26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemimpin Negeri Eropa Bertumbangan

Tak Sanggup Atasi Bangkrut

KRISIS keuangan yang melanda Eropa membawa dampak serius pada stabilitas politik dalam negeri. Gejolak politik dan himpitan ekonomi memaksa George Papandreou meletakkan jabatannya sebagai perdana menteri (PM) Yunani awal pekan ini.

Nasib senada dialami Silvio Berlusconi yang pekan ini juga mundur dari kursi PM Italia. Dua kepala pemerintahan itu akhirnya menyerah sebelum masa jabatan mereka berakhir.

Menyusul Irlandia dan Portugal, Yunani pun bakal menerima dana talangan dari Uni Eropa (UE) agar tak terpuruk dalam kebangkrutan. Demi mempertahankan stabilitas zona euro yang meliputi 27 negara, UE memilih mengalirkan sejumlah besar dana ke negara-negara yang terancam bangkrut. Organisasi terbesar Eropa itu berharap, negara-negara tersebut tak sampai bangkrut. Kamis lalu (10/11), UE juga mengancam lima negara anggota yang terus mengalami defisit.

Namun, tak hanya Belgia, Siprus, Hungaria, Malta, dan Polandia saja yang terancam denda. Krisis keuangan yang mulai terdetaksi pada akhir 2009 itu ternyata sudah sedemikian jauh meluas. Meski hanya Irlandia dan Portugal serta Yunani yang menerima dana talangan, UE tak menutup mata jika Italia pun terancam skenario senada. Jika sampai 2013 nanti neraca anggaran Italia tak kunjung seimbang, maka UE maupun IMF akan terpaksa mengucurkan dana talangan pula ke Negeri Menara Pisa tersebut.

Menurut Michael Schuman, jurnalis senior majalah Time, UE tak akan sanggup menalangi keuangan Italia yang menduduki urutan ke-8 negara-negara perekonomian terkuat dunia. “Italia terlalu besar untuk ditalangi. Tak mudah bagi UE atau IMF untuk mengucurkan dana ke negara sebesar itu. Apalagi, nilai utangnya jauh lebih besar dari utang gabungan Irlandia, Portugal, Spanyol dan Yunani,” ulasnya pada editorial bisnis majalah terbitan Amerika Serikat (AS) itu Rabu lalu (9/11).

Banyaknya nilai utang Italia, imbuh Schuman, akan membuat UE berpikir keras jika akhirnya harus mengucurkan dana talangan ke negara tersebut. Apalagi, dana yang dibutuhkan Italia ditaksir mencapai USD 1 triliun atau sekitar Rp8.959 triliun. “Zona euro tak punya dana sebesar itu untuk dipinjamkan ke Italia. Jika ada pun, berdasar pertimbangan politis, tak mungkin UE meminjamkannya pada Italia,” lanjut reporter yang berdomisili di Hongkong tersebut.
Setelah Yunani dan Italia menetapkan langkah masing-masing untuk lepas dari krisis keuangan, kini bahaya yang sama mengancam Prancis. Negara euro dengan perekonomian terbesar kedua setelah Jerman itu dituntut mampu lepas dari jeratan krisis. Sebab, meski tak terbelit utang, pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy pun gagal menunjukkan pertumbuhan perekonomian yang signifikan. Apalagi, saat ini, sektor industri Prancis sedang terpuruk.

September lalu, produksi sektor industri Prancis turun sekitar 17 persen dibanding bulan sebelumnya. Bersamaan dengan itu, indikator bisnis Bank Prancis menunjukkan bahwa sentimen pasar turun satu poin ke titik 96. Kondisi tersebut berpengaruh serius pada pertumbuhan ekonomi Prancis. UE meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang dipimpin Sarkozy itu hanya akan berkisar 0,6 persen. Jauh dari target yang dipatok pada kisaran 2 persen.
Di mata UE, Prancis tak serius membenahi perekonomian dalam negeri. Akibatnya, anggaran belanja Negeri Anggur itu terus membengkak. Pemerintahan Sarkozy pun dianggap boros dan keras kepala. Apalagi, pemimpin 56 tahun tersebut sempat mengabaikan peringatan UE untuk menyusun skenario penghematan anggaran. Para pengamat ekonomi Prancis menyebut masa depan keuangan negaranya suram. Apalagi, setelah krisis keuangan Italia menimbulkan gejolak politik di sana.

Prediksi pertumbuhan ekonomi Prancis tak akan secemerlang tahun lalu, membuat Komisioner Kebijakan Moneter dan Ekonomi UE Olli Rehn kembali melayangkan peringatan. Atas nama UE, diplomat 49 tahun asal Finlandia itu mengimbau tim ekonomi Prancis bekerja lebih keras. Terutama untuk meminimalkan defisit anggaran negara sesuai batas minimal zona euro. Yakni, 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).     “Kami yakin, akan lebih baik bagi Prancis untuk secepat mungkin menyusun skema penghematan demi memenuhi tuntutan batas defisit UE pada 2012 dan 2013 mendatang,” papar Rehn. Saat ini, defisit Prancis diperkirakan berkisar 5,7 persen dari PDB. (bbs/hep/ami)
Kendati demikian, Menteri Keuangan Francois Baroin dan Menteri Anggaran Valerie Pecresse yakin pemerintahannya telah melakukan terobosan-terobosan yang signifikan untuk memenuhi tuntutan UE.

