JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pandemi Covid-19 telah mendorong banyaknya inisiatif penelitian dan pengembangan. Salah satunya mengembangkan Vaksin Merah Putih. Lalu sudah sampai mana prosesnya?
SECARA khusus untuk penelitian-penelitian vaksin Covid-19, pemerintah telah mengatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi unsur dalam tim tersebut untuk melakukan pengawalan percepatan pengembangan vaksin Covid-19 di Indonesia.
Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan, saat ini terdapat enam institusi yang melakukan pengembangan Vaksin Merah Putih dengan berbagai jenis platform. Yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Universitas Airlangga, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung. “Kami mengapresiasi upaya para peneliti untuk mencari solusi dalam penanganan Covid-19 melalui pengembangan vaksin,” kata Penny.
Dalam setiap tahapan pengembangan vaksin, kata dia, terdapat standar yang harus diimplementasikan untuk memastikan hasil-hasil pengujian valid dan memenuhi kaidah standar yang berlaku secara internasional. Standar ini diperlukan untuk menghasilkan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu.
“Standar yang diterapkan pada tahap pengembangan awal dan uji pra-klinik harus memenuhi persyaratan Good Laboratory Practice (GLP). Standard yang diterapkan pada tahap uji klinik fase 1, fase 2, dan fase 3 adalah standard Good Clinical Practices (GCP) atau Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) untuk pelaksanaan uji kliniknya, dan standar Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) untuk proses pembuatan vaksin yang akan digunakan pada manusia,” papar Penny.
“Terkait dengan Vaksin Merah Putih, pengembangan vaksin tersebut saat ini masih dalam tahap penelitian di laboratorium,” katanya.
Sesuai dengan standar yang berlaku, bibit kandidat vaksin yang dihasilkan pada tahap ini tidak serta merta dapat langsung digunakan untuk produksi vaksin. Target product profile atau karakteristik vaksin untuk Covid-19 juga harus sudah ditetapkan pada tahap ini.
“Selain itu, proses hilirisasi penelitian kandidat vaksin dari bibit vaksin juga masih memerlukan penyesuaian untuk dapat dilakukan proses pada fasilitas skala industri yang dikenal dengan istilah Up-scaling. Proses hilirisasi ini mencakup transfer teknologi dan metode pengujian, serta proses pembuatan working seed hingga produk vaksin yang nantinya siap digunakan pada tahap uji klinik pada manusia,” kata Penny.
Penny menjelaskan pengembangan Vaksin Merah Putih ini merupakan implementasi dari sinergi triple helix, yaitu kerja sama pemerintah (kementerian/lembaga), perguruan tinggi, dan industri sebagai upaya bersama mengatasi pandemi Covid-19. “Komunikasi antara peneliti dengan industri farmasi sudah harus mulai dikomunikasikan sejak awal, untuk mempercepat kesiapan proses produksi dan pengadaan vaksin merah putih,” tegas Penny.
BPOM, lanjutnya, pengembangan Vaksin Merah Putih, untuk senantiasa memenuhi semua ketentuan sejak awal penelitian di laboratorium hingga dilaksanakannya uji klinik. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh data yang diperoleh valid dan dapat menjadi dasar keputusan yang baik untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas.
“Kami mendukung penanganan Covid-19 dengan percepatan akses dan ketersediaan vaksin melalui pengawalan pengembangan vaksin, peningkatan pengawasan, serta pengawalan vaksin beredar untuk memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat dan mutu produk dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat di masa pandemi Covid-19,” tutup Penny.
Sementara, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan, proses peralihan dari laboratorium ke manufaktur untuk produksi Vaksin Merah-Putih bukan hal yang mudah. Sebab, tidak semua industri yang akan memproduksi sudah berpengalaman.
“Mereka biasanya mungkin menerima bibit vaksin yang sudah dalam bentuk bulk dan kemudian siap untuk dimasukkan untuk proses fill and finish,” ujarnya dalam acara ‘Pengawalan Vaksin Merah Putih Oleh Badan POM’, Selasa (13/4).
Ada empat perusahaan swasta yang bakal memproduksi Vaksin Merah-Putih, yaitu PT Tempo Scan Pacific, PT Daewoong Infion, PT Kalbe Farma, dan PT Biotis Pharmaceuticals. Mereka dinilai belum pernah produksi vaksin yang bibitnya langsung dari laboratorium.
Bambang menyebutkan PT Biotis Pharmaceuticals bahkan selama ini hanya memproduksi vaksin untuk hewan. Sementara, PT Tempo Scan Pacific sebagai perusahaan farmasi yang cukup besar belum pernah mengembangkan industri vaksin itu sendiri selama ini.
Oleh karena itu, pendampingan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi penting dalam mengawal proses pembuatan vaksin sejak dari laboratorium, proses uji klinis tahap satu sampai tiga, hingga manufaktur.
“BPOM sejak awal sudah menawarkan dukungan dan bantuannya, paling tidak pendampingan bagi para pihak yang diperkirakan cukup siap untuk segera beralih dari Good Laboratory Practice ke Good Manufacturing Practice,” kata dia.
