26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Masyarakat Mesti Pahami Etika Pelayanan Dalam Berbisnis Digital

LABUHANBATU, SUMUTPOS.CO—Sebelum membuka jejaring bisnis dalam platform digital, masyarakat mesti memahami etika pelayanan dalam berbisnis di dunia maya. Dengan begitu, bisnis yang dibangun berpeluang untuk maju dan punya kebermanfaatan.

WEBINAR: Gubsu Edy Rahmayadi dan narasumber Webinar Literasi Digital di Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara pada 29 Juli 2021. (IST)

“Etika pelayanan bisnis di media digital itu antara lain komunikatif dalam pemasaran, jujur dengan memberikan foto asli produk yang dijual, sesuaikan estimasi waktu dalam deskripsi dengan situasi stok barang, bersikap rendah hati dan membuka diri untuk dikritik dan dipuji,” kata Pengamat Komunikasi Pendidikan, Zulfikar MIKom sebagai pemateri dalam Webinar Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, di Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara pada 29 Juli 2021. “Serta bertanggungjawab dengan memberikan pelayanan yang terbaik terhadap komplain konsumen dengan mengganti produk atau pengembalian uang,” sambungnya.

Mengangkat tema “Etika Pelayanan Dalam Berbisnis Digital” di sesi Etika Digital, Zulfikar menjelaskan perkembangan teknologi informasi berbasis digital yang semakin pesat turut memengaruhi cara pandang dan perilaku kehidupan manusia manjadi malas, apatis, konsumtif, dan hedon.

“Korelasi media digital dengan bisnis meliputi promosi, membangun jejaring, dan customer service. Promosi, sebuah konten promosi harus menarik urntuk dilihat karena elemen visual merupakan hal pertama yang dilihat oleh konsumen,” katanya.

Guna membangun jejaring, lanjut dia, lingkaran pertemanan dapat melalui jejaring sosial untuk menemukan partner bisnis. Layanan konsumen atau customer service, juga akan sangat berperan dalam mempertahankan loyalitas konsumen kepada brand.

Siti Nabilah pada sesi Kecakapan Digital menyampaikan, literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital. Karakteristik generasi alpha mencakup, bergantung pada teknologi, akrab dengan internet, pola komunikasi terbuka, sangat aktif dalam media sosial, dan memiliki daya kreatifitas tinggi.

“Guru memiliki tantangan untuk bisa mengoptimalisasikan dan mengembangkan potensi peserta didiknya menjadi lebih produktif dan konstruktif kearah yang lebih positif. Kompetensi literasi digital mencakup menyeleksi, mengakses, memahami, menganalisa, memverifikasi, mengevalusi, berpartisipasi, memproduksi, dan berkolaborasi,” ujar praktisi pendidikan yang mengusung tema “Kemampuan Literasi Digital yang Wajib Dimiliki Guru Generasi Alpha”.

Guru saat ini, sebut dia dituntut untuk dapat membuat, berkolaborasi, dan berbagi konten digital secara bertanggungjawab.
Beberapa manfaat literasi digital dalam pembelajaran antara lain, menghemat waktu dan biaya, memeroleh informasi terkini, membuat keputusan yang tepat, serta belajar menjadi lebih cepat.

Kompetensi literasi digital yang perlu dimiliki guru, menurutnya seperti manajemen informasi, kolaborasi, komunikasi dan berbagi pengetahuan dan etika, serta evaluasi dan penyelesaian masalah.

“Contoh kegiatan literasi digital di sekolah berupa penyediaan kelas virtual dan berkomunikasi dengan warga sekolah menggunakan teknologi digital. Strategi mendampingi anak menggunakan teknologi digital meliputi, membuat kesepakatan dengan anak menggunakan gawai, menjalin komunikasi positif, mendampingi dan memantau aktivitas anak dalam menggunakan media sosial, serta menunjukan teladan yang baik dan positif,” pungkasnya.

Dr Virienia Puspita di sesi Keamanan Digital, membahas jejak digital adalah data yang tertinggal setiap kali seseorang menggunakan layanan digital, atau seseorang memposting informasi tentang orang itu ke forum digital, seperti jejaring sosial.

“Setiap orang cenderung memiliki jejak digital, dan ini normal. Aktivitas online seperti berbagi foto, perbankan, belanja, bermain game, jejaring profesional, dan jejaring sosial semuanya menambah jejak digital seseorang,” ujar senior lecturer Binus University tersebut.

Ia menyebut jejak digital dengan dua cara, yaitu jejak digital pasif dan aktif. Jejak pasif adalah jejak yang dibuat saat data dikumpulkan, biasanya tanpa disadari. Jejak digital aktif adalah jejak yang tercipta saat berbagi informasi secara sukarela melalui online.

