30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Buruh Sumut Gelar Aksi Tuntut Kenaikan Upah 2022

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara 2022 pada 21 November ini, sejumlah elemen buruh/serikat pekerja kembali berteriak minta naikkan upah.

Kali ini mereka lakukan aksi di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (8/11) siang. Adapun tiga elemen buruh yang berunjuk rasa; Serikat Buruh Merdeka Indonesia (SBMI), DPC F SB KIKES KSBSI dan PPMI.

“Kami hadir di sini untuk mengingatkan Bapak Gubernur agar upah yang ditetapkan tahun 2022, adalah upah yang memang layak untuk pekerja buruh Sumut,” kata Koordinator Serikat Pekerja/Buruh Sumut, Rintang Berutu di sela-sela aksi menjawab wartawan.

“Kita tau semua bahwa upah 2021 sesuai instruksi menteri tidak naik. Sehingga banyak daerah-daerah upahnya tidak naik. Hanya di Sumut, Kota Medan mengalami kenaikan walaupun sangat kecil,”  sambung dia.

Di samping memerhatikan kesejahteraan bagi buruh, pihaknya pun mendesak agar Gubernur Edy Rahmayadi dapat menginstruksikan atau memberi pengarahan kepada Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) se-Sumut agar penetapan UPM memedomani prinsip keadilan. “Karena bagi kami melewati masa pandemi hampir dua tahun ini yang mengalami kesulitan adalah pekerja buruh,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menyebut, tindakan berbeda justru ditunjukkan pemerintah kepada pengusaha maupun investor selama pandemi Covid-19 berlangsung. “Sangat jelas kita tau untuk pengusaha untuk investor di back-up pemerintah dengan berupa kebijakan tidak menaikkan upah pekerja buruh. Sedangkan pekerja buruh mengalami kesulitan dan tak ada perhatian dari pemerintah,” ungkap Rintang.

 Di akhir tuntutannya, ketiga elemen serikat pekerja itu mendesak kenaikan UMP Sumut sebesar 8 persen. “Kami menegaskan kepada Bapak Gubernur untuk menunjukkan keseriusannya kepada pekerja buruh Sumut demi rakyat sumut yang bermartabat. Naikkan UMP sebesar 8 persen. Naikkan UMK Medan dan Deliserdang masing-masing 10 persen,” pungkasnya.

Aksi tersebut berlangsung damai dan tertib. Terlihat aparat kepolisian dan Satpol PP Sumut, berjaga-jaga di lokasi aksi untuk mencegah kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Usai berorasi, perwakilan masing-masing serikat buruh diakomodir oleh Pemprov Sumut guna menyampaikan aspirasi mereka secara resmi. Adapun Pemprov Sumut, mengaku siap menyampaikan aspirasi tersebut kepada Gubernur Edy Rahmayadi.

Selain menggelar aksi di Kantor Gubernur, ratusan buruh ini juga menyambangi Balaikota Medan. Mereka meminta Wali Kota Medan Bobby Nasution agar mengajukan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Medan tahun 2022 sebesar 10 persen dari nilai UMK saat ini.

Pantauan Sumut Pos, ratusan buruh tersebut hadir di Balai Kota Medan sekitar Pukul 10.00 WIB. Setibanya di depan pintu gerbang Balai Kota Medan, para buruh langsung meneriakkan tuntutannya. “Kami minta kepada Pak Bobby Nasution, supaya Pemko Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan dan Dewan Pengupahan Kota (Depeko) dapat mengajukan kenaikan UMK Medan di tahun 2022 kepada Pemerintah Provinsi. Kami minta, agar kenaikan UMK tidak kurang dari 10 persen, karena hal itu telah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan,” teriak Ketua Umum SBMI Rintang Berutu SH.

Apalagi katanya, di tahun 2021 ini, UMK Medan tidak naik sama sekali bila dibandingkan dengan UMK Medan Tahun 2019. Dengan kata lain, UMK Medan Tahun 2019 sama besarnya dengan UMK Medan tahun 2020, yakni senilai Rp3.222.556. Alasan tidak naiknya UMK di tahun 2020, tak terlepas sebagai imbas dari Pandemi Covid-19. Akibat pandemi, ekonomi sempat terpuruk dan berakibat kepada tidak naiknya UMK di tahun ini.

