30 C
Medan
Wednesday, February 5, 2025

Soal Serangan Fajar, Pengamat Politik: Itu Hanya Efektif Maksimal 40 Persen

SERGAI, SUMUTPOS.CO – Gelaran pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah khususnya di 23 Kabupaten Kota di Sumatera Utara kian dekat. Tinggal tiga hari lagi pesta demokrasi Pilkada serentak 9 Desember akan berlangsung.

Banyak permasalahan yang terjadi setiap kali Pilkada, Pileg atau pemilu berlangsung. Salah satunya soal Money Politik. Kebudayaan membeli suara atau Vote Buying atau yang lebih dikenal masyarakat ‘serangan fajar, menjadi hiasan setiap kali pagelaran pesta demokrasi berlangsung.

Ini tentunya menjadi masalah, karena pemimpin yang terpilih bukanlah hasil dari hati nurani masyarakat, namun karena ada sesuatu yang ditermia. Orang Medan sering menyebutkan “Ada Apanya, bukan Apa Adanya”.

Padahal berdasarkan penelitian, vote buying atau serangan fajar itu hanya efektif maksimal 40 persen dari yang diharapkan. Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara Fernanda Putra Adela mengatakan praktek membeli suara atau vote buying sudah mendarah daging bagi sebagian besar masyarakat. Ini sulit dihapuskan selagi calon kepala daerahnya masih melakukan praktek itu.

“Kita tidak bisa menutup mata tentang money politic itu,apalagi saat ini pandemi melanda, kesulitan ekonomi masyarakat menjadi senjata bagi seluruh kandidat dan ini harus dikawal baik itu oleh KPU atau masyarakat,”jelasnya belum lama ini kepada wartawan, Minggu (6/12/2020).

Menurut Dosen USU ini, kandidat yang hanya membeli suara namun tidak menjual Visi Misi dan program kerjanya kepada masyarakat hanya akan mendapatkan kekecewaan yang besar. Kandidat akan melakukan timpa-timpaan jumlah uang dan ini akan dinikmati masyarakat, masyarakat yang akan diuntungkan dengan itu.

“Makanya kita dorong kandidat untuk membantu kerja KPU mensosialisasikan pilkada, tidak hanya sebatas pemilih potensial yang ditunutut memilih, tetapi semua lapisan masyarakat. Sebab vote buying tidak efektif dan hanya memberikan kekecewaan bagi kandidat,”harapnya.

Dirinya juga memperkirakan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada ini juga akan turun di Sumatera Utara. Sebab pemilih yang berusia di atas 50 tahun akan mempertimbangkan diri hadir ke TPS, khususnya di tengah pandemik COVID-19 ini.

“Kita mengimbau kepada masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas selama pilkada ini berlangsung, kita berharap pilkada ini sukses meski di tengah pandemi,”tandasnya.(rel)

SERGAI, SUMUTPOS.CO – Gelaran pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah khususnya di 23 Kabupaten Kota di Sumatera Utara kian dekat. Tinggal tiga hari lagi pesta demokrasi Pilkada serentak 9 Desember akan berlangsung.

Banyak permasalahan yang terjadi setiap kali Pilkada, Pileg atau pemilu berlangsung. Salah satunya soal Money Politik. Kebudayaan membeli suara atau Vote Buying atau yang lebih dikenal masyarakat ‘serangan fajar, menjadi hiasan setiap kali pagelaran pesta demokrasi berlangsung.

Ini tentunya menjadi masalah, karena pemimpin yang terpilih bukanlah hasil dari hati nurani masyarakat, namun karena ada sesuatu yang ditermia. Orang Medan sering menyebutkan “Ada Apanya, bukan Apa Adanya”.

Padahal berdasarkan penelitian, vote buying atau serangan fajar itu hanya efektif maksimal 40 persen dari yang diharapkan. Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara Fernanda Putra Adela mengatakan praktek membeli suara atau vote buying sudah mendarah daging bagi sebagian besar masyarakat. Ini sulit dihapuskan selagi calon kepala daerahnya masih melakukan praktek itu.

“Kita tidak bisa menutup mata tentang money politic itu,apalagi saat ini pandemi melanda, kesulitan ekonomi masyarakat menjadi senjata bagi seluruh kandidat dan ini harus dikawal baik itu oleh KPU atau masyarakat,”jelasnya belum lama ini kepada wartawan, Minggu (6/12/2020).

Menurut Dosen USU ini, kandidat yang hanya membeli suara namun tidak menjual Visi Misi dan program kerjanya kepada masyarakat hanya akan mendapatkan kekecewaan yang besar. Kandidat akan melakukan timpa-timpaan jumlah uang dan ini akan dinikmati masyarakat, masyarakat yang akan diuntungkan dengan itu.

“Makanya kita dorong kandidat untuk membantu kerja KPU mensosialisasikan pilkada, tidak hanya sebatas pemilih potensial yang ditunutut memilih, tetapi semua lapisan masyarakat. Sebab vote buying tidak efektif dan hanya memberikan kekecewaan bagi kandidat,”harapnya.

Dirinya juga memperkirakan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada ini juga akan turun di Sumatera Utara. Sebab pemilih yang berusia di atas 50 tahun akan mempertimbangkan diri hadir ke TPS, khususnya di tengah pandemik COVID-19 ini.

“Kita mengimbau kepada masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas selama pilkada ini berlangsung, kita berharap pilkada ini sukses meski di tengah pandemi,”tandasnya.(rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/