29 C
Medan
Sunday, February 23, 2025
spot_img

Mantan DPRD Sumut Kembalikan Uang Suap Gatot, KPK: Bukan Soal Kembali atau Tidak Uangnya…

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejauh ini, sebanyak 64 orang mantan anggota DPRD Sumut telah diproses hukum dalam perkara tindak pidana korupsi menerima suap dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho. Dengan begitu, masih ada 36 orang lagi yang belum diproses hukum, termasuk mantan anggota dewan yang diketahui telah mengembalikan uang yang diterima kepada negara. Lantas, bagaimana nasib mereka?

RAKOR: Ketua KPK Firli Bahuri memimpin Rakor Pemberantasan Korupsi Terintegrasi, dengan agenda utama mendorong optimalisasi pendapatan dan penyelamatan aset daerah di Sumut, bersama Gubsu Edy Rahmayadi, Kakanwil BPN Sumut Dadang Suhendi dan stakeholder lainnya di Pendopo Rumah Dinas Gubsu, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Kamis (27/8).
RAKOR: Ketua KPK Firli Bahuri memimpin Rakor Pemberantasan Korupsi Terintegrasi, dengan agenda utama mendorong optimalisasi pendapatan dan penyelamatan aset daerah di Sumut, bersama Gubsu Edy Rahmayadi, Kakanwil BPN Sumut Dadang Suhendi dan stakeholder lainnya di Pendopo Rumah Dinas Gubsu, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Kamis (27/8).

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dalam konfrensi pers usai Rakor Pemberantasan Korupsi Pemda se-Sumut di Pendopo Rumah dinas Gubernur, Kamis (27/8), memberikan penjelasan soal itu. Menurutnya, bagi mantan anggota DPRD Sumut yang telah mengembalikan uang ke negara, dinyatakan bersih dari persoalan dimaksud.

“Apakah seseorang yang bersangkutan melalukan penerimaan sesuatu itu supaya melakukan atau tidak melakukan yang bertentangan dengan jabatan dan kewajibannya. Kalau itu terjadi, berarti sudah selesai pidananya,” kata Firli.

Dalam hal anggota dewan yang sudah mengembalikan uang suap pun, ia menyebut memang tidak terjadi kerugian negara, tetapi perbuatannya sudah selesai. Menurut dia, bukan soal kembali atau tidaknya uang tersebut. “Tinggal lagi, apakah KPK memiliki bukti yang cukup, sidang membuat terang suatu perkara pidana dan tersangkanya, jadi bukan berarti kembali atau tidak kembali uangnya,” katanya.

Berbicara soal pemberantasan korupsi, lanjut dia, tidak terlepas dari penanganan dan tahapan mulai dari penyelidikan perkara tersebut. Kata Firli, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dan langkah menentukan suatu peristiwa dan menentukan apakah suatu peristiwa itu bisa dilakukan penyelidikan.

“Itu dulu. Jadi perisitiwa penyelidikan itu benarkah peristiwa pidana. Kalau korupsi kita cek, apakah betul sudah terjadi korupsi. Kalau iya, berarti kita lanjutkan ke tahap penyelidikan,” ujar jenderal bintang 3 tersebut.

Mengenai penyelidikan, tambahnya, terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan mulai pengumpulan barang bukti, pemeriksaan hingga keterangan saksi. “Setelah itu dibuat terang suatu perkara pidana. Kalau perkara pidana korupsi kita buat terang, oh betulkah terjadi korupsi. Kenapa betul karena ada bukti, minimal ada dua alat bukti, terus sudah ada keterangan saksi,” kata dia.

Lalu kalau kasus korupsi itu sudah menemui titik terang, maka KPK akan mencari tersangkanya. “Karena tersangka menjadi penting adalah seseorang yang berdasarkan bukti permulaan cukup, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Jadi inilah landasan-landasan kami bekerja dalam rangka pemberantasan korupsi,” pungkasnya.

Ada Beberapa Titik Rawan Korupsi

Sementara, saat Rapat Koordinasi Sinergitas KPK RI dan aparat penegak hukum se-Sumatera Utara di Aula Tribrata Mapolda Sumut, Kamis (27/8), Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, ada beberapa titik rawan korupsi yang terjadi, di antaranya karena adanya birokrasi rekrutmen dan promosi jabatan, pengadaan barang dan jasa, serta sumbangan pihak ketiga. “Korupsi bisa kita cegah kalau kita punya integritas,” kata Firli.

Dijelaskannya, defenisi dari integritas adalah kesatuan atau keselarasan antara hati, pikiran, perbuatan dan hati nurani. “Sudah saatnya kita berkomitmen untuk memberantas korupsi untuk mewujudkan NKRI yg bersih,” tegasnya.

