Jakarta – Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan disebut-sebut sebagai salah satu figur alternatif untuk Pilpres 2014 mendatang. Namun, walau disebut sebagai kandidat Capres, Dahlan belum tertarik untuk masuk ke dunia politik. Begitu juga untuk bergabung dengan partai politik.
“Sampai sekarang belum ada untuk itu,” ujar Dahlan, Senin (2/1) malam.
Dahlan mengaku, sebenarnya tawaran bagi dirinya untuk memegang jabatan politis sudah datang saat dirinya masih memimpin Jawa Pos. Ia pernah didaulat oleh seorang tokoh di Surabaya untuk dijagokan menjadi Gubernur Jawa Timur.
“Saya saat itu sempat tergiur juga, tetapi akhirnya saya memilih tidak,” terang pria yang pernah menjadi Dirut PLN ini.
Saat itu, Dahlan memikirkan nasib-nasib anak buahnya di Jawa Pos. Bila ia mencalonkan diri dan kemudian terpilih menjadi orang nomor satu di Jawa timur, mungkin hal itu akan menyulitkan anak buahnya untuk mengkritisi setiap kebijakannya.
“Dan saat itu saya umumkan di rapat redaksi, bahwa memang benar saya didaulat. Tetapi supaya tidak ingin menyulitkan Anda-Anda (anak buahnya). Saya memilih tidak, dan saat itu diteriaki hore oleh semua karyawan saya,” kenang Dahlan.
Sejak saat itu waktu terus berputar, Dahlan pun kini sudah meninggalkan Jawa Pos. Lalu apakah ada keinginan untuk masuk dunia politik? “Waktu di PLN anak buah saya 100 ribu, kalau saya masuk parpol pasti akan sulit diterima, apalagi setelah saya di BUMN. BUMN itu menjaga aset negara, tidak boleh ada kepentingan pribadi atau golongan,” imbuh Dahlan yang tetap menolak disebut sebagai Capres alternatif ini.
Meskipun menolak masuk partai. Namun dia mengakui, sebagai warga negara tentu mempunyai pilihan politik. Nah, pada 2004 lalu, Dahlan pernah membantu SBY dan Partai Demokrat.
“Saya tidak membantu dalam pengertian langsung. Saya membantu Demokrat karena simpati saja waktu itu,” ujar Dahlan.
Dahlan punya alasan kuat memberikan dukungan kepada SBY. Mantan bos Jawa Pos ini berpendapat, bahwa untuk menjaga stabilitas politik, perlu adanya partai tengah yang kuat. Saat itu, setelah era reformasi, partai tengah hanya ada Golkar.
“Dan siapa partai tengah yang kuat, saya analisa itu Pak SBY dengan Demokratnya. Sebenarnya Golkar adalah partai tengah, tetapi karena saat itu masih ada cacat masa lalu, saya kira kurang kuat, makanya dulu saya dukung Demokrat,” terang Dahlan.
Atas dasar keyakinan itulah, Dahlan pada Pilpres 2004 banyak membantu Demokrat dan SBY. Namun Dahlan menegaskan, ia tidak lebih dari sekadar simpati dengan perjuangan partai tengah.
“Tidak lebih. Nama saya juga tidak ada di tim sukses atau apa. Saya ya Cuma simpati saja,” terang Dahlan. (net/bbs)