32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Sidang Putusan Soal Lapangan Merdeka Medan, Koalisi: Kepastian Hukum Cagar Budaya Kebutuhan Seluruh Warga

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hari ini, Rabu (14/7), akan menjadi momentum menentukan dan bersejarah bagi seluruh warga Kota Medan. Yakni putusan majelis hakim atas gugatan warga negara (citizen lawsuit) kepada Wali Kota Medan, supaya Lapangan Merdeka Medan ditetapkan menjadi cagar budaya dan mengembalikan luasnya ke semula.

DIABADIKAN: Koordinator KMS M-SU Peduli Lapangan Merdeka Medan Prof Usman Pelly (tengah), diabadikan bersama anggota koalisi yang selama bertahun-tahun konsern memerdekakan Lapangan Merdeka Medan.

Sidang putusan akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Medan. Gugatan ini, sebelumnya dimohonkan oleh Tim 7 Medan Menggugat yang dikoordinatori Prof Usman Pelly dan kawan-kawan dari Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumatera Utara (KMS M-SU) Peduli Lapangan Merdeka. Harapan para penggugat kepada majelis hakim hanya satu, Lapangan Merdeka Medan ditetapkan menjadi cagar budaya, dan luasnya dikembalikan ke luas yang semula, yakni sekitar 4,854 hektare.

Menurut Koordinator KMS M-SU, mewakili Tim 7 Medan Menggugat, Miduk Hutabarat mengatakan, pernyataan Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution terkait pengembalian fungsi Lapangan Merdeka Medan berhubungan dengan kepastian iklim investasi adalah normatif.

“Benar dan setuju, harus ada kepastian hukum bagi para investor yang sudah dan yang akan berinvestasi di kota ini. Tapi juga sama pentingnya supaya hal itu tidak mengangkangi regulasi yang sudah ada. Karena bila itu terjadi, tentu indikatif sudah perbuatan melawan hukum,” ungkap Miduk , Selasa (13/7), merespon tanggapan Wali Kota Medan jelang sidang putusan terkait Lapangan Merdeka Medan tersebut.

Bersamaan dengan kepastian investasi bagi investor, hemat Miduk, supaya Wali Kota Medan juga bersikap adil kepada warga yang rindu mendapatkan kepastian hukum perlindungan atas objek/bangunan/lingkungan dan/atau kawasan yang indikatif cagar budaya. Menurut saksi ahli arkeologi, lanjutnyak, Lapangan Merdeka Medan itu sudah indikatif cagar budaya, tentu kewajiban Wali Kota Medan untuk menetapkannya sebagai cagar budaya, sehingga benar-benar ada kepastian perlindungan oleh Perda dan Perwal yang telah diterbitkan sebagai amanat Undang-Undang cagar budaya.

“Dan perlu sama-sama diingat, Lapangan Merdeka Medan bukan saja cagar budaya, karena menurut Perda No: 13/2011, tentang RTRW, Lapangan Merdeka Medan itu ruang terbuka nonhijau (RTNH) kota. Artinya, Lapangan Merdeka Medan juga mempunyai fungsi penyeimbang ekologis ruang kota secara intrinsik dan ektrinsik. Tentu kewajiban pemerintah untuk menyediakan RTH 20 persen dari 30 persen sesuai ketentuan dalam RTRW Kota akan terpenuhi,” jelasnya.

Sementara RTH di Kota Medan, sebut Miduk, masih di bawah 9 persen dari 20 persen kewajiban pemerintah, seperti yang diamanatkan UU Penataan Ruang. Tentu ada korelasinya kenapa Kota Medan sensitif tergenang/banjir jika hujan datang.

“Artinya warga Medan perlu kepastian hukum untuk tidak mengalami banjir yang berkesinambungan tinggal di kota ini. Warga juga perlu kepastian terpenuhinya total 30 persen RTH kota ini. Yang ada saja masih kurang, kok masih saja digerogoti?” kata aktivis lingkungan hidup ini.

“Kepastian investasi oke, tapi tidak bisa menjadi mantra yang berdiri sendiri. Kepastian hukum publik juga adalah kebutuhan warga Medan. Kepastian investasi adalah kebutuhan pengusaha. Kepastian hukum tata ruang dan cagar budaya adalah kebutuhan yang sama bagi seluruh warga kota. Wali Kota Medan dan DPRD Medan berkewajiban untuk menghadirkan kepastian itu bersama-sama,” jelasnya lagi.

Di samping itu, pihaknya menilai, jawaban Wali Kota Medan soal informasi perkembangan sidang, dianggap kurang mengikuti atau memonitor proses gugatan yang dilakukan warga sejak 10 November 2020 di PN Kota Medan.