Tak Sanggup Atasi Bangkrut

KRISIS keuangan yang melanda Eropa membawa dampak serius pada stabilitas politik dalam negeri. Gejolak politik dan himpitan ekonomi memaksa George Papandreou meletakkan jabatannya sebagai perdana menteri (PM) Yunani awal pekan ini.

Nasib senada dialami Silvio Berlusconi yang pekan ini juga mundur dari kursi PM Italia. Dua kepala pemerintahan itu akhirnya menyerah sebelum masa jabatan mereka berakhir.

Menyusul Irlandia dan Portugal, Yunani pun bakal menerima dana talangan dari Uni Eropa (UE) agar tak terpuruk dalam kebangkrutan. Demi mempertahankan stabilitas zona euro yang meliputi 27 negara, UE memilih mengalirkan sejumlah besar dana ke negara-negara yang terancam bangkrut. Organisasi terbesar Eropa itu berharap, negara-negara tersebut tak sampai bangkrut. Kamis lalu (10/11), UE juga mengancam lima negara anggota yang terus mengalami defisit.

Namun, tak hanya Belgia, Siprus, Hungaria, Malta, dan Polandia saja yang terancam denda. Krisis keuangan yang mulai terdetaksi pada akhir 2009 itu ternyata sudah sedemikian jauh meluas. Meski hanya Irlandia dan Portugal serta Yunani yang menerima dana talangan, UE tak menutup mata jika Italia pun terancam skenario senada. Jika sampai 2013 nanti neraca anggaran Italia tak kunjung seimbang, maka UE maupun IMF akan terpaksa mengucurkan dana talangan pula ke Negeri Menara Pisa tersebut.

Menurut Michael Schuman, jurnalis senior majalah Time, UE tak akan sanggup menalangi keuangan Italia yang menduduki urutan ke-8 negara-negara perekonomian terkuat dunia. “Italia terlalu besar untuk ditalangi. Tak mudah bagi UE atau IMF untuk mengucurkan dana ke negara sebesar itu. Apalagi, nilai utangnya jauh lebih besar dari utang gabungan Irlandia, Portugal, Spanyol dan Yunani,” ulasnya pada editorial bisnis majalah terbitan Amerika Serikat (AS) itu Rabu lalu (9/11).

Banyaknya nilai utang Italia, imbuh Schuman, akan membuat UE berpikir keras jika akhirnya harus mengucurkan dana talangan ke negara tersebut. Apalagi, dana yang dibutuhkan Italia ditaksir mencapai USD 1 triliun atau sekitar Rp8.959 triliun. “Zona euro tak punya dana sebesar itu untuk dipinjamkan ke Italia. Jika ada pun, berdasar pertimbangan politis, tak mungkin UE meminjamkannya pada Italia,” lanjut reporter yang berdomisili di Hongkong tersebut.
Setelah Yunani dan Italia menetapkan langkah masing-masing untuk lepas dari krisis keuangan, kini bahaya yang sama mengancam Prancis. Negara euro dengan perekonomian terbesar kedua setelah Jerman itu dituntut mampu lepas dari jeratan krisis. Sebab, meski tak terbelit utang, pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy pun gagal menunjukkan pertumbuhan perekonomian yang signifikan. Apalagi, saat ini, sektor industri Prancis sedang terpuruk.

September lalu, produksi sektor industri Prancis turun sekitar 17 persen dibanding bulan sebelumnya. Bersamaan dengan itu, indikator bisnis Bank Prancis menunjukkan bahwa sentimen pasar turun satu poin ke titik 96. Kondisi tersebut berpengaruh serius pada pertumbuhan ekonomi Prancis. UE meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang dipimpin Sarkozy itu hanya akan berkisar 0,6 persen. Jauh dari target yang dipatok pada kisaran 2 persen.
Di mata UE, Prancis tak serius membenahi perekonomian dalam negeri. Akibatnya, anggaran belanja Negeri Anggur itu terus membengkak. Pemerintahan Sarkozy pun dianggap boros dan keras kepala. Apalagi, pemimpin 56 tahun tersebut sempat mengabaikan peringatan UE untuk menyusun skenario penghematan anggaran. Para pengamat ekonomi Prancis menyebut masa depan keuangan negaranya suram. Apalagi, setelah krisis keuangan Italia menimbulkan gejolak politik di sana.

Prediksi pertumbuhan ekonomi Prancis tak akan secemerlang tahun lalu, membuat Komisioner Kebijakan Moneter dan Ekonomi UE Olli Rehn kembali melayangkan peringatan. Atas nama UE, diplomat 49 tahun asal Finlandia itu mengimbau tim ekonomi Prancis bekerja lebih keras. Terutama untuk meminimalkan defisit anggaran negara sesuai batas minimal zona euro. Yakni, 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).     “Kami yakin, akan lebih baik bagi Prancis untuk secepat mungkin menyusun skema penghematan demi memenuhi tuntutan batas defisit UE pada 2012 dan 2013 mendatang,” papar Rehn. Saat ini, defisit Prancis diperkirakan berkisar 5,7 persen dari PDB. (bbs/hep/ami)
Kendati demikian, Menteri Keuangan Francois Baroin dan Menteri Anggaran Valerie Pecresse yakin pemerintahannya telah melakukan terobosan-terobosan yang signifikan untuk memenuhi tuntutan UE.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/