26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

2 Hari di Medan, Penyidik KPK Geledah Lima Lokasi, Dokumen Proyek dan Mobil Disita

GELEDAH: Petugas KPK memasuki Kantor Dinas PU Medan di Jalan Pinangbaris, Medan Sunggal, untuk melakukan penggeledahan, Sabtu (19/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Selama dua hari berada di Medan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di lima lokasi, terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin. Hasilnya, sejumlah dokumen terkait proyek, mobil, dan barang bukti elektronik disita.

Setelah menggeledah Balai Kota Medan pada Jumat (18/10) lalu, penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan di kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Medan di Jalan Pinang Baris, Medan Sunggal, Sabtu (19/10). Amatan Sumut Pos, penggeledahan dimulai sekira pukul 09.00 WIB hingga pukul 19.37 WIB.

Suasana di kantor Dinas PU tampak sepi, karena memang merupakan hari libur bagi ASN. Sehingga penyidik KPK dengan leluasa melakukan penggeledahan. Dari dalam kantor Dinas PU, penyidik KPK membawa dua buah koper besar dan dua kotak kardus kecil yang diduga berisi dokumen-dokumen penting dari ruangan Kadis PU.

Kemudian, penggeledahan berlanjut ke Kantor Dinas Perhubungan. Terlihat penyidik KPK naik ke lantai dua yang memang merupakan tempat ruang kerja Kadis Perhubungan Medan Iswar Lubis yang telah disegel KPK sehari setelah OTT.

Sementara Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menggeledah lima lokasi dan menyita sejumlah dokumen terkait proyek, mobil, dan barang bukti elektronik dari hasil penggeledahan dalam penyidikan kasus suap yang menjerat Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin (TDE). “Tim KPK telah menyelesaikan penggeledahan pada sejumlah ruangan di lima lokasi di Medan kemarin,” ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (20/10).

Disebutnya, lima lokasi yang digeledah yakni rumah dinas Wali Kota Medan, kantor Dinas PUPR Kota Medan, Kantor Dinas Perhubungan Kota Medan, rumah Wali Kota Medan, dan kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Medan. “Dari lokasi-lokas tersebut disita sejumlah dokumen terkait proyek, mobil Avanza silver yang digunakan Andika (Hartono), dan barang bukti elektronik seperti alat komunikasi,” ucap Febri. Selanjutnya, kata Febri, tim KPK pada Minggu (20/10) kembali ke Jakarta untuk mempelajari bukti-bukti yang telah disita tersebut.

Diketahui, Andika melarikan diri dan hampir menabrak tim KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Medan, Selasa (15/10) malam. Andika akhirnya menyerahkan diri kepada penyidik KPK didampingi Kasatpol PP M Sofyan pada Jumat (18/10) pukul 11.00 WIB di kantor Wali Kota Medan dan sekitar pukul 11.30 WIB Andika dibawa pergi oleh penyidik KPK dengan mengendarai mobil Toyota Innova berwarna hitam.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Andika kembali ke kantor Wali Kota Medan bersama penyidik KPK hingga penggeledahan di Kantor Wali Kota selesai pada pukul 21.30 WIB. Usai pemeriksaan tak satupun penyidik KPK yang mau dimintai keterangan terkait pemeriksaan Andika.

Wakil Wali Kota Medan, Akhyar yang dikonfirmasi mengatakan, Andika tidak ditahan KPK, namun dirinya tidak mengetahui secara pasti status Andika pasca dilakukan pemeriksaan. Akhyar pun mengatakan, selama pemeriksaan, beberapa dokumen penting di sejumlah ruangan telah dibawa KPK.

Amatan Sumut Pos pada Minggu (20/10), tidak ada lagi penggeledahan dilakukan penyidik KPK. “Kalau kemarin (Sabtu, 19/10) memang ada penggeledahan, kalau hari ini yang saya tahu tak ada lagi. Baik di Dinas PU, Dinas Perhubungan dan kantor Wali Kota Medan tak ada lagi yang digeledah,” kata Kepala Bagian Humas Pemko Medan, Arrahman Pane kepada Sumut Pos, Minggu (20/10).