“Selama pandemi, upah tak naik, tapi justru disaat itu juga harga bahan-bahan pokok meningkat. Apalagi di penghujung tahun seperti ini. Dengan harga-harga yang terus naik tapi upah kami tidak naik-naik, bagaimana kami bisa hidup? Kami minta kepada Wali Kota Medan Pak Bobby Nasution, tolong naikkan upah kami tahun depan, setidaknya 10 persen. Jangan lagi upah kami tidak naik, anak istri kami butuh makan, butuh sekolah, butuh biaya hidup. Beri kami para buruh hidup yang layak,” tegasnya.

Minta Kadisnaker Medan Dicopot

Selain itu, para buruh juga meminta Wali Kota Medan segera mencopot Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan, Hannalore Simanjuntak dari jabatannya. Meskipun para buruh mengetahui masa jabatan Hannalore hanya tinggal satu bulan lagi, sebab Hannalore akan memasuki masa pensiun pada bulan Desember mendatang.

“Kami minta kepada Pak Wali Kota, copot Ibu Kadisnaker Kota Medan Hannalore dari jabatannya. Kami tahu Ibu Kadis akan pensiun bulan depan, Bulan Desember, tapi kami butuh Kadisnaker yang berkompeten secepatnya,” kata Ketua BPC SBMI Kota Medan, Saiful Amri.

Alasannya, para buruh menilai jika Hannalore tidak pernah bekerja dengan baik, terutama dalam memperjuangkan nasib para buruh di Kota Medan. Sebaliknya, Hannalore justru disebut selalu membuat gab (jarak) antara para buruh dengan Dinas Ketenagakerjaan. “Ibu Kadis tidak pernah melakukan apa-apa, dia selalu mempercayakan semuanya kepada bawahannya yang tidak berkompeten. Copot Hannalore sebagai Kadisnaker Kota Medan, ganti dengan yang berkompeten,” ujarnya.

Pantauan Sumut Pos, Pemko Medan menerima sejumlah perwakilan dari para buruh untuk bertemu Wali Kota Medan Bobby Nasution di kantornya. Usai melakukan pertemuan, para buruh pun beranjak dari kantor Wali Kota Medan menuju kantor Gubernur Sumatera Utara.

Pemko Medan Tunggu UMP

Terpisah, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan Hannalore Simanjuntak menanggapi tuntutan Serikat Buruh terkait kenaikan UMK Medan sebesar 10 persen. Hannalore mengatakan, penetapan UMK dilakukan Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur pekerja, pemerintah dan pelaku usaha.

“Jadi kalau untuk penentuan upah yang akan dibicarakan itu, ada dewan pengupahan. Dewan pengupahan ini yang akan membicarakan pengupahan yang akan ditetapkan. Di dewan pengupahan unsur pemerintah ada, unsur pengusaha ada, unsur pekerja juga ada,” jawab Hannalore, Senin (8/11).

Ditanya mengenai sikap Pemko Medan terkait tuntutan tersebut, Hannalore mengaku pihaknya menunggu peraturan dari pemerintah pusat dan provinsi. “Jadi ketentuan dari pusat belum kita terima, belum dapat kita, peraturan nya itu harus ada petunjuk dari kementrian. Karena dari provinsi juga belum ada ketentuan UMP, untuk menentukan UMK kita harus ada ketentuan UMP terlebih dahulu,” tuturnya.

Dijelaskannya, kenaikan upah tersebut nantinya akan berdasarkan keputusan dari dewan pengupahan. “Kita tetap mematuhi mekanisme dan kita belum membahas karena upah minimum provinsi belum ditetapkan gubernur. UMK itu tidak boleh di bawah provinsi, kalau sesuai mekanisme (naik 10 persen) ya silakan. Kita lihat saja nanti, bukan pasrah, itu yang menentukan bukan kita, ada dewan pengupahan yang menentukan kita tetap mematuhi ketentuan,” pungkasnya. (prn/map)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara 2022 pada 21 November ini, sejumlah elemen buruh/serikat pekerja kembali berteriak minta naikkan upah.

