MEDAN, SUMUTPOS.CO – Teka-teki mengenai di mana Rabbial Muslim Nasution (RMN) alias Dedek —pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Rabu pagi lalu—belajar merakit bom, perlahan mulai terungkap. Sebuah pondok di di kawasan pertambakan udang di Canang Kering, Lingkungan 20, Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, diduga dijadikan lokasi perakitan bom. Setahun terakhir, pondok tambak itu juga jadi lokasi pengajian kelompok Dedek.
TERUNGKAPNYA lokasi perakitan bom tersebut berawal dari penyerahan Aris (28) dan adiknya, Fadli (23) oleh orangtua mereka, Rudi Suharto (52). Rudi menyerahkan kedua putranya kepada kepling setempat, Kamis (14/11) malam. Kemudian, abang beradik itu diamankan petugas Polres Pelabuhan Belawan sebelum diserahkan ke Mapoldasu.
Kepada polisi, Aris dan Fadli menyebutkan, sebuah pondok di kawasan tambak milik mereka selama ini dijadikan sebagai markas atau tempat perakit bom kelompok jaringan bomber bunuh diri di Markas Polrestabes Medan.
Atas informasi tersebut, petugas Polres Pelabuhan Belawan mengecek pondok berukuran 2×2 meter tersebut. Belum diketahui persis apa yang ada di pondok itu. Namun kemarin, areal sekitar pondok telah dipasang garis polisi.
Rudi Suharto selaku ayah Aris dan Fadli dan juga pemilik tambak mengaku, selama ini pondok tersebut digunakan sebagai tempat istirahat penjaga tambak. Adapun anak-anaknya selalu berada di tambak, dan seingatnya tidak pernah melakukan kegiatan aneh.
“Setahu saya, si Aris dan adiknya tidak pernah membawa benda aneh ke pondok itu. Saya juga sering ke pondok itu. Yang jelas, pondok itu tempat menjaga tambak,” katanya, saat diwawancarai.
Namun ia mengakui, selama ini ketiga anaknya terlibat pengajian. Yakni Aris sebagai anak paling besar, adiknya Andri dan Fadli. Sejak setahun lalu, ketiganya aktif pengajian bersama Rabbial Muslim Nasution, bomber bunuh diri di Markas Polrestabes Medan.
“Sewaktu terjadi bom bunuh diri itu, saya lihat TV. Siang itu si Andri mulai gelisah masuk kamar. Sorenya, ia terburu- buru keluar rumah sembari mengambil jaket, lalu pergi. Sampai sekarang tidak tahu ke mana,” cerita Rudi Suharto di rumahnya.
Selama penayangan di televisi, pria yang kerap disapa Ucok Udang ini mendengar nama anaknya tercatat sebagai jaringan pelaku bomber bunuh diri di Mapolrestabes Medan. Keterlibatan anaknya diperkuat dengan informasi yang diterimanya dari kepling.
Curiga, Rudi pun memanggil Aris dan adiknya Fadli dari tambak, untuk ditanyai seputaran keterlibatan mereka atas aksi bom tersebut.
“Kemarin sore, saya tanya mereka. Katanya memang kenal sama di Rabbial. Tapi hanya sebatas teman mengaji. Saya sempat bilang jangan ikut paham teroris. Mereka tidak membantah. Setelah itu mereka kembali menjaga tambak,” cerita Rudi.
Malamnya, sepulang wirit, ia bertemu kepling dan disarankan untuk membawa anaknya ke rumah kepling. Malam itu juga, Rudi kembali memanggil kedua anaknya dari tambak dan diserahkan ke kepling, sebelum dijemput pihak kepolisian.
“Sampai saat ini saya belum tahu apa status anak saya. Mereka itu saya harap tidak ikut dalam paham radikal itu. Kalau ikut-ikutan, belum tentu pelaku,” pungkas Rudi.
Warga Tanjungbalai Pernah Menginap di Tambak
Masih keterangan Rudi Suharto, ketiga anak mengenal pengajian sejak setahun belakangan. Pengajian itu hanya diikuti segelintir anggota kelompok mereka, dan dilakukan secara berpindah tempat. Biasanya berlangsung mulai pukul 22.00 WIB hingga 24.00 WIB.
Ia tidak mengetahui persis bentuk pengajian yang mereka lakukan. Yang pasti, membahas tentang kajian dalam ayat suci alquran.
“Yang pertama mengajak mereka itu si Fadli. Kemudian Aris dan Andri ikut pengajian. Yang mengaji orangnya itu-itu aja. Paling banyak 10 orang. Soal ada penyimpangan, saya kurang tahu. Yang jelas, membahas tentang pengertian ayat di Alquran. Tidak ada membahas tentang paham menyimpang,” ucapnya.
Menurut pria berusia 52 tahun ini, selain mengaji, kegiatan ketiga anaknya itu hanya menjaga tambak. Sebelumnya, Aris bekerja sebagai satpam.
Belakangan, kata Rudi, anak-anaknya sering menginap di tambak. Selama di tambak, mereka kerap dikunjungi teman-temannya satu pengajian. Seingatnya, ada teman anaknya bernama Sugi warga Tanjungbalai, yang menginap di pondok tambak miliknya.
