MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketidakhadiran PT SSL dalam rapat dengar pendapat, membuat berang Panitia Khusus DPRD Sumatera Utara tentang Kehutanan. RDP tersebut dianggap urgen untuk me-nemukan solusi atas polemik PT SSL dengan warga setempat.
“Padahal berbagai pihak hadir di RDP (Senin kemarin) itu, an-tara lain mewakili Pangdam I Bukit Barisan Brigjen Junaedi dan mewakili Kapolda Sumut, AKBP Patar Silalahi. Juga hadir mewakili Balai Pengukuhan Kawasan Hutan Ferdinand Tobing dan mewakili Dinas Kehutanan Sumut Joner Sipahutar. RDP itu digelar untuk membahas konflik lahan antara pihak PT SSL dengan masyarakat Sayur Mahincat dan Sayur Matua,” kata Anggota Pansus dari Fraksi PDI Perjuangan, Sugianto Makmur kepada wartawan, Selasa (10/8).
Pihaknya dengan tegas meminta PT SSL untuk menghentikan kegiatannya di lahan yang disengketakan, di mana hingga kini belum menggubrisnya.
“Alat berat mereka terus bekerja. Sawit masyarakat yang sudah berumur belasan dan puluhan tahun pun ditumbangkannya. Seakan-akan negara lumpuh berhadapan dengan perusahaan besar. Ini tidak benar TNI maupun Polri tidak boleh mengizinkan anggotanya memihak salah satu pihak,” tegas Sugianto.
Ketidakhadiran dalam RDP, hemat pansus, membuktikan tidak ada niat PT SSL untuk menyelesaikan masalah dimaksud dan terkesan arogan. Selain itu, tambah Sugianto, masyarakat Sayur Mahincat dan Sayur Matua yang hadir di RDP itu juga menyayangkan kehadiran PAM Swakarsa yang memukuli dan menangkap warga.
“Sangat disayangkan di masa-masa kita seharusnya menikmati kemerdekaan, masyarakat malah dijajah oleh anak bangsa sendiri. Laporan ke Polres setempat belum mendapatkan respon yang diharapkan,” ungkapnya.
Wakil Ketua Pansus Kehutanan DPRDSU, Saut Purba meminta supaya jalan ke lima desa yang dirusak oleh PT SSL/SRL segera diperbaiki, pertama karena perputaran ekonomi masyarakat terhenti dan kedua, karena jalan dibangun dengan APBD.
Sedangkan ketua pansus, Parsaulian Tambunan mengatakan sepakat berjuang bersama masyarakat menegakkan keadilan sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan guna meninjau kembali perizinan yang ada.
Melengkapi informasi dalam RDP tersebut, terungkap fakta bahwa konsesi HTI milik PT SSL sudah melanggar hukum karena sebagian konsesinya adalah area penggunaan lain (APL). Seharusnya konsesi ini diadendum supaya HTI itu sepenuhnya hanya di kawasan hutan sesuai aturan yang berlaku. (prn/ila)