26 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Belajar Tatap Muka Izin Orangtua, Disdik: SMK Sulit Praktikum Tanpa Tatap Muka

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kabid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dinas Pendidikan Sumatera Utara (Disdik Sumut), Amiruddin, mengatakan siswa SMK sulit praktikum secara online atau dalam jaringan (daring) Pasalnya, SMK berkaitan dengan keterampilan yang berkenaan langsung dengan pemberian contoh menggunakan tangan.

“Untuk pendidikan teori, SMK tetap belajar secara daring. Tetapi untuk praktikum, sulit jika tidak dilakukan secara tatap muka. SMK berbeda dengan sekolah umum, yang banyak memberikan materi secara teori,” ujar Amiruddin kepada Sumut Pos, saat ditemui di Kantor Disdik Sumut, Medan, Rabu (26/8).

Terkait praktek kerja lapangan (PKL) untuk menambah keterampilan siswa, SMK umumnya menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan. Selama pandemi Covid-19, ada tambahan peraturan dari Mendikbud RI, yakni jika sekolah ingin menerapkan tatap muka di zona kuning dan hijau, maka harus ada persetujuan dari orang tua siswa melalui persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua di masing-masing sekolah.

Selain itu, setiap perusahaan yang terjalin kerja sama dengan sekolah harus menerapkan protokoler kesehatan yang ketat. Jika menaati peraturan ini, siswa boleh melaksanakan kegiatan PKL nya.

“Permasalahannya, aturan itu sudah terpenuhi dari pihak perusahaan. Namun ternyata si anak tidak mendapat izin dari orang tuanya. Alhasil, ia tidak bisa PKL. Ini berdampak pada hubungan baik yang sudah terjalin antara pihak perusahaan dan sekolah,” ungkapnya.

Izin orangtua, jelas Amiruddin, tidak bisa dipaksakan. Orang tua berhak tidak memberikan izin kepada anaknya untuk tidak ikut PKL. Atau si anak tidak mau ikut PKL, karena khawatir tertular Covid-19. “Inilah yang menjadi dilema di SMK selama ini. Untuk hal ini, kita menunggu keputusan dari Gubernur Sumut,” tukasnya.

Sebelumnya, Mendikbud RI Nadiem Makarim mengatakan, sekolah tidak bisa dimulai tatap muka untuk zona kuning dan hijau, jika tidak ada persetujuan dari orang tua siswa. Bahkan meski sekolah sudah menerapkan tatap muka, orang tua boleh tidak memperkenankan anaknya tidak masuk ke dalam sekolah, jika merasa belum nyaman. Mereka diperbolehkan melanjutkan PJJ, jika orang tuanya belum memberikan izin.

“Jika sekolah melakukan tatap muka, maka kondisi di sekolah protokoler kesehatannya haruslah ketat. Masing-masing rombel hanya diperbolehkan maksimal 50 persen dari kapasitas. Berarti semua sekolah harus melakukan rotasi/ shifting,” ujar Nadiem lewat video conference beberapa waktu lalu.

Selain itu, lanjutnya, tidak ada lagi aktivitas kantin, berkumpul, dan ekstrakulikuler di sekolah yang mengakibatkan ada risiko interaksi di masing-masing rombel. “Hanya boleh sekolah dan langsung pulang setelah sekolah. Ddan tentunya harus menggunakan masker dan berbagai checklist yang sangat ketat,” tegas Nadiem.

Kemudian, tambahnya, 88 persen di daerah 3T, yakni Terdepan, Terluar, dan Tertinggal di Indonesia yang sangat sulit untuk bisa melakukan PJJ, itu ada di zona kuning dan hijau. “Intinya, relaksasi untuk zona kuning dan hijau, itu kunci keputusannya ada di orang tua. Bahwa protokol kesehatan itu berbeda dengan saat pra pandemi dengan rotasi/ shifting. Dan yang berikutnya, banyak daerah-daerah yang tidak bisa PJJ, maka bisa mulai melakukan tatap muka, agar mereka tidak ketertinggalan dari sisi pembelajaran,” tandasnya. (mag-1)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kabid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dinas Pendidikan Sumatera Utara (Disdik Sumut), Amiruddin, mengatakan siswa SMK sulit praktikum secara online atau dalam jaringan (daring) Pasalnya, SMK berkaitan dengan keterampilan yang berkenaan langsung dengan pemberian contoh menggunakan tangan.

