MEDAN- Mantan Wali Kota Pematangsiantar RE Siahaan makin tersudut atas keterangan mantan bawahannya yakni mantan kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) Kota Pematangsiantar Tioria Napitupulu. Di depan majelis hakim Tioria mengaku mencairkan cek senilai Rp1,5 miliar dari anggaran rehabilitasi rutin Dinas Pekerjaan Umum (PU) tahun 2007.
“Tanggal 27 Maret 2007, saya ditelepon ajudan wali kota bernama Junaidi Saragih agar datang ke rumah dinas dan membawa buku cek. Di rumah dinas, saya mendengar pak wali kota sedang berbicara ditelepon dan sepertinya dengan Kadis PU. Selesai berbicara, pak wali kota minta dibuatkan cek karena pak wali kota akan berangkat ke Jakarta,” beber Tioria di depan majelis hakim saat menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi APBD Pematangsiantar senilai Rp10,51 miliar atas terdakwa mantan Wali Kota Pematangsiantar RE Siahaan, Selasa (13/12), di Pengadilan Tipikor Medan.
Dia membeberkan ketika diminta membuatkan cek tersebut, dia mengaku kepada terdakwa bahwa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dari Dinas PU belum ada. Namun, soal SP2D itu terdakwa meminta saksi agar berkoordinasi dengan Kadis PU Bonatua Lubis.
“Kemudian saya berkoordinasi dengan pihak Dinas PU dan dikatakan agar saya meneken cek terlebih dahulu sedangkan SP2D menyusul. Setelah itu cek senilai Rp1,5 miliar itu ditandatangani pak wali kota dan saya,” katanya.
Sekitar pukul 03.00 WIB di hari yang sama, lanjutnya SP2D dari Dinas PU diantar ke kantornya, tapi hanya senilai Rp1,250 miliar. “Saya sempat marah saat itu, karena saya sudah menandatangani cek senilai Rp1,5 miliar,”ujarnya.
Meski begitu, bebernya sekira pukul 16.00, dia mencairkan cek itu ke Bank Sumut Cabang Pematangsiantar.
alu, uang tersebut dijemput ajudan wali kota bernama Bayu. “Besoknya saya laporkan ke pak wali kota bahwa cek yang dicairkan tidak sesuai dengan SP2D, jadi harus dikembalikan Rp250 juta ke kas daerah. Uang tersebut kemudian dikembalikan tunai oleh pak wali kota dan saya setorkan kembali ke Bank Sumut pada 2 April 2007,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tioria mengaku pernah dititipkan uang sebesar Rp300 juta oleh Johny Arifin Siahaan, bendahara Dinas PU, untuk diserahkan ke terdakwa. “Dihari itu juga saya serahkan ke pak wali kota di rumah dinas. Bungkusan yang dikatakan Johny Siahaan berisi uang Rp300 juta itu saya letakkan di atas meja setelah saya lapor ke pak wali kota,” katanya.
Dia mengungkapkan, dirinya pernah dititipkan uang sebesar Rp1,5 miliar oleh Kabag Sosial Rispani Sidauruk, untuk disimpan dibrankasnya. Namun, uang tersebut diambil kembali Rispani pada malam harinya. “Uang dititipkan menjelang maghrib, dan sekitar pukul 21.00 atau 22.00 diambil kembali. Rispani bilang uang itu dibagi-bagikan ke DPRD untuk pembahasan APBD,” katanya.
Sementara itu, saksi lainnya, Suhartono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rehabilitasi Saluran Irigasi pada Dinas PU tahun 2007, mengaku hanya menerima dana sebesar 40 persen dari pagu yang dianggarkan untuk pemeliharaan rutin saluran irigasi tahun 2007 sebesar Rp1,482 miliar.
“Kami hanya menerima sekitar Rp590 juta dari anggaran sebesar Rp1,482 miliar,” jelasnya.
Saksi mengatakan, dalam pertemuan di ruang kerja Kadis PU Bonatua Lubis yang dihadiri bendahara dan seluruh PPK di Dinas PU termasuk dirinya, Kadis PU menyampaikan anggaran yang bisa digunakan hanya 40 persen. Saat itu, menurut saksi, dia sempat protes karena tidak mungkin melakukan pekerjaan pemeliharaan irigasi dengan dana sebesar itu.
“Tapi, pak Kadis bilang kita mau bilang apa, tetap saja pekerjaan harus dikerjakan,” ucapnya. (rud)