MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rahmadsyah (29) terdakwa kasus pembunuhan akhirnya disidang virtual di Ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (16/12) sore. Rahmadsyah didakwa atas kasus pembunuhan dua anak tirinya secara sadis. Masalahnya, hanya gara-gara minta dibelikan es krim.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chandra Priono Naibaho dalam dakwaannya, pada 19 Juni 2020, saat Rahmadsyah bersama korban Ikhsan Fathilah (10) dan korban Rafa Anggara (5) berada di dalam kamar di rumah Jalan Brigjen Katamso Gang Usaha Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun.
Sedangkan, saksi Fathul Zannah yang merupakan ibu kandung kedua korban, tidak berada di rumah karena masih bekerja dan biasanya pulang kerumah sekira pukul 24.00 WIB. Di mana biasanya, kedua korban tidur di rumah neneknya. Namun, karena kedua korban hendak meminta uang jajan kepada ayah tirinya maka keduanya pulang ke rumah menemui terdakwa.
“Mendengar perkataan kedua korban, terdakwa merasa kesal dan emosi, langsung mengangkat tengkuk kedua korban dengan menggunakan kedua tangan terdakwa lalu secara bersamaan terdakwa memukul kepala kedua korban ke tembok kamar sebanyak 5 kali sehingga kedua korban yang masih anak-anak menjadi tidak berdaya dan langsung jatuh ke lantai,” kata JPU.
Lebih lanjut, karena masih ada bergerak terdakwa menginjak bagian perut dan dada korban Ikhsan Fatailah sebanyak 4 kali dan menginjak perut dan dada korban Rafa Anggara 5 kali, hingga kedua korban sudah tidak bergerak lagi.
“Kemudian terdakwa memastikan kedua korban masih hidup atau tidak dengan merasakan hidung kedua korban yang sudah tidak bernafas lagi, selanjutya terdakwa berpikir menyembunyikan mayat kedua korban di samping Sekolah Global Prima Medan yang tidak jauh dari rumah terdakwa agar perbuatan terdakwa tidak diketahui oleh orang lain,” jelasnya.
Selanjutnya, Rahmadsyah pertama sekali membawa korban Ikhsan Fatahilla ke samping tembok sekolah Global Prima Medan dan menaruh mayat korban di ujung dekat semak dan menutupi dengan seng dan triplek yang ada di tempat tersebut.
Lalu, terdakwa kembali lagi ke kamar dan membawa mayat korban Rafa Anggara dan membawanya ke samping Sekolah Global Prima Medan. Namun belum sampai ke ujung samping Sekolah Global Prima, terdakwa melihat cahaya senter dan terdakwa curiga ada security sekolah Global Prima Medan sedang patroli, sehingga terdakwa langsung memasukkan mayat korban ke dalam selokan parit.
“Kemudian terdakwa melarikan diri keluar dari samping Sekolah Global Prima Medan dan pulang ke rumah masuk kedalam kamar terdakwa lalu terdakwa pergi mandi. Kemudian sekira pukul 24.00 wib saksi Fathul Zannah pulang ke rumah namun saksi Fathul Zannah tidak mengetahui perbuatan terdakwa karena seperti biasa setiap malam kedua korban memang tidur di rumah neneknya,” kata JPU.
Pada 20 Juni 2020 sebelum pergi bekerja, saksi Fathul Zannah melihat kedua korban tidak ada datang ke rumah sehingga ia bertanya kepada terdakwa namun pada saat itu terdakwa hanya diam saja, karena merasa ketakutan, namun Fathul yang tidak menaruh curiga kepada terdakwa pergi bekerja seperti biasa.
“Fathul yang pulang bekerja tidak mendapati terdakwa dan kedua korban di rumah, sehingga keesokan harinya Fathul menjadi curiga dan mencari kedua korban ke rumah neneknya namun tidak ada,” ujarnya.
Selanjutnya, Fathul dan ibunya mencari keberadaan kedua korban, namun pada saat mencari kedua korban, Fathul melihat pesan chat facebook di handphone yang dikirimkan terdakwa, yang tak lain pengakuan terdakwa telah membunuh kedua anaknya.
Setelah membaca pesan tersebut, Fathul spontan berteriak dan menjerit histeris, kemudian masyarakat yang melihat teriakan Fathul lantas mengetahui apa yang terjadi melalui pesan tersebut.
Kemudian, masyarakat membawa Fathul mencari mayat kedua korban di Samping Sekolah Global Prima, kemudian bersama dengan security Sekolah Global Prima Medan mereka menemukan mayat kedua korban di samping Sekolah Global Prima Medan yang merupakan jalan sempit.
“Perbuatan terdakwa Rahmadsyah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHPidana, Pasal 351 ayat (3) KUHPidana atau diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (3) Tentang Perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” pungkas JPU. (man/azw)