26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kesaksian Anggie T, Waria Sekaligus Pecandu Narkotika

Saya Bertobat, Menikah dan Punya Anak

Ini dia sisi lain dari seorang pria yang memiliki sisi gelap dan sebuah keinginan untuk mengubah jati dirinya.

“Waktu saya kerja salon, kan saya udah mulai pegang uang. Saya mulai bebas mengekspresikan diri , banyak beli baju wanita, pengen tampil cantik gitu. Pake baju perempuan,” kata Anggie membuka kesaksiannya.

“Sayatidakpernahberpikirmerasasalah waktu berdandan. Saya berpikir inilah saya, inilah jiwa saya, bebas berekspresi.

Setiap hari rasanya saya pengen keluar pake baju wanita. Rambut saya biarkan panjang,” tambahnya.

Anggie mulai mejeng di jalanan dan menggoda para lelaki. “Akhirnya saya jual diri. Saya godain orang lewat, tapi saya juga selektif. Tidak sembarangan orang yang saya mau. Kalau saya suka, dia mau bayar saya, kita jalan. Uang itu untuk pengganti uang lipstik lah.” Ada yang berbeda saat dia menjalani hubungan dengan seorang pengusaha kaya. “Cowok ini termasuk kriteria saya.

Di samping dia cakep, kaya, dia adalah seorang gay juga. Dia tidak suka saya kalau berdandan dia meminta saya untuk memotong rambut saya,” ujarnya.

Akhirnya Anggie memotong rambut dan bersama pasangannya pindah ke Bali. “Cowok ini mengenalkan saya dengan klub malam. Cowok ini juga yang mengenalkan saya dengan minuman keras,” kilasnya.

Berjalan waktu, kisah cinta Anggie dengan pasangannya itu harus berakhir.

Namun begitu, fakta tersebut tidak lantas mengubah kehidupannya, malahan semakin liar. Ia semakin ketagihan mengonsumsi berbagai jenis narkotika seperti ekstasi dan shabu-shabu. Dengan barang-barang tersebut, Anggie dapat melupakan sejenak tentang kehidupannya.

Persoalan mulai timbul ketika Anggie tak memiliki uang lagi. Ia tak punya pegangan apa-apa lagi untuk memenuhi hasratnya menikmati barang-barang haram tersebut. Dengan sangat terpaksa, ia pun kembali lagi bekerja di salon.

Akan tetapi, ternyata penghasilan yang ia dapatkan dari sana tak mencukupi.

Stres mulai melanda Anggie. Berulang kali ia pun mencoba bunuh diri, tetapi ada saja hal yang membatalkan niatnya tersebut. Sampai suatu waktu, seorang teman mengajaknya ke sebuah ibadah.

Di sana, ia mendapatkan sebuah kedamaian yang selama ini dicari. Ketika firman Tuhan dibagikan, air matanya turun tanpa henti membasahi pipinya.

Sebuah komitmen untuk berubah pun ia sampaikan kepada Tuhan.

Tidak sampai mengikuti kebaktian saja, Anggie bergabung dengan komunitas sel yang ada di gereja tersebut. Imannya kepada Tuhan kian hari kian kuat.

Tantangan dan Berkat Pertobatan Walau sudah setia dalam ibadah dan berada di dalam komunitas sel, keinginan untuk mencobai narkotika dan menjalin kasih dengan pria tetap tidak hilang. Saat sedang sendiri, ia teringat romantika yang pernah ia bangun dengan sesama jenisnya. Dengan penuh perjuangan dan bantuan dari temanteman seiman, ia menolak segala cobaan tersebut. Pada akhirnya, ia berhasil melewati semua itu.

Tak pernah disangka di dalam kehidupan Anggie bahwa suatu hari nanti ia dapat menyukai seorang wanita. Namun, di saat ia sedang mengikuti sekolah di Shanghai, hatinya terpincut dengan seorang gadis yang bernama Marta. Gayung bersambut. Wanita yang diincar Anggie ini bersedia menjalin hubungan dengannya.

Seperti yang telah diduga, berbagai tentangan mewarnai kehidupan percintaan kedua anak manusia ini, khususnya dari teman-teman dan kerabat Marta. Marta yang sudah mengetahui masa lalu dari Anggie seperti tak menghiraukan perkataan dari temantemannya.

Ia tetap melangkah dengan keputusannya itu.

“Karena teman-teman saya mendengar dan melihat di sekeliling salon ya, mereka mengajurkan kepada saya agar lebih baik saya tidak menikah dengan seorang gay,” ujarnya.

Setelah cukup lama pacaran, Anggie dan Marta melanjutkan hubungan ke tahap serius. Oleh anugerah Tuhan, mereka dipersatukan dalam pernikahan kudus. Sekarang, Anggie dan Marta memiliki seorang putri yang cantik dan hidup bahagia sebagai sebuah keluarga yang takut akan Tuhan.(jc)

Saya Bertobat, Menikah dan Punya Anak

Ini dia sisi lain dari seorang pria yang memiliki sisi gelap dan sebuah keinginan untuk mengubah jati dirinya.

