30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ortu Perlu Bangun Komunikasi Dua Arah Hindari Anak Kecanduan Pornografi

LABUSEL, SUMUTPOS.CO —Orang tua di era digitalisasi dewasa ini, penting memahami cara antisipasi kecanduan anak terhadap pornografi melalui berbagai platform digital maupun internet. Salah satunya yakni, dengan membangun komunikasi dua arah guna memberi pencerahan bahaya ataupun dampak akan hal tersebut.

WEBINAR: Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Kominfo RI diselenggarakan di Kabupaten Labusel, Sumut, dengan mengangkat tema besar “Literasi Digital Bagi Tenaga Pendidik dan Anak Didik di Era Digital”, pada 19 Agustus 2021. (IST)

“Selain membangun komunikasi positif dua arah, ortu (orang tua) juga perlu menjelaskan konsekuensi dari apa yang dilakukan anak,” kata Diwana Lestari saat menjadi pemateri dalam Webinar Gerakan Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Kominfo RI di Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Selatan), Sumatera Utara pada Kamis, 19 Agustus 2021.

Berbicara di sesi Etika Digital melalui tema ‘Bahaya Pornografi Bagi Perkembangan Otak Anak’, Diwana menjelaskan cara lain mengantisipasinya dengan memantau aktifitas daring anak, menjelaskan apa yang boleh dan tidak boleh dilihat oleh anak, membatasi waktu pemakaian gawai, serta memasang filter pada gadget untuk menyaring konten yang masuk.

“Dampak pornografi pada anak dapat memicu kecanduan atau narkolema, dapat memicu kejahatan dan gangguan seksual, dapat menyebabkan gangguan kepribadian, menyebabkan kesulitan konsentrasi, dan mengalami gangguan belajar,” terangnya.

Di samping itu, lanjut dia, pornografi dapat memberi dampak langsung pada perkembangan otak anak dan remaja, yang bisa menyebabkan kerusakan otak permanen bila tidak segera diatasi.

Terdapat dua bagian otak yang masing-masing berfungsi untuk berpikir logika atau Pre Frontal Corteks atau bagian otak depan dan emosi reaktif atau sistem limbik atau bagian tengah otak. Pada bagian Pre Frontal Corteks PFC, otak bertanggungjawab untuk mengontrol konsekuensi, tujuan masa depan, kecerdasan dan rasa peduli dengan orang lain.

“Sementara bagian limbik, otak bertanggungjawab untuk melindungi dari bahaya, keinginan untuk bersenang-senang, tidak peduli dengan konsekuensi dan hanya peduli pada diri sendiri,” pungkasnya.

Mia Marcellina, tenaga pendidik dan Roland Internasional Artist, menguatkan pernyataan Diwana. Bahwa ortu menurutnya memiliki tantangan untuk memberikan keamanan internet untuk anak.

“Yakni meliputi akses internet yang semakin mudah, bebas terkoneksi tanpa aturan, serta orang tua gagap teknologi. Peran yang dapat dilakukan orang tua, antara lain memahami internet jaringan sosial media, mengarahkan penggunaan perangkat dan media digital dengan tepat, komunikasi dan edukasi, menggunakan perangkat secara bijak, serta mengimbangi waktu penggunaan media digital dengan interaksi dunia nyata,” paparnya di sesi Keamanan Digital, melalui tema bertajuk “Peran Orang Tua Dalam Memberikan Tentang Keamanan Internet Untuk Anak”.

Ia pun beri tips menjaga keamanan anak selama berselancar di dunia maya. “Antara lain melindungi identitas digital anak, mengontrol dan mendampingi, memberi batasan dan mengatur frekuensi, serta tunjukan potensi kejahatan dan berbahaya di dunia maya,” pungkasnya.

Sementara di sesi Budaya Digital, Nana Ariani menjelaskan pendidikan akademis dan karakter meliputi akal budi, dimensi emosi, moral, etis, serta dimensi penghendakan atau konatif. “Konsep guru penggerak, sekolah penggerak, dan organisasi penggerak, apalagi yang diseleksi, akan melahirkan kelompok elit, yang dianggap sebagai aktor utama perubahan pendidikan,” kata Pengajar Praktik Guru Penggerak Kabupaten Labuhanbatu tersebut.

Konsep seperti ini, menurutnya tidak demokratis, berdampak pada pembiaran pemberdayaan pelaku pendidikan, yang secara simultan seharusnya diintervensi oleh Kemendikbud sebagai pelaksana kebijakan.