Firli juga menyampaikan, cara-cara efektif pencegahan dan pemberantasan Korupsi. Ia menyebutkan, harus ada pengawasan mengenai dari aparat penegak hukum dalam kegiatan karena cara operasi tangkap tangan (OTT) masih kurang efektif dalam memberantas korupsi.

“Namun harus adanya imbauan dan pembenahan kepada tokoh. Jangan biarkan seseorang yang korupsi merasa nyaman dengan apa yang dia dapatkan. Karena itu sangat merugikan negara. Sebagai aparat panegak hukum kita harus mampu menjaga aset dan uang negara,” imbuhnya.

Firli memaparkan, sesuai instruksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bahwa masyarakat itu menginginkan Indonesia bebas dari korupsi. “Oleh karena itu tugas KPK dan pemerintah yang terlibat lainnya adalah melakukan pencegahan agar tidak terjadi korupsi dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang melakukan pelayanan publik dan melakukan monitoring pelaksanaan program pemerintah,” tandasnya.

Kemudian, lanjut Firli, indikator lainnya yakni realokasi anggaran Covid-19, penyelenggaran bansos, pemulihan ekonomi nasional, pengesahan RAPBD dan laporan pertanggung jawaban laporan keuangan kepala daerah. Dalam hal ini, negara sudah sangat besar mengeluarkan anggaran untuk menangani pandemic Covid-19, salah satu indikatornya adalah kemiskinan.

“Saat pandemic ini kita semakin banyak mengeluarkan anggaran akibat adanya beberapa indokator, salah satunya kemiskinan. Maka dari itu para kepala daerah harus memberikan bansos untuk masyarakat yang terdampak. Bicarakan dengan anggota DPR untuk menghindari meningkatnya kemiskinan,” imbaunya.

Indikator berikutnya, tambahnya, adalah pengangguran, indikator ibu melahirkan, maka semakin bertambah penduduk, dan indokator sengketa lahan.

Sementara itu, Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin mengungkapkan, untuk tahun 2020 hingga saat ini ada 16 berkas perkara yang ditangani terkait korupsi oleh Polda Sumut. “Kami memohon kepada bapak untuk koordinasi dan supervisi penanganan tindak pidana korupsi di Sumut. Dan kepada para Kapolres yang menangani kasus korupsi di wilayahnya agar mendengarkan arahan dari bapak ketua KPK agar bisa kita terapkan,” ujarnya.

Dikatakannya, di wilayah Polda Sumut zero toleransi untuk narkotika, termasuk perjudian dan togel. “Kejahatan jalanan juga kita berantas dengan memberikan tindakan tegas dan terukur,” tukas Martuani. (prn/mag-1)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejauh ini, sebanyak 64 orang mantan anggota DPRD Sumut telah diproses hukum dalam perkara tindak pidana korupsi menerima suap dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho. Dengan begitu, masih ada 36 orang lagi yang belum diproses hukum, termasuk mantan anggota dewan yang diketahui telah mengembalikan uang yang diterima kepada negara. Lantas, bagaimana nasib mereka?

RAKOR: Ketua KPK Firli Bahuri memimpin Rakor Pemberantasan Korupsi Terintegrasi, dengan agenda utama mendorong optimalisasi pendapatan dan penyelamatan aset daerah di Sumut, bersama Gubsu Edy Rahmayadi, Kakanwil BPN Sumut Dadang Suhendi dan stakeholder lainnya di Pendopo Rumah Dinas Gubsu, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Kamis (27/8).
RAKOR: Ketua KPK Firli Bahuri memimpin Rakor Pemberantasan Korupsi Terintegrasi, dengan agenda utama mendorong optimalisasi pendapatan dan penyelamatan aset daerah di Sumut, bersama Gubsu Edy Rahmayadi, Kakanwil BPN Sumut Dadang Suhendi dan stakeholder lainnya di Pendopo Rumah Dinas Gubsu, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Kamis (27/8).

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dalam konfrensi pers usai Rakor Pemberantasan Korupsi Pemda se-Sumut di Pendopo Rumah dinas Gubernur, Kamis (27/8), memberikan penjelasan soal itu. Menurutnya, bagi mantan anggota DPRD Sumut yang telah mengembalikan uang ke negara, dinyatakan bersih dari persoalan dimaksud.

“Apakah seseorang yang bersangkutan melalukan penerimaan sesuatu itu supaya melakukan atau tidak melakukan yang bertentangan dengan jabatan dan kewajibannya. Kalau itu terjadi, berarti sudah selesai pidananya,” kata Firli.

Dalam hal anggota dewan yang sudah mengembalikan uang suap pun, ia menyebut memang tidak terjadi kerugian negara, tetapi perbuatannya sudah selesai. Menurut dia, bukan soal kembali atau tidaknya uang tersebut. “Tinggal lagi, apakah KPK memiliki bukti yang cukup, sidang membuat terang suatu perkara pidana dan tersangkanya, jadi bukan berarti kembali atau tidak kembali uangnya,” katanya.