“Langkah-langkah praktis dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko keamanan online sambil tetap memanfaatkan sepenuhnya banyak layanan digital yang tersedia. Cara mengelola jejak digital yang tertinggal, antara lain ketahui seperti apa jejak digitalnya, menjadi proaktif dan bentuk jejak digital menjadi sesuatu yang seseorang dan organisasi inginkan, serta selalu monitor jejak digital pribadi,” ujarnya yang mengusung tema materi tentang “Dunia Maya dan Rekam Jejak Digital”.

Apriyanto, Kepala Seksi Pembina SMK Cabang Dinas Pendidikan Rantauprapat, menjabarkan alasan dan saran menabung penting untuk kehidupan. Diantaranya menabung untuk kondisi darurat, menabung untuk liburan, menabung demi masa depan, menabung untuk menghasilkan banyak uang, serta menabung agar tidak stress di kemudian hari.

“Masyarakat sekarang memiliki gaya hidup baru yaitu seluruh aktifitasnya menggunakan gawai yang berbasis online dan masyarakat membeli keperluan sehari-hari berbasis online,” katanya.

Sisi positif dari belanja online, menurutnya, belanja lebih mudah karena banyak pilihan serta mempermudah akses pembelian barang secara global. Sisi negatif dari belanja online salah satunya ialah barang yang diterima tidak sesuai dengan keinginan perilaku konsumtif.

“Belanja online dapat menumbuhkan sikap konsumtif dan menuntut ketelitian dalam berbelanja agar tidak dirugikan. Untuk itu sebagai warga masyarakat harus berhati-hati untuk membeli barang secara online dan harus selektif, sehingga dapat mengatur skala prioritas dalam diri sesuai dengan kebutuhan,” katanya di sesi Budaya Digital, dengan mengangkat tema “Pilih Mana: Nabung atau Belanja Online?”.

Webinar diakhiri Gabby Mahalani, Owner Sukakopi dan Influencer, yang menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat oleh para narasumber.

Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sebelumnya memberikan sambutan tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.

Diketahui, program ini bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang paham akan literasi digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana dalam menggunakan digital platform di 77 kota/kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang di setiap kegiatan yang ditujukan kepada PNS, TNI/Polri, orangtua, pelajar, penggiat usaha, pendakwah dan sebagainya.

Empat kerangka digital yang diberikan dalam kegiatan tersebut, antara lain Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture di mana masing-masing kerangka mempunyai beragam tema. (rel/dek)

LABUHANBATU, SUMUTPOS.CO—Sebelum membuka jejaring bisnis dalam platform digital, masyarakat mesti memahami etika pelayanan dalam berbisnis di dunia maya. Dengan begitu, bisnis yang dibangun berpeluang untuk maju dan punya kebermanfaatan.

WEBINAR: Gubsu Edy Rahmayadi dan narasumber Webinar Literasi Digital di Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara pada 29 Juli 2021. (IST)

“Etika pelayanan bisnis di media digital itu antara lain komunikatif dalam pemasaran, jujur dengan memberikan foto asli produk yang dijual, sesuaikan estimasi waktu dalam deskripsi dengan situasi stok barang, bersikap rendah hati dan membuka diri untuk dikritik dan dipuji,” kata Pengamat Komunikasi Pendidikan, Zulfikar MIKom sebagai pemateri dalam Webinar Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, di Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara pada 29 Juli 2021. “Serta bertanggungjawab dengan memberikan pelayanan yang terbaik terhadap komplain konsumen dengan mengganti produk atau pengembalian uang,” sambungnya.

Mengangkat tema “Etika Pelayanan Dalam Berbisnis Digital” di sesi Etika Digital, Zulfikar menjelaskan perkembangan teknologi informasi berbasis digital yang semakin pesat turut memengaruhi cara pandang dan perilaku kehidupan manusia manjadi malas, apatis, konsumtif, dan hedon.

“Korelasi media digital dengan bisnis meliputi promosi, membangun jejaring, dan customer service. Promosi, sebuah konten promosi harus menarik urntuk dilihat karena elemen visual merupakan hal pertama yang dilihat oleh konsumen,” katanya.

Guna membangun jejaring, lanjut dia, lingkaran pertemanan dapat melalui jejaring sosial untuk menemukan partner bisnis. Layanan konsumen atau customer service, juga akan sangat berperan dalam mempertahankan loyalitas konsumen kepada brand.

Siti Nabilah pada sesi Kecakapan Digital menyampaikan, literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital. Karakteristik generasi alpha mencakup, bergantung pada teknologi, akrab dengan internet, pola komunikasi terbuka, sangat aktif dalam media sosial, dan memiliki daya kreatifitas tinggi.