Dia berharap tahap persiapan menuju uji klinis bisa dipercepat di masing-masing perusahaan tersebut, sehingga Badan POM juga dapat bantu percepatan proses uji klinisnya. Namun, Bambang memastikan bahwa semua proses harus sesuai prosedur yang ditetapkan.
“Karena kita bicara mengenai vaksin, kita bicara mengenai produk yang langsung terkait manusia, yang tentunya kalau ada kesalahan bisa banyak mengancam jiwa manusia,” imbuh Bambang.
Intensitas komunikasi yang tinggi dan saling percaya antara satu pihak dengan pihak yang lain sangat diperlukan dalam setiap proses manufaktur. Tahap uji klinis 1 sampai 3 diharap bisa dipercepat dalam waktu 8–9 bulan agar vaksin bisa segera diproduksi massal.
Bambang menargetkan Vaksin Merah-Putih bisa digunakan dalam proses vaksinasi tahap pertama yang berlangsung 12–15 bulan sesuai rancangan Kemenkes. Jadi vaksin ini berfungsi sebagai booster jika daya tahan tubuh yang ditimbulkan vaksin tahap awal sudah lemah.
“Maupun vaksinasi ulang apabila ternyata daya tahan tubuh yang ditimbulkan vaksin di tahap awal itu sudah hilang,” tegasnya.
Dia berharap, Vaksin Merah-Putih ke depan bisa menjadi tuan rumah di Indonesia, paling tidak ketika 2 dari 6 vaksin yang tengah dikerjakan sudah selesai. Kedua vaksin itu adalah yang dikerjakan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Universitas Airlangga.
Sementara, empat vaksin lainnya dikerjakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung. Semua vaksin ini dikembangkan antara lain dengan platform Protein Rekombinan dan Adenovirus.
Di samping itu, Bambang juga berharap proses pengembangan Vaksin Merah-Putih nantinya sudah memperhatikan strain atau varian baru dari virus penyebab Covid-19 yang ada di Indonesia. Meskipun belum ada strain baru yang saat ini memengaruhi kinerja vaksin.
“Tetapi kita tidak pernah tahu karena segala sesuatu sangat mungkin, sangat bisa terjadi, sehingga kita harus selalu waspada dan selalu harus update hasil penelitian kita agar selalu relevan dan berguna bagi upaya kita untuk menjaga kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Di lain sisi, virus Corona saat ini telah bermutasi menjadi D614G, B117, E484K. Varian lain dari Corona ini ada yang sudah masuk ke Indonesia. Mampukah vaksin merah putih melawan mutas virus Corona?
Tim Peneliti Universitas Airlangga (Unair), Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih berharap, vaksin Merah Putih bisa digunakan untuk mutasi virus Corona baru. Namun untuk memastikannya, pihaknya masih melakukan penelitian. “Semoga ya (bisa untuk mutasi virus Corona baru). Ini masih dalam riset,” kata Prof Nyoman, Selasa (13/4).
Rektor Unair Prof M Nasih mengatakan, vaksin Merah Putih saat ini sudah memasuki uji hewan besar sejak 9 April 2021 dan diperkirakan bisa dimanfaatkan Oktober-November 2021 ini. Untuk strain mendekati virus lama dan mutasi baru, dan diharapkan bisa untuk mutasi virus baru.
“Ini dari ceritanya, katanya kita sudah milih untik strain yang mendekati sisi kiri, sisi kanan,” kata Nasih.
“Jadi bukan lagi A atau B. Sehingga untuk mutasi baru pun kami insya Allah kena, untuk yang diawal (virus) pun bisa. Katanya begitu, katanya Prof Fedik (tim peneliti Unair). Jadi mereka sudah milih strain tengah-tengah yang bisa mencover, kanan oke kiri oke, katanya begitu,” imbuhnya.
Nasih mengatakan pada awal vaksin merah putih menggunakan strain A. Kemudian saat ini juga memilih strain lain, dan diharapkan bisa sebagai vaksin varian virus Corona baru.
“Awal-awal kan di strain A, kemudian sekarang dipilih D atau E, saya lupa. Tapi insyaallah ke kiri oke ke kanan oke. Katanya Prof Fedik begitu,” ujar Nasih.
Nasih menjelaskan jika uji klinis vaksin merah putih diperkirakan selesai sekitar September-Oktober 2021. Sehingga, Unair berharap Oktober-November ini vaksin merah putih bisa mulai dimanfaatkan.
“Kemarin saya baca di detikcom itu bu kepala (Penny Kusumastuti Lukito) mengisyaratkan nampaknya mudah-mudahan dua bulan setelah uji klinis itu bisa dikeluarkan, Bu Penny menyampaikan begitu. Kami harap akan benar-benar ditepati. Sehingga mudah-mudahan Oktober-November sudah bisa dimanfaatkan dengan status pemanfaatan tertentu,” jelas Nasih.
Secara teknis, vaksin Merah Putih tidak ada masalah terkait produksi massal. Saat produksi nanti, sudah bukan lagi kewenangan Unair, melainkan pemerintah dan industri.
“Tapi secara teknis kita sudah laporan terakhirnya yang disuntikkan vaksinnya hewannya sehat-sehat saja, nggak ada yang berdampak ini itu. Nanti laporan teknisnya akan disampaikan,” pungkas Nasih. (jpc/dtc/bbs)