Berbicara soal pemberantasan korupsi, lanjut dia, tidak terlepas dari penanganan dan tahapan mulai dari penyelidikan perkara tersebut. Kata Firli, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dan langkah menentukan suatu peristiwa dan menentukan apakah suatu peristiwa itu bisa dilakukan penyelidikan.

“Itu dulu. Jadi perisitiwa penyelidikan itu benarkah peristiwa pidana. Kalau korupsi kita cek, apakah betul sudah terjadi korupsi. Kalau iya, berarti kita lanjutkan ke tahap penyelidikan,” ujar jenderal bintang 3 tersebut.

Mengenai penyelidikan, tambahnya, terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan mulai pengumpulan barang bukti, pemeriksaan hingga keterangan saksi. “Setelah itu dibuat terang suatu perkara pidana. Kalau perkara pidana korupsi kita buat terang, oh betulkah terjadi korupsi. Kenapa betul karena ada bukti, minimal ada dua alat bukti, terus sudah ada keterangan saksi,” kata dia.

Lalu kalau kasus korupsi itu sudah menemui titik terang, maka KPK akan mencari tersangkanya. “Karena tersangka menjadi penting adalah seseorang yang berdasarkan bukti permulaan cukup, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Jadi inilah landasan-landasan kami bekerja dalam rangka pemberantasan korupsi,” pungkasnya.

Ada Beberapa Titik Rawan Korupsi

Sementara, saat Rapat Koordinasi Sinergitas KPK RI dan aparat penegak hukum se-Sumatera Utara di Aula Tribrata Mapolda Sumut, Kamis (27/8), Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, ada beberapa titik rawan korupsi yang terjadi, di antaranya karena adanya birokrasi rekrutmen dan promosi jabatan, pengadaan barang dan jasa, serta sumbangan pihak ketiga. “Korupsi bisa kita cegah kalau kita punya integritas,” kata Firli.

Dijelaskannya, defenisi dari integritas adalah kesatuan atau keselarasan antara hati, pikiran, perbuatan dan hati nurani. “Sudah saatnya kita berkomitmen untuk memberantas korupsi untuk mewujudkan NKRI yg bersih,” tegasnya.

Firli juga menyampaikan, cara-cara efektif pencegahan dan pemberantasan Korupsi. Ia menyebutkan, harus ada pengawasan mengenai dari aparat penegak hukum dalam kegiatan karena cara operasi tangkap tangan (OTT) masih kurang efektif dalam memberantas korupsi.

“Namun harus adanya imbauan dan pembenahan kepada tokoh. Jangan biarkan seseorang yang korupsi merasa nyaman dengan apa yang dia dapatkan. Karena itu sangat merugikan negara. Sebagai aparat panegak hukum kita harus mampu menjaga aset dan uang negara,” imbuhnya.

Firli memaparkan, sesuai instruksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bahwa masyarakat itu menginginkan Indonesia bebas dari korupsi. “Oleh karena itu tugas KPK dan pemerintah yang terlibat lainnya adalah melakukan pencegahan agar tidak terjadi korupsi dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang melakukan pelayanan publik dan melakukan monitoring pelaksanaan program pemerintah,” tandasnya.

Kemudian, lanjut Firli, indikator lainnya yakni realokasi anggaran Covid-19, penyelenggaran bansos, pemulihan ekonomi nasional, pengesahan RAPBD dan laporan pertanggung jawaban laporan keuangan kepala daerah. Dalam hal ini, negara sudah sangat besar mengeluarkan anggaran untuk menangani pandemic Covid-19, salah satu indikatornya adalah kemiskinan.

“Saat pandemic ini kita semakin banyak mengeluarkan anggaran akibat adanya beberapa indokator, salah satunya kemiskinan. Maka dari itu para kepala daerah harus memberikan bansos untuk masyarakat yang terdampak. Bicarakan dengan anggota DPR untuk menghindari meningkatnya kemiskinan,” imbaunya.

Indikator berikutnya, tambahnya, adalah pengangguran, indikator ibu melahirkan, maka semakin bertambah penduduk, dan indokator sengketa lahan.

Sementara itu, Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin mengungkapkan, untuk tahun 2020 hingga saat ini ada 16 berkas perkara yang ditangani terkait korupsi oleh Polda Sumut. “Kami memohon kepada bapak untuk koordinasi dan supervisi penanganan tindak pidana korupsi di Sumut. Dan kepada para Kapolres yang menangani kasus korupsi di wilayahnya agar mendengarkan arahan dari bapak ketua KPK agar bisa kita terapkan,” ujarnya.

Dikatakannya, di wilayah Polda Sumut zero toleransi untuk narkotika, termasuk perjudian dan togel. “Kejahatan jalanan juga kita berantas dengan memberikan tindakan tegas dan terukur,” tukas Martuani. (prn/mag-1)

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/