“Pantas selama proses persidangan Wali Kota Medan tidak pernah datang menghadiri sidang. Hanya diwakili Bagian Hukum dan kuasa hukum saja. Padahal yang mulia majelis hakim, sebelum proses persidangan mendengar saksi ahli, sudah pernah menyampaikan kepada kuasa pendamping Wali K Medan, supaya beliau menyampaikan langsung proses persidangan kepada bapak Wali Kota Medan. Terlepas dari itu semua, semoga apa yang disampaikan Pak Bobby ke kawan-kawan media, bisa didengar oleh yang mulia majelis hakim sebelum sidang putusan Rabu besok (hari ini, red),” harap Miduk.

Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution, sebelumnya mengaku, pihaknya memilki rencana besar untuk mengembalikan fungsi awal dari Lapangan Merdeka Medan, yakni menjadi lapangan murni dan RTH. Dia menginginkan agar Lapangan Merdeka Medan dikembalikan fungsinya sebagai lapangan seutuhnya, atau tidak lagi sebagai tempat berdirinya Merdeka Walk seperti saat ini.

“Saya untuk itu (jadwal putusan pengadilannya) belum memonitor. Namun rencana besar kami, memang Lapangan Merdeka ini sudah selayaknya kembali seperti dulu kala, menjadi lapangan, menjadi RTH,” tuturnya, Senin (12/7) lalu.

Namun, lanjutnyak, Pemko Medan tidak mau investasi di kota ini menjadi terganggu karena hal itu. Sebab bila Lapangan Merdeka Medan memang harus ‘disterilkan’ dalam waktu dekat, maka pihaknya harus mempersiapkan lokasi yang sama baiknya untuk para investor di Merdeka Walk.

“Nah ini yang perlu kami pikirkan, karena di situ tempat berinvestasi. Akan kami siapkan tempatnya juga, walaupun masa kontraknya sebenarnya hampir habis 4 tahun lagi. Namun ini harus dipikirkan, karena orang investasi itu butuh kepastian,” pungkas Bobby. (prn/saz)

Teks Foto

PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

DIABADIKAN: Koordinator KMS M-SU Peduli Lapangan Merdeka Medan Prof Usman Pelly (tengah), diabadikan bersama anggota koalisi yang selama bertahun-tahun konsern memerdekakan Lapangan Merdeka Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hari ini, Rabu (14/7), akan menjadi momentum menentukan dan bersejarah bagi seluruh warga Kota Medan. Yakni putusan majelis hakim atas gugatan warga negara (citizen lawsuit) kepada Wali Kota Medan, supaya Lapangan Merdeka Medan ditetapkan menjadi cagar budaya dan mengembalikan luasnya ke semula.

DIABADIKAN: Koordinator KMS M-SU Peduli Lapangan Merdeka Medan Prof Usman Pelly (tengah), diabadikan bersama anggota koalisi yang selama bertahun-tahun konsern memerdekakan Lapangan Merdeka Medan.

Sidang putusan akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Medan. Gugatan ini, sebelumnya dimohonkan oleh Tim 7 Medan Menggugat yang dikoordinatori Prof Usman Pelly dan kawan-kawan dari Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumatera Utara (KMS M-SU) Peduli Lapangan Merdeka. Harapan para penggugat kepada majelis hakim hanya satu, Lapangan Merdeka Medan ditetapkan menjadi cagar budaya, dan luasnya dikembalikan ke luas yang semula, yakni sekitar 4,854 hektare.

Menurut Koordinator KMS M-SU, mewakili Tim 7 Medan Menggugat, Miduk Hutabarat mengatakan, pernyataan Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution terkait pengembalian fungsi Lapangan Merdeka Medan berhubungan dengan kepastian iklim investasi adalah normatif.

“Benar dan setuju, harus ada kepastian hukum bagi para investor yang sudah dan yang akan berinvestasi di kota ini. Tapi juga sama pentingnya supaya hal itu tidak mengangkangi regulasi yang sudah ada. Karena bila itu terjadi, tentu indikatif sudah perbuatan melawan hukum,” ungkap Miduk , Selasa (13/7), merespon tanggapan Wali Kota Medan jelang sidang putusan terkait Lapangan Merdeka Medan tersebut.