“Waktu saya kerja salon, kan saya udah mulai pegang uang. Saya mulai bebas mengekspresikan diri , banyak beli baju wanita, pengen tampil cantik gitu. Pake baju perempuan,” kata Anggie membuka kesaksiannya.

“Sayatidakpernahberpikirmerasasalah waktu berdandan. Saya berpikir inilah saya, inilah jiwa saya, bebas berekspresi.

Setiap hari rasanya saya pengen keluar pake baju wanita. Rambut saya biarkan panjang,” tambahnya.

Anggie mulai mejeng di jalanan dan menggoda para lelaki. “Akhirnya saya jual diri. Saya godain orang lewat, tapi saya juga selektif. Tidak sembarangan orang yang saya mau. Kalau saya suka, dia mau bayar saya, kita jalan. Uang itu untuk pengganti uang lipstik lah.” Ada yang berbeda saat dia menjalani hubungan dengan seorang pengusaha kaya. “Cowok ini termasuk kriteria saya.

Di samping dia cakep, kaya, dia adalah seorang gay juga. Dia tidak suka saya kalau berdandan dia meminta saya untuk memotong rambut saya,” ujarnya.

Akhirnya Anggie memotong rambut dan bersama pasangannya pindah ke Bali. “Cowok ini mengenalkan saya dengan klub malam. Cowok ini juga yang mengenalkan saya dengan minuman keras,” kilasnya.

Berjalan waktu, kisah cinta Anggie dengan pasangannya itu harus berakhir.

Namun begitu, fakta tersebut tidak lantas mengubah kehidupannya, malahan semakin liar. Ia semakin ketagihan mengonsumsi berbagai jenis narkotika seperti ekstasi dan shabu-shabu. Dengan barang-barang tersebut, Anggie dapat melupakan sejenak tentang kehidupannya.

Persoalan mulai timbul ketika Anggie tak memiliki uang lagi. Ia tak punya pegangan apa-apa lagi untuk memenuhi hasratnya menikmati barang-barang haram tersebut. Dengan sangat terpaksa, ia pun kembali lagi bekerja di salon.

Akan tetapi, ternyata penghasilan yang ia dapatkan dari sana tak mencukupi.

Stres mulai melanda Anggie. Berulang kali ia pun mencoba bunuh diri, tetapi ada saja hal yang membatalkan niatnya tersebut. Sampai suatu waktu, seorang teman mengajaknya ke sebuah ibadah.

Di sana, ia mendapatkan sebuah kedamaian yang selama ini dicari. Ketika firman Tuhan dibagikan, air matanya turun tanpa henti membasahi pipinya.

Sebuah komitmen untuk berubah pun ia sampaikan kepada Tuhan.

Tidak sampai mengikuti kebaktian saja, Anggie bergabung dengan komunitas sel yang ada di gereja tersebut. Imannya kepada Tuhan kian hari kian kuat.

Tantangan dan Berkat Pertobatan Walau sudah setia dalam ibadah dan berada di dalam komunitas sel, keinginan untuk mencobai narkotika dan menjalin kasih dengan pria tetap tidak hilang. Saat sedang sendiri, ia teringat romantika yang pernah ia bangun dengan sesama jenisnya. Dengan penuh perjuangan dan bantuan dari temanteman seiman, ia menolak segala cobaan tersebut. Pada akhirnya, ia berhasil melewati semua itu.

Tak pernah disangka di dalam kehidupan Anggie bahwa suatu hari nanti ia dapat menyukai seorang wanita. Namun, di saat ia sedang mengikuti sekolah di Shanghai, hatinya terpincut dengan seorang gadis yang bernama Marta. Gayung bersambut. Wanita yang diincar Anggie ini bersedia menjalin hubungan dengannya.

Seperti yang telah diduga, berbagai tentangan mewarnai kehidupan percintaan kedua anak manusia ini, khususnya dari teman-teman dan kerabat Marta. Marta yang sudah mengetahui masa lalu dari Anggie seperti tak menghiraukan perkataan dari temantemannya.

Ia tetap melangkah dengan keputusannya itu.

“Karena teman-teman saya mendengar dan melihat di sekeliling salon ya, mereka mengajurkan kepada saya agar lebih baik saya tidak menikah dengan seorang gay,” ujarnya.

Setelah cukup lama pacaran, Anggie dan Marta melanjutkan hubungan ke tahap serius. Oleh anugerah Tuhan, mereka dipersatukan dalam pernikahan kudus. Sekarang, Anggie dan Marta memiliki seorang putri yang cantik dan hidup bahagia sebagai sebuah keluarga yang takut akan Tuhan.(jc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/