron Healthcare Indonesia akan terus bekerja sama dengan berbagai organisasi kesehatan dengan menawarkan peralatan kesehatan yang andal dan mudah digunakan untuk membantu pengguna memantau tekanan darah mereka pada batasan yang sehat dan normal,” ujarnya.
Yoshiaki menuturkan, data yang dipantau berperan sangat penting untuk memberi informasi ke dokter, yang kemudian dapat memanfaatkannya untuk memberikan pengobatan secara efektif.
“Kami senang bisa bekerja sama dengan InaSH (Perhimpunan Hipertensi Indonesia), dan InaSH akan sangat membantu kami mencapai visi dalam kampanye global Omrob bertajuk ‘Zero Event’, yang bertujuan mengurangi insiden terjadinya penyakit yang mengancam jiwa karena disebabkan oleh tekanan darah tinggi sampai tak ada sama sekali,” tuturnya.
Ia menambahkan, Omron terus berkomitmen membantu mewujudkan masyarakat sehat dengan nol kasus serangan jantung, stroke, dan lainnya. Masyarakat tidak ditentukan oleh usianya, namun keinginannya untuk hidup lebih sehat dan lebih lama. “Melalui inisiatif ‘Zero Event’, Omron secara global menjalin kerja sama dengan pihak-pihak dengan tujuan sama,” ucap Yoshiaki.
Lebih lanjut dia mengatakan, di Indonesia Omron mendukung InaSH dalam menyebarkan pesan-pesan mengenai bahaya hipertensi dan pentingnya melakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala di rumah. Pemeriksaan tekanan darah secara teratur di rumah terbukti sukses memantau hipertensi, efek pengobatan, mendeteksi hipertensi yang belum terlihat, gejala yang sulit dikenali serta tetap membuat dokter bisa mengawasi hasil pantauan.
“Kami berharap inisiatif ‘Zero Event’ bisa membantu menekan jumlah penderita tekanan darah tinggi dengan menyediakan teknologi canggih dan produknya. Ini sejalan dengan komitmen Omron untuk membangun masyarakat dengan kehidupan yang sehat dan nyaman, dengan mempromosikan pencegahan penyakit yang berawal dari gaya hidup tidak sehat. Sebab, komitmen utama kami adalah membantu masyarakat menjalani hidup sehat dengan menyediakan teknologi yang canggih, bermanfaat dan terjangkau,” paparnya.
Sementara, Ketua Umum InaSH dr Tunggul D Situmorang SpPD-KGH mengatakan, hipertensi merupakan penyebab kematian (mortality) dan kesakitan (morbidity) terbanyak di seluruh dunia, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan RI 2018, prevalensi hipertensi adalah sebesar 34,1 persen dari populasi usia dewasa dan menjadi penyebab utama gagal ginjal yang harus menjalani cuci darah.
Karena itu, perlu upaya Gerakan Peduli Hipertensi (GPH) sebagai bagian dari Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) sebagai upaya pencegahan. “Saat ini ada paradigma baru dalam tata kelola hipertensi, yang meliputi diagnosis, klasifikasi, pilihan obat-obatan dan target tekanan darah yang harus dicapai, yang telah disarikan dari berbagai panduan tentang hipertensi yang ada,” kata dr Tunggul.
Ia melanjutkan, InaSH kemudian merangkumnya dalam Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019 yang diluncurkan pada bulan Februari lalu. Diagnosis hipertensi tidak lagi hanya didasarkan atas pengukuran tekanan darah di rumah sakit atau klinik praktik dokter yang disebut dengan ‘Office Blood Pressure’. Melainkan, dianjurkan untuk melakukan pengukuran tekanan darah di rumah atau disebut ‘Out of Office Blood Pressure’.
“Kepatuhan makan obat dan perhatian atas kesehatan diri sendiri juga diharapkan akan meningkat dengan cara ini. Sehingga, pencapaian target tekanan darah juga akan lebih mudah tercapai. Dampaknya, kerusakan organ vital seperti jantung, syaraf, ginjal, dan pembuluh darah, dapat dihindari,” paparnya.
Tunggul menyatakan, anjuran untuk menjalani gaya hidup sehat sangat direkomendasikan sebagai bagian dari pengobatan hipertensi. Antara lain, dengan olahraga teratur, konsumsi nutrisi yang seimbang dengan mengurangi asupan garam, gula, dan lemak, serta menjaga berat badan dan lingkar pinggang yang ideal.
Selain itu, berhenti merokok, tidak minum alkohol dan menghindari stres. Dianjurkan pula untuk mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi secara kombinasi sejak awal pengobatan dan target tekanan darah yang diharapkan.
“Lebih dari itu, mengelola pasien-pasien hipertensi tidak hanya sekadar menurunkan tekanan darah saja, tapi juga mengendalikan faktor-faktor penyulit dan kondisi maupun penyakit yang menyertainya,” tukasnya.
Anggota Dewan Pembina InaSH, Dr dr Yuda Turana SpS menyampaikan, riset yang dilakukan oleh InaSH menunjukkan 63 persen pasien hipertensi mengonsumsi obat antihipertensi tanpa pemantauan. Ini menunjukkan sebagian besar pasien tidak melakukan cek tekanan darah secara teratur dan mandiri di rumahnya.
“Banyak studi menunjukkan, cek tekanan darah secara teratur dan mandiri di rumah memiliki nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan hanya pemeriksaan tekanan darah di rumah sakit. Bahkan, juga meningkatkan kepatuhan pasien dan mendeteksi keberadaan hipertensi terselubung dan lainnya. Untuk itu, kampanye cek tekanan darah di rumah yang diluncurkan pada 2018 sebagai upaya untuk menurunkan prevelansi hipertensi yang saat ini masih tinggi di Indonesia, dimana 1 dari 3 orang Indonesia terkena hipertensi,” pungkasnya. (ris/ila)