“Sebulan lalu, ada temannya si Sugi datang kemari. Selama di sini, temannya itu menginap 4 hari di pondok itu. Apa aktivitas mereka, saya tidak tahu. Namanya teman mereka, saya mana pernah curiga,” cetusnya.
Ia mengaku tidak menyangka, pondok di tambaknya dijadikan markas perakitan bom. “Kalau memang ada yang aneh, sudah pasti saya tahu. Tapi kita serahkan ke polisi saja. Yang jelas, kedua anak saya sudah diserahkan ke polisi,” ucap Rudi.
Hal senada disampaikan tetangganya, Tohir, yang tinggal berjarak 300 meter dari pondok tambak itu. Kakek berusia 74 tahun ini mengaku, selama ini ia melihat Aris dan kedua adiknya sering membawa temannya ke pondok tambak.
“Teman-temannya datang sore, lalu menginap di pondok. Setelah pagi, mereka keluar dari pondok itu. Tapi saya tidak kenal mereka dan tidak tahu kali apa kegiatan mereka di situ,” kata Tohir.
Menurut Tohir, ketiga abang beradik itu rajin mengikuti pengajian namun ia tidak tahu bentuk pengajian yang mereka ikuti. “Dulu Andri itu orangnya agak lasak. Belakangan sejak rajin ibadah, mereka mulai tertutup dan tidak mau bergaul dengan masyarakat sini,” beber Tohir.
Densus Geledah Tiga Rumah
Pengembangan keterangan Aris dan Fadli, tim gabungan dari Densus 88 Antiteror Mabes Polri dan Gegana Polda Sumut, kembali menggeledah 3 rumah di Canang Kering, Kelurahan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Jumat (15/11) pukul 15.00 WIB.
Penggeledahan berlangsung di rumah yang dihuni Syafri (28) dan rumah Anto (42). Anto merupakan guru ngaji Dedek, bomber bunuh diri di Polrestabes Medan. Polisi juga menggeledah rumah abang beradik, Aris (28) dan Fadli (23) yang jaraknya berdekatan.
Di rumah bercat merah jambu itu, tim hanya menemukan istri Syafri, Ainun bersama anaknya serta kerabatnya. Secara bersamaan, tim juga menggeledah rumah Anto yang berjarak 50 meter dari rumah Syafri dan rumah Aris.
Selama proses penggeledahan, sekitar areal lokasi dijaga ketat dan dipasang garis polisi. Penggeledahan berlangsung sekitar 3 jam lebih. Di akhir penggeledahan, petugas Inafis Polda Sumut dan Densus 88 Antiteror mengamankan sejumlah barang mencurigakan dari ketiga rumah.
Lurah Sicanang, Zulkifli, mengatakan ia mendampingi polisi melakukan penggeledahan. “Tiga rumah diperiksa. Rumah itu berdekatan, di antaranya rumah Syafri, Anto dan Aris. Mereka memang warga saya. Mengenai keseharian mereka di lingkungan, saya tidak begitu tahu,” katanya.
Anggap Tetangga Kafir
Warga sekitar, Juadi mengatakan, rumah yang ditempati Syafri adalah milik mertuanya yang bernama Iwan. Sekitar 2 bulan lalu, Iwan berangkat ke Bengkulu ke rumah anak pertamanya, Khairudin, yang sudah menetap lama di Bengkulu.
“Sejak Iwan berangkat ke Bengkulu, rumah itu yang tinggal hanya si Syafri dan istrinya bersama anak mereka. Selama ini, tidak ada aktivitas aneh di rumah itu. Memang ada pengajian, tapi mereka tertutup,” cerita kakek berusia 75 tahun ini.
Selama ini, kata dia, di rumah Syafri itu selalu datang teman-teman pengajiannya. Masyarakat sekitar agar resah dengan aktivitas mereka yang tidak mau bergaul dan membentuk pengajian aneh. Bahkan menganggap tetangga mereka orang kafir.
“Karena meresahkan, warga melarang mereka untuk beribadah di mesjid dekat sini. Aktivitas keanehan yang mereka lakukan sudah ada 4 tahun ini. Bahkan polmas dan babinsa sudah sering meminta warga memantau mereka,” ujarnya.
Disinggung mengenai keberadaan Syafri dan Anto, Juadi mengatakan, sejak serangan bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan, keduanya menghilang dari rumah itu. Di rumah Syafri hanya ada istri dan anaknya. Sedangkan Anto kabur bersama istrinya.
“Setelah peristiwa itu, kami lihat mereka pergi naik dua sempeda motor berboncengan. Habis itu sampai sekarang tidak nampak lagi mereka,” katanya.
Mengenai Syafri, lanjutnya, konon dipecat sebagai satpam karena tidak mau hormat bendera Merah Putih. Keanehan lainnya, setiap kali khotbah Jumat, ia kerap keluar dari masjid. Kata dia, khotbahnya tidak cocok dengan mereka. “Saya ingat kali, pas khutbah Jumat, dia (Syafri) keluar masjid. Pas waktu salat, baru dia masuk lagi,” bebernya. (fac)