Seperti diketahui, penggeledahan ini dilakukan pasca-ditetapkannya Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin sebagai tersangka dugaan kasus korupsi. Selain Tengku Dzulmi Eldin, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu pemberi suap, Isa Anshari (Kepala Dinas PU) dan Syamsul Fitri Siregar (Kepala Bagian Protokoler) kota Medan.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Tengku Dzulmi dan Syamsul Fitri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut. Diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi: Isa Anshari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Sesuatu yang dapat bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. (map)

GELEDAH: Petugas KPK memasuki Kantor Dinas PU Medan di Jalan Pinangbaris, Medan Sunggal, untuk melakukan penggeledahan, Sabtu (19/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Selama dua hari berada di Medan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di lima lokasi, terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin. Hasilnya, sejumlah dokumen terkait proyek, mobil, dan barang bukti elektronik disita.

Setelah menggeledah Balai Kota Medan pada Jumat (18/10) lalu, penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan di kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Medan di Jalan Pinang Baris, Medan Sunggal, Sabtu (19/10). Amatan Sumut Pos, penggeledahan dimulai sekira pukul 09.00 WIB hingga pukul 19.37 WIB.

Suasana di kantor Dinas PU tampak sepi, karena memang merupakan hari libur bagi ASN. Sehingga penyidik KPK dengan leluasa melakukan penggeledahan. Dari dalam kantor Dinas PU, penyidik KPK membawa dua buah koper besar dan dua kotak kardus kecil yang diduga berisi dokumen-dokumen penting dari ruangan Kadis PU.

Kemudian, penggeledahan berlanjut ke Kantor Dinas Perhubungan. Terlihat penyidik KPK naik ke lantai dua yang memang merupakan tempat ruang kerja Kadis Perhubungan Medan Iswar Lubis yang telah disegel KPK sehari setelah OTT.

Sementara Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menggeledah lima lokasi dan menyita sejumlah dokumen terkait proyek, mobil, dan barang bukti elektronik dari hasil penggeledahan dalam penyidikan kasus suap yang menjerat Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin (TDE). “Tim KPK telah menyelesaikan penggeledahan pada sejumlah ruangan di lima lokasi di Medan kemarin,” ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (20/10).

Disebutnya, lima lokasi yang digeledah yakni rumah dinas Wali Kota Medan, kantor Dinas PUPR Kota Medan, Kantor Dinas Perhubungan Kota Medan, rumah Wali Kota Medan, dan kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Medan. “Dari lokasi-lokas tersebut disita sejumlah dokumen terkait proyek, mobil Avanza silver yang digunakan Andika (Hartono), dan barang bukti elektronik seperti alat komunikasi,” ucap Febri. Selanjutnya, kata Febri, tim KPK pada Minggu (20/10) kembali ke Jakarta untuk mempelajari bukti-bukti yang telah disita tersebut.

Diketahui, Andika melarikan diri dan hampir menabrak tim KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Medan, Selasa (15/10) malam. Andika akhirnya menyerahkan diri kepada penyidik KPK didampingi Kasatpol PP M Sofyan pada Jumat (18/10) pukul 11.00 WIB di kantor Wali Kota Medan dan sekitar pukul 11.30 WIB Andika dibawa pergi oleh penyidik KPK dengan mengendarai mobil Toyota Innova berwarna hitam.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Andika kembali ke kantor Wali Kota Medan bersama penyidik KPK hingga penggeledahan di Kantor Wali Kota selesai pada pukul 21.30 WIB. Usai pemeriksaan tak satupun penyidik KPK yang mau dimintai keterangan terkait pemeriksaan Andika.

Wakil Wali Kota Medan, Akhyar yang dikonfirmasi mengatakan, Andika tidak ditahan KPK, namun dirinya tidak mengetahui secara pasti status Andika pasca dilakukan pemeriksaan. Akhyar pun mengatakan, selama pemeriksaan, beberapa dokumen penting di sejumlah ruangan telah dibawa KPK.

Amatan Sumut Pos pada Minggu (20/10), tidak ada lagi penggeledahan dilakukan penyidik KPK. “Kalau kemarin (Sabtu, 19/10) memang ada penggeledahan, kalau hari ini yang saya tahu tak ada lagi. Baik di Dinas PU, Dinas Perhubungan dan kantor Wali Kota Medan tak ada lagi yang digeledah,” kata Kepala Bagian Humas Pemko Medan, Arrahman Pane kepada Sumut Pos, Minggu (20/10).

Seperti diketahui, penggeledahan ini dilakukan pasca-ditetapkannya Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin sebagai tersangka dugaan kasus korupsi. Selain Tengku Dzulmi Eldin, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu pemberi suap, Isa Anshari (Kepala Dinas PU) dan Syamsul Fitri Siregar (Kepala Bagian Protokoler) kota Medan.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Tengku Dzulmi dan Syamsul Fitri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut. Diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi: Isa Anshari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Sesuatu yang dapat bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. (map)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/