Peternak Diperkirakan Alami Kerugian Rp9,1 M
DAIRI, SUMUTPOS.CO – Hingga akhir Desember 2019 lalu, jumlah ternak babi mati di Kabupaten Dairi sudah mencapai 13.000 ekor. Sedangkan ternak babi tersisa yang masih hidup, terdata hanya 5 ribu ekor.
Kepala Bidang (Kabid) Peternakan di Dinas Pertanian Kabupaten Dairi Jhon F Manurung mengatakan, saat ini hampir semua kecamatan di Dairi terserang virus african swine fever (ASF). Menurutnya, serangan virus ASF ini merebak di Dairi sejak pekan pertama September 2019. Berdasarkan data dari PPL di lapangan, kata Jhon, jumlah ternak babi mati sebanyak 13.000 ekor, sedangkan ternak babi yang terdata (melapor) masih hidup sebanyak 5.000 ekor.
“Jadi, estimasi kerugian peternak hingga saat ini, jika harga rata-rata perekor babi sebesar Rp600 ribu hingga Rp700 ribu dikalikan 13 ribu ekora, maka total nilai kerugian materi berkisar Rp9,1 miliar,” ungkap Jhon kepada wartawan, Rabu (8/1).
Disebutnya, penyakit yang menyerang ternak babi di Sumatera Utara termasuk Dairi sudah resmi diumumkan Menteri Pertanian adalah virus ASF. “Untuk itu, peternak kita sarankan tidak pelihara babi dulu menunggu penyakit itu habis dari daerah ini. Hasil konsultasi dengan pemerintah pusat, mereka menyuruh kita untuk mendata peternak yang ternak mereka mati akibat virus itu dan janji akan ada bantuan dari pemerintah, tetapi harus bersih dulu serangan virus ASF,” bebernya.
Dia juga menjelaskan, virus ASF tidak menular kepada manusia. Untuk itu tidak perlu takut memakan daging babi yang sehat. “Jika sudah dimasak 70 derajat celcius saja, virus ASF sudah mati. Langkah yang kita lakukan, tetap mengedukasi peternak agar membersihkan kandang supaya virus tidak berkembang,” tandasnya.
Pemko Binjai Larangan Buang Bangkai Babi
Sementara, sebulan belakangan ini Kota Binjai mulai dihebohkan dengan temuan bangkai babi. Karenanya, Pemko Binjai mengeluarkan imbauan kepada masyarakat agar tidak membuang bangkai hewan kaki empat tersebut secara sembarang.
Di sejumlah titik pada daerah aliran sungai (DAS) dipasang imbauan tersebut. Pantauan wartawan, spanduk berisi imbauan itu dipasang di DAS Bingei, DAS Mencirim serta di beberapa titik di sekitar lokasi TPA yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Binjai.
Selain mengimbau, Pemko Binjai juga memberi peringatan kalau tindakan buang bangkai babi sembarang tempat dapat dipidana. Dalam spanduk tertulis, diancam pidana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tulisan berwarna merah.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Binjai, dr T Amri Fadli, langkah ini diambil oleh Pemko Binjai, karena oknum pelaku pembuangan bangkai babi sudah seakan tidak memiliki hati nurani. Diduga, oknum tersebut ingin menghemat anggaran ataupun tidak ingin ribet dalam pengerjaannya. Mereka memilih membuang bangkai binatang yang diharamkan umat muslim ini di sembarang tempat.
Hal ini bukan hanya mencemari lingkungan. Namun, juga sudah membuat masyarakat di hilir sungai menjadi resah. “Ya, kita pasang spanduk imbauan agar tidak ada lagi warga yang membuang bangkai hewan apapun juga di sembarangan tempat. Baik di aliran sungai maupun di lokasi lainnya. karena yang benar itu, jika ada bangkai hewan maka harusnya ditanam bukan dibuang begitu saja,” ujar dia, Rabu (8/1).
“Jika ada warga maupun masyarakat yang memiliki hewan ternak khususnya babi dan telah mati, dapat menghubungi Dinas Pertanian dan Ketapang Kota Binjai. Nanti dari sana, mereka ada SOP untuk penanganan bangkai hewan agar tidak mencemari lingkungan, terima kasih,” sambung mantan Direktur RSUD Dr RM Djoelham Kota Binjai ini.
Sementara, Kepala Dinas Pertanian dan Ketapang Kota Binjai, Agustawan Karnajaya menjelaskan, Standar Operasional Prosedur dalam penanganan bangkai babi yang akan dilakukan jika ada masyarakat yang melapor. “Setelah dilapor, nanti tim akan datang dalam waktu 24 jam untuk mengecek bangkai. Lalu kita tanam. Itu SOP. Jangan lagi buang sembarang. Lapor ke kami untuk dibantu menangani,” pungkasnya. (rud/ted)