28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Pelajar SD Meninggal Dunia Diduga Dianiaya, Orangtua Curhat di Facebook

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Unggahan Facebook dengan nama akun Santy Machan menyita perhatian netizen jagat dunia maya. Dalam postingannya, ibu 2 anak ini mencari keadilan dengan menuliskan status, anaknya tewas diduga dianiaya oleh teman-temannya yang masih mengenyam di bangku sekolah dasar negeri di Kelurahan Payaroba, Binjai Barat.

Dalam statusnya, korban berinisial MIH (11) mulanya beranggapan kalau anak pertama dari 2 bersaudara ini meninggal dunia karena sakit masuk angin. Namun belakangan, mulai terkuak jika buah hatinya tutup usia diduga karena dianiaya oleh teman sekelasnya.

Unggahan statusnya pun menyita perhatian Kapolres Binjai, AKBP Ferio Sano Ginting. “Kami sudah datangi korban ke rumah dalam rangka mengucapkan turut berduka atas peristiwa tersebut,” ujar Kapolres saat dikonfirmasi, Kamis (9/6).

Orang nomor satu di Polres Binjai ini kemudian menyarankan agar orangtua korban melapor. Sumut Pos berkesempatan melakukan wawancara dengan ibu korban, Santi Citra Dewi (30) di Mapolres.

Dia menceritakan, MIH meninggal dunia pada Selasa (24/5) lalu. Sebelum meninggal, korban sempat mengaku kepada ibunya tengah dalam keadaan sakit.

Korban diduga menutupi adanya dugaan penganiayaan yang menimpa dirinya. “Ketika dia (korban) pulang sekolah, bilangnya lemas dan enggak enak badan,” ujar Santi.

Ibu korban awalnya juga tidak tahu kalau anaknya telah dianiaya. Bahkan, sang ibu menganggap kalau anaknya sakit biasa.

Si ibu pun kemudian memberikan obat agar sakitnya berkurang. Soalnya, korban sebelum meninggal dunia juga muntah-muntah.

Setelah satu hari dalam keadaan lemas dan sudah diberikan obat, kata Santi, korban kembali muntah-muntah pada keesokan hari. Oleh orang tua yang melihat ini, sempat akan dibawa ke Bidan.

Namun, korban menolaknya karena takut disuntik. “Besoknya makan siang dan muntah lagi. Saya bawa ke bidan juga tidak mau,” kata dia.

Muntah korban tidak mau berhenti. Hal tersebut juga membuat sang suami, Adi Syahputra (40) pulang ke rumah dari tempatnya bekerja untuk melihat kondisi buah hatinya.

Saat itu, Santi juga bertanya kepada korban mengalami gejala apa. Namun, korban tidak dijawab. “Sampai bapaknya pulang, dia tetap gak mau makan. Sampai besoknya, kami belikan sarapan gak mau dia,” kata Santi. Dua hari juga korban tidak mau makan. Bahkan, kondisinya kian gawat.

Oleh Santi dan suami, kemudian membujuk anaknya agar dibawa ke Puskesmas. Pun begitu, korban menolak. “Saya tanyakan kenapa muntah-muntah terus, dia bilang tidak papa. Saya suap makanan, tapi kondisi tidak berdaya. Dia tetap tidak mau dibawa ke bidan,” jelasnya. Hari demi hari, kondisi korban makin parah. Bahkan, mulut korban tidak dapat dibuka untuk makan.

Menurut Santi, korban sempat menangis ketika melihat ayat kursi yang tergantung di dinding rumah. “Kami peluk dan sambil bertanya kenapa kau nak, kenapa gak mau bicara, sakit apa? Setelah kami peluk dia meninggal,” kenang dia dengan mata berkaca-kaca. Ketika jenazah korban dimandikan, keluarga melihat kejanggalan. Terdapat memar seperti kena pukulan di bagian dada, punggung dan bahu.

Namun demikian, Santi juga belum menaruh kecurigaan terkait memar tersebut. Keluarga masih menganggap kalau korban meninggal dunia karena masuk angin.

“Begitu dimandikan punggungnya ada memar, dada memar merah kebiruan. Kuping juga terlihat biru,” jelasnya di hadapan polisi di ruang Unit Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Binjai.

Sesudah beberapa hari dikebumikan, kawan sekelas korban datang untuk membeli dagangan Santi. Saat itu, kawan sekelas korban bercerita kepada Santi bahwa buah hatinya sempat dipukuli oleh enam murid laki-laki sekelasnya. “Kawannya bilang, mau bicara tapi takut sama yang pukuli anak saya. Tapi saya tanya terus. Dan ternyata, anak saya dipukuli oleh enam orang kawannya di sekolah,” jelas Santi. Kata kawan sekelasnya, mereka takut dengan murid-murid yang memukul Ikhsan. Sebab, komplotan murid yang diduga memukul korban suka menganiaya lainnya.