Kali ini mereka lakukan aksi di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (8/11) siang. Adapun tiga elemen buruh yang berunjuk rasa; Serikat Buruh Merdeka Indonesia (SBMI), DPC F SB KIKES KSBSI dan PPMI.

“Kami hadir di sini untuk mengingatkan Bapak Gubernur agar upah yang ditetapkan tahun 2022, adalah upah yang memang layak untuk pekerja buruh Sumut,” kata Koordinator Serikat Pekerja/Buruh Sumut, Rintang Berutu di sela-sela aksi menjawab wartawan.

“Kita tau semua bahwa upah 2021 sesuai instruksi menteri tidak naik. Sehingga banyak daerah-daerah upahnya tidak naik. Hanya di Sumut, Kota Medan mengalami kenaikan walaupun sangat kecil,”  sambung dia.

Di samping memerhatikan kesejahteraan bagi buruh, pihaknya pun mendesak agar Gubernur Edy Rahmayadi dapat menginstruksikan atau memberi pengarahan kepada Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) se-Sumut agar penetapan UPM memedomani prinsip keadilan. “Karena bagi kami melewati masa pandemi hampir dua tahun ini yang mengalami kesulitan adalah pekerja buruh,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menyebut, tindakan berbeda justru ditunjukkan pemerintah kepada pengusaha maupun investor selama pandemi Covid-19 berlangsung. “Sangat jelas kita tau untuk pengusaha untuk investor di back-up pemerintah dengan berupa kebijakan tidak menaikkan upah pekerja buruh. Sedangkan pekerja buruh mengalami kesulitan dan tak ada perhatian dari pemerintah,” ungkap Rintang.

 Di akhir tuntutannya, ketiga elemen serikat pekerja itu mendesak kenaikan UMP Sumut sebesar 8 persen. “Kami menegaskan kepada Bapak Gubernur untuk menunjukkan keseriusannya kepada pekerja buruh Sumut demi rakyat sumut yang bermartabat. Naikkan UMP sebesar 8 persen. Naikkan UMK Medan dan Deliserdang masing-masing 10 persen,” pungkasnya.

Aksi tersebut berlangsung damai dan tertib. Terlihat aparat kepolisian dan Satpol PP Sumut, berjaga-jaga di lokasi aksi untuk mencegah kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Usai berorasi, perwakilan masing-masing serikat buruh diakomodir oleh Pemprov Sumut guna menyampaikan aspirasi mereka secara resmi. Adapun Pemprov Sumut, mengaku siap menyampaikan aspirasi tersebut kepada Gubernur Edy Rahmayadi.

Selain menggelar aksi di Kantor Gubernur, ratusan buruh ini juga menyambangi Balaikota Medan. Mereka meminta Wali Kota Medan Bobby Nasution agar mengajukan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Medan tahun 2022 sebesar 10 persen dari nilai UMK saat ini.

Pantauan Sumut Pos, ratusan buruh tersebut hadir di Balai Kota Medan sekitar Pukul 10.00 WIB. Setibanya di depan pintu gerbang Balai Kota Medan, para buruh langsung meneriakkan tuntutannya. “Kami minta kepada Pak Bobby Nasution, supaya Pemko Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan dan Dewan Pengupahan Kota (Depeko) dapat mengajukan kenaikan UMK Medan di tahun 2022 kepada Pemerintah Provinsi. Kami minta, agar kenaikan UMK tidak kurang dari 10 persen, karena hal itu telah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan,” teriak Ketua Umum SBMI Rintang Berutu SH.

Apalagi katanya, di tahun 2021 ini, UMK Medan tidak naik sama sekali bila dibandingkan dengan UMK Medan Tahun 2019. Dengan kata lain, UMK Medan Tahun 2019 sama besarnya dengan UMK Medan tahun 2020, yakni senilai Rp3.222.556. Alasan tidak naiknya UMK di tahun 2020, tak terlepas sebagai imbas dari Pandemi Covid-19. Akibat pandemi, ekonomi sempat terpuruk dan berakibat kepada tidak naiknya UMK di tahun ini.

