AEKKANOPAN, SUMUTPOS.CO- Pemerintah pusat bekerja sama dengan produsen minyak goreng dan retail modern untuk menjual minyak goreng murah bersubsidi seharga Rp14 ribu per liter. Kebijakan ini mulai berlaku Rabu (19/1) lalu di seluruh Indonesia.
Tetapi sayangnya, di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), warga belum bisa menikmati kebijakan pemerintah pusat itu. Mengingat Labuhanbatu Utara yang terdiri dari 8 kecamatan, 82 desa, 8 ke, dan hanya ada beberapa desa di 6 kecamatan yang berada dalam lintasan Jalan Lintas Sumatera. Sementara, keberadaan 17 retail yang ada di Labura terletak di Jalan Lintas Sumatera, sehingga praktis warga Labra masih tetap membeli minyak goreng dengan kisaran harga Rp20 ribu hingga Rp22 ribu per liternya.
Irwansyah, seorang pedagang grosir di Desa Sukarame, Kecamatan Kualuh Hulu, Labura, mempertanyakan kebijakan pemerintah yang lebih memilih subsidi minyak goreng kemasan tersebut. Ia menilai kebijakan subsidi tersebut lebih menguntungkan perusahaan retail besar.
Sementara, pedang grosir di daerah pedalaman membutuhkan modal besar untuk pembelian minya goreng dari jaringan distributornya. “Kenapa kedai rakyat gak dapat program subsidi? Modal kita lebih besar loh dari penjualan di retail (alfamart, Indomaret, Alfamidi). Ibu-ibu semua nanyak kita, kenapa harga masih mahal”, sesal Irwan.
Arif Ripai SP., Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Labuhanbatu Utara mengatakan, pemasok kebutuhan pangan di daerah bukanlah retail. Ia bahkan pesimis dengan isu yang dihembuskan oleh kementrian perdangan bahwa dalam sepekan ke depan akan membuat harga minyak goreng kemasan satu harga di seluruh Indonesia.
“Sementara ini, saya akan coba panggil Disperindag Labuhanbatu Utara untuk mencoba mencari jalan keluar terkait dengan persoalan ini dan mencoba akan berkomunikasi dengan BPDPKS untuk tidak cuma retail saja, harus tetapkan juga di daerah,” kata Arif, yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPW Apkasindo Sumatera Utara.
Arif juga menhaku sering mendapat keluhan dari warga yang jauh dari keberadaan retail. Pemberian subsidi kepada produsen minyak goreng ia nilai hanya kebijakan yang menimbulkan polemik baru bagi masyarakat yang mayoritas tinggal di pedalaman. “Ibu-ibu di Kuala Beringin, di Sonomartani, di Sukarame, jaraknya itu hingga 30 km dari retail. Hanya untuk beli minyaak goreng, mereka harus buang duit lebih dari itu dong,” sesal Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Labura ini.
Ia berharap, kebijakan pemerintah pusat harus lebih mengena bagi masyarakat di daerah pedalaman. Sebab, mayoritas masyarakat di daerah tidak seluruhnya berada dalam kawasan retail yang ditunjuk sebagai tempat pendistribusian minyak goreng kemasan bersubsidi tersebut. (adz)