“Sumber daya manusia yang unggul merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Pelajar pancasila, mencakup kebhinekaan global, gotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, serta berketuhanan dan berakhlak mulia,” katanya dengan materi bertajuk “Literasi Digital Bagi Tenaga Pendidik dan Anak Didik di Era Digital”.

Melengkapi paparan pemateri sebelumnya, Mandradhitya Kusuma, yang berbicara di sesi Kecakapan Digital melalui tema “Welcoming Gen Alpha: Chance and Challenge in Digital Skills”, menyampaikan generasi alpha tidak hanya tumbuh dengan kemudahan namun mereka juga diharap dapat menjadi generasi yang paling lama hidup, yang terdukung lebih baik secara material, yang terliterasi dan difasilitasi dengan teknologi, dan secara global akan menjadi generasi yang paling kaya yang pernah ada di dunia.

“Alpha disajikan sebagai generasi yang sangat ditandai oleh teknologi baru dan jaringan sosial, dengan masa depan yang lebih tidak pasti dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi yang cepat, dan dengan tekanan untuk memimpin perang melawan perubahan iklim dan transisi ke planet yang lebih berkelanjutan,” ujar Dosen STP Bandung dan Sekpro MTB STP Bandung itu.

Solusi untuk generasi berkelanjutan, sebut dia, meliputi sediakan ruang mendengar untuk generasi alpha, berikan kebebasan memanfaatkan teknologi dengan baik, lengkapi etika dan budi pekerti ekosistem digital, serta ubah pola pikir akan isu-isu berkelanjutan bumi.

Webinar diakhiri oleh Florencia Gracella dari
Beauty Influencer, yakni menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat para narasumber.

Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi memberikan sambutan tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.

Diketahui, kegiatan ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya SDM yang memiliki talenta digital. Berkenaan dengan itu, Kemkominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika menyelenggarakan kegiatan Webinar Indonesia Makin Cakap Digital di Wilayah Sumatera pada 77 kabupaten/kota dari Aceh hingga Lampung.

Ditjen Aptika memiliki target hingga 2024 untuk menjangkau 50 juta masyarakat agar mendapatkan literasi di bidang digital, yakni secara spesifik dimulai pada 2021. Target yang telah dicanangkan adalah 12,5 juta masyarakat dari berbagai kalangan untuk mendapatkan literasi di bidang digital.

Hal ini menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta internet yang semakin masif oleh masyarakat, sehingga implementasi program literasi digital di daerah perlu terus digalakkan. (rel/dek)

LABUSEL, SUMUTPOS.CO —Orang tua di era digitalisasi dewasa ini, penting memahami cara antisipasi kecanduan anak terhadap pornografi melalui berbagai platform digital maupun internet. Salah satunya yakni, dengan membangun komunikasi dua arah guna memberi pencerahan bahaya ataupun dampak akan hal tersebut.

WEBINAR: Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Kominfo RI diselenggarakan di Kabupaten Labusel, Sumut, dengan mengangkat tema besar “Literasi Digital Bagi Tenaga Pendidik dan Anak Didik di Era Digital”, pada 19 Agustus 2021. (IST)

“Selain membangun komunikasi positif dua arah, ortu (orang tua) juga perlu menjelaskan konsekuensi dari apa yang dilakukan anak,” kata Diwana Lestari saat menjadi pemateri dalam Webinar Gerakan Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Kominfo RI di Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Selatan), Sumatera Utara pada Kamis, 19 Agustus 2021.

Berbicara di sesi Etika Digital melalui tema ‘Bahaya Pornografi Bagi Perkembangan Otak Anak’, Diwana menjelaskan cara lain mengantisipasinya dengan memantau aktifitas daring anak, menjelaskan apa yang boleh dan tidak boleh dilihat oleh anak, membatasi waktu pemakaian gawai, serta memasang filter pada gadget untuk menyaring konten yang masuk.

“Dampak pornografi pada anak dapat memicu kecanduan atau narkolema, dapat memicu kejahatan dan gangguan seksual, dapat menyebabkan gangguan kepribadian, menyebabkan kesulitan konsentrasi, dan mengalami gangguan belajar,” terangnya.

Di samping itu, lanjut dia, pornografi dapat memberi dampak langsung pada perkembangan otak anak dan remaja, yang bisa menyebabkan kerusakan otak permanen bila tidak segera diatasi.

Terdapat dua bagian otak yang masing-masing berfungsi untuk berpikir logika atau Pre Frontal Corteks atau bagian otak depan dan emosi reaktif atau sistem limbik atau bagian tengah otak. Pada bagian Pre Frontal Corteks PFC, otak bertanggungjawab untuk mengontrol konsekuensi, tujuan masa depan, kecerdasan dan rasa peduli dengan orang lain.