“Untuk pendidikan teori, SMK tetap belajar secara daring. Tetapi untuk praktikum, sulit jika tidak dilakukan secara tatap muka. SMK berbeda dengan sekolah umum, yang banyak memberikan materi secara teori,” ujar Amiruddin kepada Sumut Pos, saat ditemui di Kantor Disdik Sumut, Medan, Rabu (26/8).

Terkait praktek kerja lapangan (PKL) untuk menambah keterampilan siswa, SMK umumnya menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan. Selama pandemi Covid-19, ada tambahan peraturan dari Mendikbud RI, yakni jika sekolah ingin menerapkan tatap muka di zona kuning dan hijau, maka harus ada persetujuan dari orang tua siswa melalui persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua di masing-masing sekolah.

Selain itu, setiap perusahaan yang terjalin kerja sama dengan sekolah harus menerapkan protokoler kesehatan yang ketat. Jika menaati peraturan ini, siswa boleh melaksanakan kegiatan PKL nya.

“Permasalahannya, aturan itu sudah terpenuhi dari pihak perusahaan. Namun ternyata si anak tidak mendapat izin dari orang tuanya. Alhasil, ia tidak bisa PKL. Ini berdampak pada hubungan baik yang sudah terjalin antara pihak perusahaan dan sekolah,” ungkapnya.

Izin orangtua, jelas Amiruddin, tidak bisa dipaksakan. Orang tua berhak tidak memberikan izin kepada anaknya untuk tidak ikut PKL. Atau si anak tidak mau ikut PKL, karena khawatir tertular Covid-19. “Inilah yang menjadi dilema di SMK selama ini. Untuk hal ini, kita menunggu keputusan dari Gubernur Sumut,” tukasnya.

Sebelumnya, Mendikbud RI Nadiem Makarim mengatakan, sekolah tidak bisa dimulai tatap muka untuk zona kuning dan hijau, jika tidak ada persetujuan dari orang tua siswa. Bahkan meski sekolah sudah menerapkan tatap muka, orang tua boleh tidak memperkenankan anaknya tidak masuk ke dalam sekolah, jika merasa belum nyaman. Mereka diperbolehkan melanjutkan PJJ, jika orang tuanya belum memberikan izin.

“Jika sekolah melakukan tatap muka, maka kondisi di sekolah protokoler kesehatannya haruslah ketat. Masing-masing rombel hanya diperbolehkan maksimal 50 persen dari kapasitas. Berarti semua sekolah harus melakukan rotasi/ shifting,” ujar Nadiem lewat video conference beberapa waktu lalu.

Selain itu, lanjutnya, tidak ada lagi aktivitas kantin, berkumpul, dan ekstrakulikuler di sekolah yang mengakibatkan ada risiko interaksi di masing-masing rombel. “Hanya boleh sekolah dan langsung pulang setelah sekolah. Ddan tentunya harus menggunakan masker dan berbagai checklist yang sangat ketat,” tegas Nadiem.

Kemudian, tambahnya, 88 persen di daerah 3T, yakni Terdepan, Terluar, dan Tertinggal di Indonesia yang sangat sulit untuk bisa melakukan PJJ, itu ada di zona kuning dan hijau. “Intinya, relaksasi untuk zona kuning dan hijau, itu kunci keputusannya ada di orang tua. Bahwa protokol kesehatan itu berbeda dengan saat pra pandemi dengan rotasi/ shifting. Dan yang berikutnya, banyak daerah-daerah yang tidak bisa PJJ, maka bisa mulai melakukan tatap muka, agar mereka tidak ketertinggalan dari sisi pembelajaran,” tandasnya. (mag-1)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/