28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Jokowi Diminta Benahi BPJS Kesehatan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masalah kesehatan menjadi salah satu tolak ukur utama dari visi misi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sebab keinginan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) tak lepas dari kualitas manusia yang sehat dan unggul. Karena itu, banyak masalah kesehatan yang harus dibenahi. Mulai masalah pembiayaan kesehatan, anggaran kesehatan, hingga masalah angka kematian ibu dan bayi.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof Hasbullah Thabrany, menyoroti sedikitnya 3 hal yang harus menjadi prioritas kerja Jokowi-Ma’ruf. Presiden dan wakil presiden terpilih didorong untuk mempunyai konsep yang terukur dalam program kerja 100 hari pertama.

“100 hari itu kira-kira sampai Januari. Bisa enggak Presiden dan Wakil Presiden terpilih kasih konsep soal masalah kesehatan ibu dan anak, lalu berani enggak untuk menaikkan anggaran atau budget kesehatan, kemudian bagaimana rencana kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan membenahi redistribusi pelayanan fasilitas kesehatan,” tegasnya kepada JawaPos.com (Grup Sumut Pos), Minggu (18/10).

Bicara soal pembiayaan kesehatan melalui BPJS Kesehatan, Hasbullah menegaskan komitmen pendanaan pembiayaan Indonesia masih terbelakang dibanding negara lainnya. Dia menilai iuran JKN harus naik hingga tahun 2024 sebanyak 2x lipat.

“Pembiayaan kesehatan iuran BPJS itu harus naik sampai 2024 sebanyak 2x lipat dari sekarang. Terserah apa mau naiknya perlahan bertahap sampai 2024 naik 100 persen. Barulah setelah itu pelayanan kesehatan kita bisa bersaing dengan pelayanan kesehatan di berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, dan China,” jelasnya.

Lalu soal peningkatan kualitas SDM, kata Hasbullah, bukan hanya digenjot melalui training pendidikan. Akan tetapi harus ada investasi jangka panjang melalui kesehatan.

“Pembangunan SDM itu ada 2, jangka pendek yang hasilnya sebentar dan jangka panjang. Kalau mau punya potensi dan bersaing di tahun 2045 mau jadi bangsa emas, investasi jangka panjang yaitu lewat kesehatan,” katanya.

Sehingga bukan sekadar memberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan anak-anak.

“PMT hanya berlaku bagi ibu-ibu hamil dan bayi di bawah 2 tahun. Setelah itu PMT enggak ada gunanya. Kita mau berkembang jadi generasi ng-otot ayau ng-otak? Pakai otot atau pakai otak?,” tukasnya.

Selain itu, Hasbullah mengkritisi masalah penanganan angka kematian ibu, bayi, dan balita masih belum konsisten dilakukan pemerintah. Lewat penelitiannya, Hasbullah pernah menghitung butuh dana fantastis untuk bisa membenahi masalah kematian ibu dan anak.

“Menurunkan kematian ibu dan anak duitnya minim selama ini. Kalau mau beresin itu butuh Rp 17-20 triliun, saya pernah menghitung hanya untuk Kematian Ibu dan Anak,” paparnya.

Caranya dengan menjamin semua biaya dan akses ibu hamil periksa kehamilannya ke fasilitas kesehatan, bidan atau dokter pilihannya sampai para ibu menuntaskan masa nifasnya. Dan bidan harus dibayar dengan harga memadai.

“Bidannya harus dibayar memadai harus memungkinkan bekerja dengan senang. Sekarang bidan itu bekerja dengan luar biasa keras. Ini jadi catatan pemerintah nantinya,” tegasnya. (jpc/ala)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masalah kesehatan menjadi salah satu tolak ukur utama dari visi misi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sebab keinginan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) tak lepas dari kualitas manusia yang sehat dan unggul. Karena itu, banyak masalah kesehatan yang harus dibenahi. Mulai masalah pembiayaan kesehatan, anggaran kesehatan, hingga masalah angka kematian ibu dan bayi.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof Hasbullah Thabrany, menyoroti sedikitnya 3 hal yang harus menjadi prioritas kerja Jokowi-Ma’ruf. Presiden dan wakil presiden terpilih didorong untuk mempunyai konsep yang terukur dalam program kerja 100 hari pertama.

“100 hari itu kira-kira sampai Januari. Bisa enggak Presiden dan Wakil Presiden terpilih kasih konsep soal masalah kesehatan ibu dan anak, lalu berani enggak untuk menaikkan anggaran atau budget kesehatan, kemudian bagaimana rencana kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan membenahi redistribusi pelayanan fasilitas kesehatan,” tegasnya kepada JawaPos.com (Grup Sumut Pos), Minggu (18/10).

Bicara soal pembiayaan kesehatan melalui BPJS Kesehatan, Hasbullah menegaskan komitmen pendanaan pembiayaan Indonesia masih terbelakang dibanding negara lainnya. Dia menilai iuran JKN harus naik hingga tahun 2024 sebanyak 2x lipat.

“Pembiayaan kesehatan iuran BPJS itu harus naik sampai 2024 sebanyak 2x lipat dari sekarang. Terserah apa mau naiknya perlahan bertahap sampai 2024 naik 100 persen. Barulah setelah itu pelayanan kesehatan kita bisa bersaing dengan pelayanan kesehatan di berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, dan China,” jelasnya.

Lalu soal peningkatan kualitas SDM, kata Hasbullah, bukan hanya digenjot melalui training pendidikan. Akan tetapi harus ada investasi jangka panjang melalui kesehatan.

“Pembangunan SDM itu ada 2, jangka pendek yang hasilnya sebentar dan jangka panjang. Kalau mau punya potensi dan bersaing di tahun 2045 mau jadi bangsa emas, investasi jangka panjang yaitu lewat kesehatan,” katanya.

Sehingga bukan sekadar memberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan anak-anak.

“PMT hanya berlaku bagi ibu-ibu hamil dan bayi di bawah 2 tahun. Setelah itu PMT enggak ada gunanya. Kita mau berkembang jadi generasi ng-otot ayau ng-otak? Pakai otot atau pakai otak?,” tukasnya.

Selain itu, Hasbullah mengkritisi masalah penanganan angka kematian ibu, bayi, dan balita masih belum konsisten dilakukan pemerintah. Lewat penelitiannya, Hasbullah pernah menghitung butuh dana fantastis untuk bisa membenahi masalah kematian ibu dan anak.

“Menurunkan kematian ibu dan anak duitnya minim selama ini. Kalau mau beresin itu butuh Rp 17-20 triliun, saya pernah menghitung hanya untuk Kematian Ibu dan Anak,” paparnya.

Caranya dengan menjamin semua biaya dan akses ibu hamil periksa kehamilannya ke fasilitas kesehatan, bidan atau dokter pilihannya sampai para ibu menuntaskan masa nifasnya. Dan bidan harus dibayar dengan harga memadai.

“Bidannya harus dibayar memadai harus memungkinkan bekerja dengan senang. Sekarang bidan itu bekerja dengan luar biasa keras. Ini jadi catatan pemerintah nantinya,” tegasnya. (jpc/ala)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/