MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengguna sosial media (sosmed) tengah dihebohkan dengan foto dari seorang jenazah pasien suspect Covid-19 yang dimakamkan masih mengenakan daster.
Informasi yang berkembang menyebutkan, pasien itu dikuburkan melalui protokol Covid-19 di Pemakaman Suka Maju Jalan STM, Medan Johor, setelah dinyatakan meninggal di RS Sembiring. Namun, karena peti tidak muat, keluarga lalu membuka petinya, sehingga terlihat jenazah pasien tersebut masih menggunakan daster yang dibungkus kain kafan.
Lurah Suka Maju, Harry Agus Perdana yang dikonfirmasi membenarkan adanya peristiwa ini. Diceritakannga, awal mula pasien ini masuk ke RS Sembiring pada Kamis (23/7) karena historis penyakit jantung. Akan tetapi, pada Jumat (24/7) subuh pasien tersebut dinyatakan meninggal. “Tapi (memang) itu belum dipastikan Covid-19 atau tidak. Informasi yang kami terima dari rumah sakit, warga kita yang meninggal hasil rapid test-nya reaktif,” ungkapnya kepada wartawan, Minggu (26/7).
Karena reaktif hasil rapid test Covid-19, pihak rumah sakit lalu mengarahkan keluarga agar pemakamannya dilakukan sesuai protokol pemulasaran jenazah Covid-19. Meskipun awalnya menolak, namun belakangan keluarga menerima dengan kesepakatan penguburan dilakukan di pemakaman keluarga dan tetap dilakukan sesuai protokol Covid-19. “Waktu proses pemakaman awal tidak ada masalah, tapi info yang diterima dari keluarga bahwa petinya tidak muat. Lalu, oleh pihak keluarga petinya dibongkar, sehingga nampaklah jenazah yang masih berdaster itu,” terang Harry.
Keluarga yang mengetahui, kata Harry, beranggapan jika jenazah almarhum belum dimandikan sehingga pemakamannya tidak sesuai fardhu kifayah. Akan tetapi, sambung dia, di lapangan setelah ditanyakan, petugas RS Sembiring mengaku bahwa mereka sudaj memandikan jenazah tersebut. “Keinginan keluarga untuk memandikan jenazah pun saya tolak, dan pemakaman tetap dilanjutkan sesuai protokol Covid-19. Karena kalau dikeluarkan dari peti, kan tidak (sesuai) protokol lagi,” tukasnya.
Terpisah, Sekretaris Dinas Kesehatan Sumut dr Aris Yudhariansyah yang dikonfirmasi terkait kejadian ini mengatakan, bahwasanya berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2020 tentang prosedur memandikan jenazah yang terpapar Covid-19 dapat dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya. Sedangkan apabila jenazah tidak bisa dimandikan, dapat digantikan dengan tayamum. “Jadi diperbolehkan, tidak ada masalah. Kan mayat (pasien Covid-19) itu tidak boleh diapa-apain kalau sudah meninggal. Siapa lagi yang berani membuka bajunya,” ujarnya.
Begitu juga, lanjut Aris, seusai fatwa tersebut, jenazah juga boleh dikafani dalam keadaan berpakaian. Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan, karena cairan jenazah pasien Covid-19 dapat menularkan. “Kalau peti jenazah itu dibongkar, malah akan terjadi kesalahan prosedur dalam pemakaman. Makanya, ini tidak boleh,” tandasnya.
SGTPP Sumut Tepis Tudingan RS ‘Covid-kan’ Pasien
Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan (SGTPP) Covid-19 Sumut menepis tudingan kabar rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 ‘meng-covid-kan’ pasien. Dengan kata lain, salah diagnosis. Menurut Jubir SGTPP Covid-19 Sumut Mayor Kes dr Whiko Irwan, kabar tersebut tidak benar.
Kata dia, setiap rumah sakit terdapat tim penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging yang menentukan, apakah pasien ini Covid-19 atau bukan Covid-19. “Rumah sakit rujukan Covid-19 memiliki kriteria yang jelas untuk menyatakan seseorang terpapar Covid-19. Diantaranya, batuk, demam, sesak. Ada juga dengan pemeriksaan radiologi, rontgen paru. Bahkan, pemeriksaan lain seperti rapid test, tes darah, atau sebagai standarnya adalah swab PCR,” kata Whiko kepada wartawan, Minggu (26/7)
Disebutkan Whiko, terkait pemakaman jenazah khusus Covid-19 dilakukan dengan adanya protokol kesehatan. Ada kriteria jenazah yang akan dimakamkan di pemakaman khusus Covid-19. “Jenazah penderita Covid-19 itu adalah penderita yang dengan konfirmasi positif atau Covid-19 positif. Pemakamannya melaksanakan pemulasaran jenazah,” ungkapnya.
Selain penderita konfirmasi positif, dia melanjutkan, penderita proable (pasien dalam pengawasan). Walaupun belum ada hasil swab, tapi pasien dirawat sebagai penderita suspek Covid-19. Selanjutnya, penderita yang datang ke rumah sakit dan dalam kasus suspek. Misalkan, ada kontak erat atau sebelumnya ada keluhan-keluhan maupun gejala seperti penderita Covid-19.
“Diimbau kepada masyarakat agar memperkuat komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan pihak rumah sakit rujukan Covid-19. Bagi pihak rumah sakit rujukan, harus memberikan keterangan yang jelas terhadap keluarga terkait keadaan pasien, dengan menjelaskan secara rinci hasil pemeriksaan,” tukasnya. (ris)