MEDAN, SUMUTPOS.CO – DOSEN Institut Kesehatan Helvetia Riska Maulidanita SST MKM dan Ainun Mardhiah STerKeb MKM melaksanakan penyuluhan tentang lactation massage (pijat laktasi) terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu nifas.
Pengabdian masyarakat ini dilaksanakan di Klinik Dina Jalan Karya Dalam, Kecamatan Medan Helvetia, Jumat (17/9). Kegiatan ini dihadiri 20 ibu yang memiliki bayi untuk diimunisasi.
Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) Tahun 2017 menyatakan bahwa lebih dari separuh anak (57 persen) mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) dalam periode 1 jam setelah lahir dan 74% anak mulai disusui dalam 1 hari setelah lahir.
Penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif, salah satunya adalah penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan. Hal ini disebabkan kurangnya rangsangan hormon oksitosin dan prolaktin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI Kondisi ini menyebabkan ASI tidak keluar setelah melahirkan.
”Untuk mengeluarkan ASI dibutuhkan upaya non-farmakologis berupa pijat oksitosin,” kata Riska Maulidanita SST MKM kepada Sumut Pos, Rabu (22/9).
Riska Maulidanita menjelaskan bahwa Sumut mencapai pemberian ASI <1 jam pertama yaitu 38,73 persen dan >1 jam 3,47 persen. Cakupan ini diperoleh berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia.
Tahapan ASI pada hari pertama sampai ketiga merupakan ASI Kolostrum. Kolostrum adalah cairan pertama ASI yang dihasilkan selama masa kehamilan. ”Banyak ibu mengira kolostrum berwarna kuning keemasan/jingga, kental, lengket dan kadang bening yang diartikan sebagai susu basi dan kemudian dibuang,” katanya.
Selain itu banyak juga yang khawatir kolostrum tidak akan cukup untuk bayi karena jumlahnya yang hanya sekitar 3-5 sendok teh sehingga perlu menambah susu formula. Padahal, walaupun jumlah kolostrum relatif sedikit, sudah sangat mencukupi lambung bayi yang juga memang masih kecil berkisar 5-27 ml.
Ia mengungkapkan apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin dan oksitosin akan turun dan sulit merangsang hormon tersebut sehingga ASI baru keluar pada hari ketiga atau lebih. Karena itu perlu adanya usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kembali hormon prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah melahirkan.
”Selain dengan memeras ASI, dapat juga dilakukan lactation massage dengan pijatan pada kedua sisi tulang belakang dengan durasi 2-3 menit.
Pijat laktasi atau lactation massage merupakan salah satu prosedur non-farmakologis yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi perkembangan ASI,” paparnya.
Pijat tersebut dilakukan di sepanjang tulang belakang (vertebra) hingga tulang rusuk kelima-keenam. Lactation massage melalui neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypotalamus di hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Pijatan akan merileksasikan ketegangan dan menghilangkan stres sehingga hormon oksitosin keluar dan akan membantu pengeluaran ASI.
Selain itu, lanjut Riska Maulidanita, lactation massage juga memiliki manfaat yaitu mempercepat proses involusi uteri atau pengembalian rahim seperti semula. Pengaruh pijat laktasi ini sangat berperan penting terhadap produksi ASI dengan indikasi berat bayi, frekuensi bayi menyusui, frekuensi BAK dan lama bayi tidur setelah menyusui.
Dosen Institut Kesehatan Helvetia menyebutkan bahwa faktor pendukung makanan dan pola istirahat juga sangat berperan terhadap kualitas ASI. Tetapi, pijatan laktasi membuat ibu merasa lebih nyaman saat menyusui dengan menghasilkan produksi ASI yang lebih banyak.
Karena awal dari proses menyusui atau pada hari pertama sampai ketiga nifas, produksi ASI belum terlalu banyak dan dengan bantuan pijatan laktasi ini sangat membantu ibu dalam memproduksi kolostrum dan ASI yang baik.
”Penyuluhan ini sangat bermanfaat untuk ibu-ibu muda yang masih memiliki satu anak. Sehingga untuk anak selanjutnya mereka dapat menerapkan pijat laktasi ini pada saat nifas dan mereka juga dapat mengedukasi teman-teman mereka yang lain untuk melakukan pijat laktasi jika mengalami kesulitan menyusui pada hari pertama sampai hari ketiga,” kata Riska Maulidanita. (dmp)