25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Sektor Pariwisata Tak Dikelola Maksimal 10 Tahun Potensi Labusel Belum Tergali

BEKAS ISTANA: Rivai Nasution saat mengunjungi sisa-sisa bangunan Istana Bahran di Kotapinang, Labusel, beberapa waktu lalu.
ISTIMEWA

KOTAPINANG, SUMUTPOS.CO – Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) memiliki cukup banyak potensi yang dapat digali dan dikembangkan. Di antaranya dari sektor pariwisata. Sayang, selama 10 tahun Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Labusel berjalan sektor pariwisata terkesan terabaikan.

Karenanya, tugas pemerintahan yang akan datang, memenuhi harapan dan impian masyarakat Labusel untuk meningkatkan kualitas daerah dengan mengembangkan potensi yang dimiliki. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Keluarga Labuhanbatu Selatan (PB-IKLAS), Rivai Nasution menyadari betul hal ini. Apalagi, Rivai ikut membidani lahirnya Kabupaten Labusel yang saat itu diamanahkan menjadi Sekretaris Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (P5KLB).

Kepada Sumut Pos, Rivai Nasution menyebutkan, potensi utama adalah warisan budaya Kesulatanan Bahran Kota Pinang. Istana Kota Bahran adalah saksi sejarah sekaligus warisan sejarah Kesultanan Kota Pinang. “Istana Bahran merupakan simbol kejayaan peradaban Melayu di Kotapinang. Pada 1946, istana itu dihancurkan dampak dari revolusi sosial pada masa itu. Pada masa sekarang, istana tersebut masih ada namun kondisinya sudah sangat memprihatinkan,” kata Rivai.

Atas dasar kepedulian ingin menjadikan Istana Bahran menjadi icon Labusel, pada 22 Desember 2018 lalu, Rivai melalui PB IKLAS bekerjasama dengan LIPPSU dan Yayasan Daun Sirih menggelar dialog publik napak tilas sejarah kejayaan Kesultanan Bahran Kotapinang. “Saya juga sudah berkomunikasi dengan beberapa ahli waris Kesultanan Kotapinang yang masih hidup, diantaranya Tengku AizusThafa, Tengku Mahmun Al Rasyid, di Medan serta Tengku Ivan Bahran ahli waris lainnya yang kini menetap di Jakarta, tentang bagaimana caranya agar Istana Bahran dapat segera direvitalisiasi menjadi sebuah aset budaya yang dapat dibanggakan,” ungkapnya.

Potensi lain, sebut Rivai, adalah sumur air panas. Sumur air panas ini sudah ada sejak lama, namun belum dikelola. “Memang masih perlu dipastikan, apakah air panas tersebut mengandung zat berbahaya atau tidak. Namun mestinya tidak terlalu sulit dan lama untuk mengetahui hal tersebut,” ujarnya.

Potensi berikutnya yang tidak kalah hebat, penangkaran gajah di Kecamatan Torgamba, tepatnya di Desa Aek Raso. Di tempat tersebut, ada pusat pelatihan gajah yang merupakan salah satu tempat wisata andalan di Kabupaten Labusel.

Selain itu, Sungai Barumun juga memiliki potensi yang belum tergali. Disebutnya, dalam hikayat Kotapinang, pada masa lalu sungai ini menjadi sumber aktivitas utama masyarakat. Bahkan, sungai ini menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat Labusel. “Sekarang, sungai ini tidak terlalu banyak manfaatnya bagi masyarakat. Bahkan terkesan menyeramkan. Padahal potensinya cukup besar. Jika kita bisa memanfaatkan sungai ini untuk aktivitas masyarakat, maka akan banyak dampaknya bagi pembangunan di Labusel,” bebernya.

Berikutnya, Aek Sampuran di Desa Ulu Mahuam, Kecamatan Silangkitang yang telah ramai dikunjung masyarakat untuk tempat berwisata. Danau Permata di Dusun Bulu Hait Kecamatan Kotapinang, Danau Pagaran Padang di seberang Pelabuhan Barumun yang dulunya sempat ramai dikunjungi masyarakat serta Sungai Aek Lumpatan di Desa Hutagodang Kecamatan Sungai Kanan. “Kesemuanya ini sangat perlu sentuhan pemkab untuk dikelola dengan baik dan profesional yang diharapkan dapat mendongkrak peningkatan PAD di Labusel,” jelasnya.

Kuliner khas Labusel seperti ikan dan durian. Sayur anyang ayam, manuk diasomi, gulai asam baung, pakkat, juga menjadi potensi yang tak boleh diabaikan. Apalagi, sejak dulu masakan khas Labusel ini sangat terkenal dengan cita rasanya. Sayangnya, kuliner Labuhanbatu Selatan ini belum dikemas dengan baik melalui campur tangan pemerintah.

“Jika pemerintah daerah dapat lebih bersinergi melakukan terobosan dan inovasi serta berkreasi untuk menjual dan mempromosikannya pada setiap event regional maupun nasional, saya yakin ini akan menjadi ikon kuliner yang dikenal daerah lain,” ungkapnya.

Menurut Rivai yang juga bakal calon Bupati Labusel, semua potensi ini memerlukan regulasi yang mendukung terciptanya Labuhanbatu Selatan Bernas. Cita rasa kuliner yang merupakan produk khas Labuhanbatu Selatan harus didukung regulasi agar menjadi produk khas daerah.