“Sementara bagian limbik, otak bertanggungjawab untuk melindungi dari bahaya, keinginan untuk bersenang-senang, tidak peduli dengan konsekuensi dan hanya peduli pada diri sendiri,” pungkasnya.

Mia Marcellina, tenaga pendidik dan Roland Internasional Artist, menguatkan pernyataan Diwana. Bahwa ortu menurutnya memiliki tantangan untuk memberikan keamanan internet untuk anak.

“Yakni meliputi akses internet yang semakin mudah, bebas terkoneksi tanpa aturan, serta orang tua gagap teknologi. Peran yang dapat dilakukan orang tua, antara lain memahami internet jaringan sosial media, mengarahkan penggunaan perangkat dan media digital dengan tepat, komunikasi dan edukasi, menggunakan perangkat secara bijak, serta mengimbangi waktu penggunaan media digital dengan interaksi dunia nyata,” paparnya di sesi Keamanan Digital, melalui tema bertajuk “Peran Orang Tua Dalam Memberikan Tentang Keamanan Internet Untuk Anak”.

Ia pun beri tips menjaga keamanan anak selama berselancar di dunia maya. “Antara lain melindungi identitas digital anak, mengontrol dan mendampingi, memberi batasan dan mengatur frekuensi, serta tunjukan potensi kejahatan dan berbahaya di dunia maya,” pungkasnya.

Sementara di sesi Budaya Digital, Nana Ariani menjelaskan pendidikan akademis dan karakter meliputi akal budi, dimensi emosi, moral, etis, serta dimensi penghendakan atau konatif. “Konsep guru penggerak, sekolah penggerak, dan organisasi penggerak, apalagi yang diseleksi, akan melahirkan kelompok elit, yang dianggap sebagai aktor utama perubahan pendidikan,” kata Pengajar Praktik Guru Penggerak Kabupaten Labuhanbatu tersebut.

Konsep seperti ini, menurutnya tidak demokratis, berdampak pada pembiaran pemberdayaan pelaku pendidikan, yang secara simultan seharusnya diintervensi oleh Kemendikbud sebagai pelaksana kebijakan.

“Sumber daya manusia yang unggul merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Pelajar pancasila, mencakup kebhinekaan global, gotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, serta berketuhanan dan berakhlak mulia,” katanya dengan materi bertajuk “Literasi Digital Bagi Tenaga Pendidik dan Anak Didik di Era Digital”.

Melengkapi paparan pemateri sebelumnya, Mandradhitya Kusuma, yang berbicara di sesi Kecakapan Digital melalui tema “Welcoming Gen Alpha: Chance and Challenge in Digital Skills”, menyampaikan generasi alpha tidak hanya tumbuh dengan kemudahan namun mereka juga diharap dapat menjadi generasi yang paling lama hidup, yang terdukung lebih baik secara material, yang terliterasi dan difasilitasi dengan teknologi, dan secara global akan menjadi generasi yang paling kaya yang pernah ada di dunia.

“Alpha disajikan sebagai generasi yang sangat ditandai oleh teknologi baru dan jaringan sosial, dengan masa depan yang lebih tidak pasti dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi yang cepat, dan dengan tekanan untuk memimpin perang melawan perubahan iklim dan transisi ke planet yang lebih berkelanjutan,” ujar Dosen STP Bandung dan Sekpro MTB STP Bandung itu.

Solusi untuk generasi berkelanjutan, sebut dia, meliputi sediakan ruang mendengar untuk generasi alpha, berikan kebebasan memanfaatkan teknologi dengan baik, lengkapi etika dan budi pekerti ekosistem digital, serta ubah pola pikir akan isu-isu berkelanjutan bumi.

Webinar diakhiri oleh Florencia Gracella dari
Beauty Influencer, yakni menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat para narasumber.

Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi memberikan sambutan tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.

Diketahui, kegiatan ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya SDM yang memiliki talenta digital. Berkenaan dengan itu, Kemkominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika menyelenggarakan kegiatan Webinar Indonesia Makin Cakap Digital di Wilayah Sumatera pada 77 kabupaten/kota dari Aceh hingga Lampung.

Ditjen Aptika memiliki target hingga 2024 untuk menjangkau 50 juta masyarakat agar mendapatkan literasi di bidang digital, yakni secara spesifik dimulai pada 2021. Target yang telah dicanangkan adalah 12,5 juta masyarakat dari berbagai kalangan untuk mendapatkan literasi di bidang digital.

Hal ini menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta internet yang semakin masif oleh masyarakat, sehingga implementasi program literasi digital di daerah perlu terus digalakkan. (rel/dek)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/