“Selama pandemi, upah tak naik, tapi justru disaat itu juga harga bahan-bahan pokok meningkat. Apalagi di penghujung tahun seperti ini. Dengan harga-harga yang terus naik tapi upah kami tidak naik-naik, bagaimana kami bisa hidup? Kami minta kepada Wali Kota Medan Pak Bobby Nasution, tolong naikkan upah kami tahun depan, setidaknya 10 persen. Jangan lagi upah kami tidak naik, anak istri kami butuh makan, butuh sekolah, butuh biaya hidup. Beri kami para buruh hidup yang layak,” tegasnya.

Minta Kadisnaker Medan Dicopot

Selain itu, para buruh juga meminta Wali Kota Medan segera mencopot Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan, Hannalore Simanjuntak dari jabatannya. Meskipun para buruh mengetahui masa jabatan Hannalore hanya tinggal satu bulan lagi, sebab Hannalore akan memasuki masa pensiun pada bulan Desember mendatang.

“Kami minta kepada Pak Wali Kota, copot Ibu Kadisnaker Kota Medan Hannalore dari jabatannya. Kami tahu Ibu Kadis akan pensiun bulan depan, Bulan Desember, tapi kami butuh Kadisnaker yang berkompeten secepatnya,” kata Ketua BPC SBMI Kota Medan, Saiful Amri.

Alasannya, para buruh menilai jika Hannalore tidak pernah bekerja dengan baik, terutama dalam memperjuangkan nasib para buruh di Kota Medan. Sebaliknya, Hannalore justru disebut selalu membuat gab (jarak) antara para buruh dengan Dinas Ketenagakerjaan. “Ibu Kadis tidak pernah melakukan apa-apa, dia selalu mempercayakan semuanya kepada bawahannya yang tidak berkompeten. Copot Hannalore sebagai Kadisnaker Kota Medan, ganti dengan yang berkompeten,” ujarnya.

Pantauan Sumut Pos, Pemko Medan menerima sejumlah perwakilan dari para buruh untuk bertemu Wali Kota Medan Bobby Nasution di kantornya. Usai melakukan pertemuan, para buruh pun beranjak dari kantor Wali Kota Medan menuju kantor Gubernur Sumatera Utara.

Pemko Medan Tunggu UMP

Terpisah, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan Hannalore Simanjuntak menanggapi tuntutan Serikat Buruh terkait kenaikan UMK Medan sebesar 10 persen. Hannalore mengatakan, penetapan UMK dilakukan Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur pekerja, pemerintah dan pelaku usaha.

“Jadi kalau untuk penentuan upah yang akan dibicarakan itu, ada dewan pengupahan. Dewan pengupahan ini yang akan membicarakan pengupahan yang akan ditetapkan. Di dewan pengupahan unsur pemerintah ada, unsur pengusaha ada, unsur pekerja juga ada,” jawab Hannalore, Senin (8/11).

Ditanya mengenai sikap Pemko Medan terkait tuntutan tersebut, Hannalore mengaku pihaknya menunggu peraturan dari pemerintah pusat dan provinsi. “Jadi ketentuan dari pusat belum kita terima, belum dapat kita, peraturan nya itu harus ada petunjuk dari kementrian. Karena dari provinsi juga belum ada ketentuan UMP, untuk menentukan UMK kita harus ada ketentuan UMP terlebih dahulu,” tuturnya.

Dijelaskannya, kenaikan upah tersebut nantinya akan berdasarkan keputusan dari dewan pengupahan. “Kita tetap mematuhi mekanisme dan kita belum membahas karena upah minimum provinsi belum ditetapkan gubernur. UMK itu tidak boleh di bawah provinsi, kalau sesuai mekanisme (naik 10 persen) ya silakan. Kita lihat saja nanti, bukan pasrah, itu yang menentukan bukan kita, ada dewan pengupahan yang menentukan kita tetap mematuhi ketentuan,” pungkasnya. (prn/map)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/