Bersamaan dengan kepastian investasi bagi investor, hemat Miduk, supaya Wali Kota Medan juga bersikap adil kepada warga yang rindu mendapatkan kepastian hukum perlindungan atas objek/bangunan/lingkungan dan/atau kawasan yang indikatif cagar budaya. Menurut saksi ahli arkeologi, lanjutnyak, Lapangan Merdeka Medan itu sudah indikatif cagar budaya, tentu kewajiban Wali Kota Medan untuk menetapkannya sebagai cagar budaya, sehingga benar-benar ada kepastian perlindungan oleh Perda dan Perwal yang telah diterbitkan sebagai amanat Undang-Undang cagar budaya.

“Dan perlu sama-sama diingat, Lapangan Merdeka Medan bukan saja cagar budaya, karena menurut Perda No: 13/2011, tentang RTRW, Lapangan Merdeka Medan itu ruang terbuka nonhijau (RTNH) kota. Artinya, Lapangan Merdeka Medan juga mempunyai fungsi penyeimbang ekologis ruang kota secara intrinsik dan ektrinsik. Tentu kewajiban pemerintah untuk menyediakan RTH 20 persen dari 30 persen sesuai ketentuan dalam RTRW Kota akan terpenuhi,” jelasnya.

Sementara RTH di Kota Medan, sebut Miduk, masih di bawah 9 persen dari 20 persen kewajiban pemerintah, seperti yang diamanatkan UU Penataan Ruang. Tentu ada korelasinya kenapa Kota Medan sensitif tergenang/banjir jika hujan datang.

“Artinya warga Medan perlu kepastian hukum untuk tidak mengalami banjir yang berkesinambungan tinggal di kota ini. Warga juga perlu kepastian terpenuhinya total 30 persen RTH kota ini. Yang ada saja masih kurang, kok masih saja digerogoti?” kata aktivis lingkungan hidup ini.

“Kepastian investasi oke, tapi tidak bisa menjadi mantra yang berdiri sendiri. Kepastian hukum publik juga adalah kebutuhan warga Medan. Kepastian investasi adalah kebutuhan pengusaha. Kepastian hukum tata ruang dan cagar budaya adalah kebutuhan yang sama bagi seluruh warga kota. Wali Kota Medan dan DPRD Medan berkewajiban untuk menghadirkan kepastian itu bersama-sama,” jelasnya lagi.

Di samping itu, pihaknya menilai, jawaban Wali Kota Medan soal informasi perkembangan sidang, dianggap kurang mengikuti atau memonitor proses gugatan yang dilakukan warga sejak 10 November 2020 di PN Kota Medan.

“Pantas selama proses persidangan Wali Kota Medan tidak pernah datang menghadiri sidang. Hanya diwakili Bagian Hukum dan kuasa hukum saja. Padahal yang mulia majelis hakim, sebelum proses persidangan mendengar saksi ahli, sudah pernah menyampaikan kepada kuasa pendamping Wali K Medan, supaya beliau menyampaikan langsung proses persidangan kepada bapak Wali Kota Medan. Terlepas dari itu semua, semoga apa yang disampaikan Pak Bobby ke kawan-kawan media, bisa didengar oleh yang mulia majelis hakim sebelum sidang putusan Rabu besok (hari ini, red),” harap Miduk.

Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution, sebelumnya mengaku, pihaknya memilki rencana besar untuk mengembalikan fungsi awal dari Lapangan Merdeka Medan, yakni menjadi lapangan murni dan RTH. Dia menginginkan agar Lapangan Merdeka Medan dikembalikan fungsinya sebagai lapangan seutuhnya, atau tidak lagi sebagai tempat berdirinya Merdeka Walk seperti saat ini.

“Saya untuk itu (jadwal putusan pengadilannya) belum memonitor. Namun rencana besar kami, memang Lapangan Merdeka ini sudah selayaknya kembali seperti dulu kala, menjadi lapangan, menjadi RTH,” tuturnya, Senin (12/7) lalu.

Namun, lanjutnyak, Pemko Medan tidak mau investasi di kota ini menjadi terganggu karena hal itu. Sebab bila Lapangan Merdeka Medan memang harus ‘disterilkan’ dalam waktu dekat, maka pihaknya harus mempersiapkan lokasi yang sama baiknya untuk para investor di Merdeka Walk.

“Nah ini yang perlu kami pikirkan, karena di situ tempat berinvestasi. Akan kami siapkan tempatnya juga, walaupun masa kontraknya sebenarnya hampir habis 4 tahun lagi. Namun ini harus dipikirkan, karena orang investasi itu butuh kepastian,” pungkas Bobby. (prn/saz)

Teks Foto

PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

DIABADIKAN: Koordinator KMS M-SU Peduli Lapangan Merdeka Medan Prof Usman Pelly (tengah), diabadikan bersama anggota koalisi yang selama bertahun-tahun konsern memerdekakan Lapangan Merdeka Medan.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/