“Bahkan, akan lebih baik jika semua jenis kuliner yang ada di Labusel sudah memiliki legalitas dari pemkab. Sehingga, kuliner ini dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dalam rangka peningkatan PAD serta berdaya saing dan bermutu,” pungkasnya. (adz/azw)

BEKAS ISTANA: Rivai Nasution saat mengunjungi sisa-sisa bangunan Istana Bahran di Kotapinang, Labusel, beberapa waktu lalu.
ISTIMEWA

KOTAPINANG, SUMUTPOS.CO – Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) memiliki cukup banyak potensi yang dapat digali dan dikembangkan. Di antaranya dari sektor pariwisata. Sayang, selama 10 tahun Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Labusel berjalan sektor pariwisata terkesan terabaikan.

Karenanya, tugas pemerintahan yang akan datang, memenuhi harapan dan impian masyarakat Labusel untuk meningkatkan kualitas daerah dengan mengembangkan potensi yang dimiliki. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Keluarga Labuhanbatu Selatan (PB-IKLAS), Rivai Nasution menyadari betul hal ini. Apalagi, Rivai ikut membidani lahirnya Kabupaten Labusel yang saat itu diamanahkan menjadi Sekretaris Panitia Pendukung Proses Percepatan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu (P5KLB).

Kepada Sumut Pos, Rivai Nasution menyebutkan, potensi utama adalah warisan budaya Kesulatanan Bahran Kota Pinang. Istana Kota Bahran adalah saksi sejarah sekaligus warisan sejarah Kesultanan Kota Pinang. “Istana Bahran merupakan simbol kejayaan peradaban Melayu di Kotapinang. Pada 1946, istana itu dihancurkan dampak dari revolusi sosial pada masa itu. Pada masa sekarang, istana tersebut masih ada namun kondisinya sudah sangat memprihatinkan,” kata Rivai.

Atas dasar kepedulian ingin menjadikan Istana Bahran menjadi icon Labusel, pada 22 Desember 2018 lalu, Rivai melalui PB IKLAS bekerjasama dengan LIPPSU dan Yayasan Daun Sirih menggelar dialog publik napak tilas sejarah kejayaan Kesultanan Bahran Kotapinang. “Saya juga sudah berkomunikasi dengan beberapa ahli waris Kesultanan Kotapinang yang masih hidup, diantaranya Tengku AizusThafa, Tengku Mahmun Al Rasyid, di Medan serta Tengku Ivan Bahran ahli waris lainnya yang kini menetap di Jakarta, tentang bagaimana caranya agar Istana Bahran dapat segera direvitalisiasi menjadi sebuah aset budaya yang dapat dibanggakan,” ungkapnya.

Potensi lain, sebut Rivai, adalah sumur air panas. Sumur air panas ini sudah ada sejak lama, namun belum dikelola. “Memang masih perlu dipastikan, apakah air panas tersebut mengandung zat berbahaya atau tidak. Namun mestinya tidak terlalu sulit dan lama untuk mengetahui hal tersebut,” ujarnya.

Potensi berikutnya yang tidak kalah hebat, penangkaran gajah di Kecamatan Torgamba, tepatnya di Desa Aek Raso. Di tempat tersebut, ada pusat pelatihan gajah yang merupakan salah satu tempat wisata andalan di Kabupaten Labusel.

Selain itu, Sungai Barumun juga memiliki potensi yang belum tergali. Disebutnya, dalam hikayat Kotapinang, pada masa lalu sungai ini menjadi sumber aktivitas utama masyarakat. Bahkan, sungai ini menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat Labusel. “Sekarang, sungai ini tidak terlalu banyak manfaatnya bagi masyarakat. Bahkan terkesan menyeramkan. Padahal potensinya cukup besar. Jika kita bisa memanfaatkan sungai ini untuk aktivitas masyarakat, maka akan banyak dampaknya bagi pembangunan di Labusel,” bebernya.

Berikutnya, Aek Sampuran di Desa Ulu Mahuam, Kecamatan Silangkitang yang telah ramai dikunjung masyarakat untuk tempat berwisata. Danau Permata di Dusun Bulu Hait Kecamatan Kotapinang, Danau Pagaran Padang di seberang Pelabuhan Barumun yang dulunya sempat ramai dikunjungi masyarakat serta Sungai Aek Lumpatan di Desa Hutagodang Kecamatan Sungai Kanan. “Kesemuanya ini sangat perlu sentuhan pemkab untuk dikelola dengan baik dan profesional yang diharapkan dapat mendongkrak peningkatan PAD di Labusel,” jelasnya.

Kuliner khas Labusel seperti ikan dan durian. Sayur anyang ayam, manuk diasomi, gulai asam baung, pakkat, juga menjadi potensi yang tak boleh diabaikan. Apalagi, sejak dulu masakan khas Labusel ini sangat terkenal dengan cita rasanya. Sayangnya, kuliner Labuhanbatu Selatan ini belum dikemas dengan baik melalui campur tangan pemerintah.

“Jika pemerintah daerah dapat lebih bersinergi melakukan terobosan dan inovasi serta berkreasi untuk menjual dan mempromosikannya pada setiap event regional maupun nasional, saya yakin ini akan menjadi ikon kuliner yang dikenal daerah lain,” ungkapnya.

Menurut Rivai yang juga bakal calon Bupati Labusel, semua potensi ini memerlukan regulasi yang mendukung terciptanya Labuhanbatu Selatan Bernas. Cita rasa kuliner yang merupakan produk khas Labuhanbatu Selatan harus didukung regulasi agar menjadi produk khas daerah.

“Bahkan, akan lebih baik jika semua jenis kuliner yang ada di Labusel sudah memiliki legalitas dari pemkab. Sehingga, kuliner ini dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dalam rangka peningkatan PAD serta berdaya saing dan bermutu,” pungkasnya. (adz/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/