“Guru memiliki tantangan untuk bisa mengoptimalisasikan dan mengembangkan potensi peserta didiknya menjadi lebih produktif dan konstruktif kearah yang lebih positif. Kompetensi literasi digital mencakup menyeleksi, mengakses, memahami, menganalisa, memverifikasi, mengevalusi, berpartisipasi, memproduksi, dan berkolaborasi,” ujar praktisi pendidikan yang mengusung tema “Kemampuan Literasi Digital yang Wajib Dimiliki Guru Generasi Alpha”.

Guru saat ini, sebut dia dituntut untuk dapat membuat, berkolaborasi, dan berbagi konten digital secara bertanggungjawab.
Beberapa manfaat literasi digital dalam pembelajaran antara lain, menghemat waktu dan biaya, memeroleh informasi terkini, membuat keputusan yang tepat, serta belajar menjadi lebih cepat.

Kompetensi literasi digital yang perlu dimiliki guru, menurutnya seperti manajemen informasi, kolaborasi, komunikasi dan berbagi pengetahuan dan etika, serta evaluasi dan penyelesaian masalah.

“Contoh kegiatan literasi digital di sekolah berupa penyediaan kelas virtual dan berkomunikasi dengan warga sekolah menggunakan teknologi digital. Strategi mendampingi anak menggunakan teknologi digital meliputi, membuat kesepakatan dengan anak menggunakan gawai, menjalin komunikasi positif, mendampingi dan memantau aktivitas anak dalam menggunakan media sosial, serta menunjukan teladan yang baik dan positif,” pungkasnya.

Dr Virienia Puspita di sesi Keamanan Digital, membahas jejak digital adalah data yang tertinggal setiap kali seseorang menggunakan layanan digital, atau seseorang memposting informasi tentang orang itu ke forum digital, seperti jejaring sosial.

“Setiap orang cenderung memiliki jejak digital, dan ini normal. Aktivitas online seperti berbagi foto, perbankan, belanja, bermain game, jejaring profesional, dan jejaring sosial semuanya menambah jejak digital seseorang,” ujar senior lecturer Binus University tersebut.

Ia menyebut jejak digital dengan dua cara, yaitu jejak digital pasif dan aktif. Jejak pasif adalah jejak yang dibuat saat data dikumpulkan, biasanya tanpa disadari. Jejak digital aktif adalah jejak yang tercipta saat berbagi informasi secara sukarela melalui online.

“Langkah-langkah praktis dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko keamanan online sambil tetap memanfaatkan sepenuhnya banyak layanan digital yang tersedia. Cara mengelola jejak digital yang tertinggal, antara lain ketahui seperti apa jejak digitalnya, menjadi proaktif dan bentuk jejak digital menjadi sesuatu yang seseorang dan organisasi inginkan, serta selalu monitor jejak digital pribadi,” ujarnya yang mengusung tema materi tentang “Dunia Maya dan Rekam Jejak Digital”.

Apriyanto, Kepala Seksi Pembina SMK Cabang Dinas Pendidikan Rantauprapat, menjabarkan alasan dan saran menabung penting untuk kehidupan. Diantaranya menabung untuk kondisi darurat, menabung untuk liburan, menabung demi masa depan, menabung untuk menghasilkan banyak uang, serta menabung agar tidak stress di kemudian hari.

“Masyarakat sekarang memiliki gaya hidup baru yaitu seluruh aktifitasnya menggunakan gawai yang berbasis online dan masyarakat membeli keperluan sehari-hari berbasis online,” katanya.

Sisi positif dari belanja online, menurutnya, belanja lebih mudah karena banyak pilihan serta mempermudah akses pembelian barang secara global. Sisi negatif dari belanja online salah satunya ialah barang yang diterima tidak sesuai dengan keinginan perilaku konsumtif.

“Belanja online dapat menumbuhkan sikap konsumtif dan menuntut ketelitian dalam berbelanja agar tidak dirugikan. Untuk itu sebagai warga masyarakat harus berhati-hati untuk membeli barang secara online dan harus selektif, sehingga dapat mengatur skala prioritas dalam diri sesuai dengan kebutuhan,” katanya di sesi Budaya Digital, dengan mengangkat tema “Pilih Mana: Nabung atau Belanja Online?”.

Webinar diakhiri Gabby Mahalani, Owner Sukakopi dan Influencer, yang menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat oleh para narasumber.

Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sebelumnya memberikan sambutan tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.

Diketahui, program ini bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang paham akan literasi digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana dalam menggunakan digital platform di 77 kota/kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang di setiap kegiatan yang ditujukan kepada PNS, TNI/Polri, orangtua, pelajar, penggiat usaha, pendakwah dan sebagainya.

Empat kerangka digital yang diberikan dalam kegiatan tersebut, antara lain Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture di mana masing-masing kerangka mempunyai beragam tema. (rel/dek)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/