30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ibarat Komputer, Ekonomi Semua Negara Sedang Hang

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden RI Joko Wododo (Jokowi) kembali menyebut bencana wabah virus Covid-19 telah membuat semua negara di dunia jatuh miskin. Mulai dari negara berkembang hingga negara maju tengah mengalami kemunduran ekonomi karena terpapar Covid-19.

Menurutnya, perekonomian dunia juga terparah dalam sejarah. Pada kuartal-I 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh 2,97 persen. Namun, pada kuartal-II perekonomian Indonesia minus 5,32 persen.

Jokowi mengatakan, capaian kuartal-II masih lebih bagus dibandingkan dengan negara-negara maju yang mencetak minus belasan persen, sampai minus 17 persen. Jokowi menegaskan, kemunduran yang dialami berbagai negara besar ini dapat menjadi peluang dan momentum Indonesia untuk mengejar ketertinggalan.

“Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting. Semua negara mempunyai kesempatan men-setting ulang semua sistemnya,” ujarnya di gedung DPR RI Jakarta, Jumat (14/8).

Jokowi menyampaikan, dirinya menyambut hangat seruan moral penuh kearifan dari para ulama, para pemuka agama, dan tokoh-tokoh budaya agar menjadikan momentum musibah pandemi ini sebagai sebuah kebangkitan baru untuk melakukan sebuah lompatan besar.

“Inilah saatnya kita membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar, menjalankan strategi besar. Strategi besar di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, kebudayaan, termasuk kesehatan dan pendidikan,” tukasnya.

Karenanya pada 2021, Jokowi menargetkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 4,5-5,5 persen. Asumsi ini tidak berubah dari yang sebelumnya dibahas antara pemerintah dengan DPR. “Asumsi indikator ekonomi makro yang kami pergunakan adalah sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5 persen-5,5persen,” kata Jokowi.

Asumsi pertumbuhan ekonomi nasional yang di kisaran 4,5 persen-5,5 persen ini, kata Jokowi didukung dengan peningkatan konsumsi atau daya beli domestik dan investasi sebagai motor penggerek utamanya. Sedangkan asumsi lainnya, seperti inflasi berada di level 3 persen. Asumsi nilai tukar rupiah di kisaran Rp14.600 per US Dolar. Sementara untuk suku bunga SBN 10 tahun diperkirakan sekitar 7,29 persen.

Asumsi untuk harga mintak mentah (ICP) diperkirakan US$ 45 per barel. Sedangkan untuk lifting atau produksi minyak ditetapkan 705 ribu barel per hari dan gas sekitar 1,007 juta barel setara minyak per hari.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menceritakan, pandemi COVID-19 telah menjadi bencana kesehatan dan kemanusiaan di abad ini. Pandemi Corona berdampak pada semua lini kehidupan manusia. Berawal dari masalah kesehatan, kini dampaknya telah meluas ke masalah sosial, ekonomi, dan keuangan.

Oleh karena itu, dikatakan Jokowi, penanganannya pun luar biasa. Banyak negara yang mengalokasikan fiskalnya untuk menangani masalah Corona. “Kita pun melakukan langkah yang luar biasa. Undang-undang No. 2 tahun 2020 antara lain memberi relaksasi defisit APBN dapat diperlebar di atas 3 persen selama tiga tahun. Tahun 2020, APBN telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,34% PDB,” katanya.

“Pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan,” tambahnya.(jpc/dtf)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden RI Joko Wododo (Jokowi) kembali menyebut bencana wabah virus Covid-19 telah membuat semua negara di dunia jatuh miskin. Mulai dari negara berkembang hingga negara maju tengah mengalami kemunduran ekonomi karena terpapar Covid-19.

Menurutnya, perekonomian dunia juga terparah dalam sejarah. Pada kuartal-I 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh 2,97 persen. Namun, pada kuartal-II perekonomian Indonesia minus 5,32 persen.

Jokowi mengatakan, capaian kuartal-II masih lebih bagus dibandingkan dengan negara-negara maju yang mencetak minus belasan persen, sampai minus 17 persen. Jokowi menegaskan, kemunduran yang dialami berbagai negara besar ini dapat menjadi peluang dan momentum Indonesia untuk mengejar ketertinggalan.

“Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting. Semua negara mempunyai kesempatan men-setting ulang semua sistemnya,” ujarnya di gedung DPR RI Jakarta, Jumat (14/8).

Jokowi menyampaikan, dirinya menyambut hangat seruan moral penuh kearifan dari para ulama, para pemuka agama, dan tokoh-tokoh budaya agar menjadikan momentum musibah pandemi ini sebagai sebuah kebangkitan baru untuk melakukan sebuah lompatan besar.

“Inilah saatnya kita membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar, menjalankan strategi besar. Strategi besar di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, kebudayaan, termasuk kesehatan dan pendidikan,” tukasnya.

Karenanya pada 2021, Jokowi menargetkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 4,5-5,5 persen. Asumsi ini tidak berubah dari yang sebelumnya dibahas antara pemerintah dengan DPR. “Asumsi indikator ekonomi makro yang kami pergunakan adalah sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5 persen-5,5persen,” kata Jokowi.

Asumsi pertumbuhan ekonomi nasional yang di kisaran 4,5 persen-5,5 persen ini, kata Jokowi didukung dengan peningkatan konsumsi atau daya beli domestik dan investasi sebagai motor penggerek utamanya. Sedangkan asumsi lainnya, seperti inflasi berada di level 3 persen. Asumsi nilai tukar rupiah di kisaran Rp14.600 per US Dolar. Sementara untuk suku bunga SBN 10 tahun diperkirakan sekitar 7,29 persen.

Asumsi untuk harga mintak mentah (ICP) diperkirakan US$ 45 per barel. Sedangkan untuk lifting atau produksi minyak ditetapkan 705 ribu barel per hari dan gas sekitar 1,007 juta barel setara minyak per hari.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menceritakan, pandemi COVID-19 telah menjadi bencana kesehatan dan kemanusiaan di abad ini. Pandemi Corona berdampak pada semua lini kehidupan manusia. Berawal dari masalah kesehatan, kini dampaknya telah meluas ke masalah sosial, ekonomi, dan keuangan.

Oleh karena itu, dikatakan Jokowi, penanganannya pun luar biasa. Banyak negara yang mengalokasikan fiskalnya untuk menangani masalah Corona. “Kita pun melakukan langkah yang luar biasa. Undang-undang No. 2 tahun 2020 antara lain memberi relaksasi defisit APBN dapat diperlebar di atas 3 persen selama tiga tahun. Tahun 2020, APBN telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,34% PDB,” katanya.

“Pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan,” tambahnya.(jpc/dtf)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/