“Tanya sama kawannya, kami juga takut sama yang pukuli anak ibu. Anak saya sering dipukulin. Anak saya dipukuli di dalam sekolah dan dalam kelas,” ungkapnya.

Karena mengetahui hal ini, Santi dan suami langsung bergegas berangkat untuk menemui pihak sekolah. Di sana, Kepala SD 023971 tidak mengetahui adanya penganiayaan yang dilakukan sesama murid.

“Kepala sekolah dan wali kelas tidak tahu dengan kejadian ini, tapi saksi-saksi yang merupakan murid sekelas anak saya bilang, bahwa enam orang murid laki-laki telah memukuli Ikshan sampai muntah-muntah,” bebernya.

Mendengar hal ini, Kepala Sekolah langsung memanggil para orangtua murid yang diduga memukuli Ikshan. Namun, orangtua Ikshan merasa tidak puas dengan kebijakan Kepala Sekolah. “Kepala Sekolah malah bilang, kasus ini jangan kemana-mana dulu,” tukasnya. (ted/han)

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Unggahan Facebook dengan nama akun Santy Machan menyita perhatian netizen jagat dunia maya. Dalam postingannya, ibu 2 anak ini mencari keadilan dengan menuliskan status, anaknya tewas diduga dianiaya oleh teman-temannya yang masih mengenyam di bangku sekolah dasar negeri di Kelurahan Payaroba, Binjai Barat.

Dalam statusnya, korban berinisial MIH (11) mulanya beranggapan kalau anak pertama dari 2 bersaudara ini meninggal dunia karena sakit masuk angin. Namun belakangan, mulai terkuak jika buah hatinya tutup usia diduga karena dianiaya oleh teman sekelasnya.

Unggahan statusnya pun menyita perhatian Kapolres Binjai, AKBP Ferio Sano Ginting. “Kami sudah datangi korban ke rumah dalam rangka mengucapkan turut berduka atas peristiwa tersebut,” ujar Kapolres saat dikonfirmasi, Kamis (9/6).

Orang nomor satu di Polres Binjai ini kemudian menyarankan agar orangtua korban melapor. Sumut Pos berkesempatan melakukan wawancara dengan ibu korban, Santi Citra Dewi (30) di Mapolres.

Dia menceritakan, MIH meninggal dunia pada Selasa (24/5) lalu. Sebelum meninggal, korban sempat mengaku kepada ibunya tengah dalam keadaan sakit.

Korban diduga menutupi adanya dugaan penganiayaan yang menimpa dirinya. “Ketika dia (korban) pulang sekolah, bilangnya lemas dan enggak enak badan,” ujar Santi.

Ibu korban awalnya juga tidak tahu kalau anaknya telah dianiaya. Bahkan, sang ibu menganggap kalau anaknya sakit biasa.

Si ibu pun kemudian memberikan obat agar sakitnya berkurang. Soalnya, korban sebelum meninggal dunia juga muntah-muntah.

Setelah satu hari dalam keadaan lemas dan sudah diberikan obat, kata Santi, korban kembali muntah-muntah pada keesokan hari. Oleh orang tua yang melihat ini, sempat akan dibawa ke Bidan.

Namun, korban menolaknya karena takut disuntik. “Besoknya makan siang dan muntah lagi. Saya bawa ke bidan juga tidak mau,” kata dia.

Muntah korban tidak mau berhenti. Hal tersebut juga membuat sang suami, Adi Syahputra (40) pulang ke rumah dari tempatnya bekerja untuk melihat kondisi buah hatinya.

Saat itu, Santi juga bertanya kepada korban mengalami gejala apa. Namun, korban tidak dijawab. “Sampai bapaknya pulang, dia tetap gak mau makan. Sampai besoknya, kami belikan sarapan gak mau dia,” kata Santi. Dua hari juga korban tidak mau makan. Bahkan, kondisinya kian gawat.

Oleh Santi dan suami, kemudian membujuk anaknya agar dibawa ke Puskesmas. Pun begitu, korban menolak. “Saya tanyakan kenapa muntah-muntah terus, dia bilang tidak papa. Saya suap makanan, tapi kondisi tidak berdaya. Dia tetap tidak mau dibawa ke bidan,” jelasnya. Hari demi hari, kondisi korban makin parah. Bahkan, mulut korban tidak dapat dibuka untuk makan.

Menurut Santi, korban sempat menangis ketika melihat ayat kursi yang tergantung di dinding rumah. “Kami peluk dan sambil bertanya kenapa kau nak, kenapa gak mau bicara, sakit apa? Setelah kami peluk dia meninggal,” kenang dia dengan mata berkaca-kaca. Ketika jenazah korban dimandikan, keluarga melihat kejanggalan. Terdapat memar seperti kena pukulan di bagian dada, punggung dan bahu.

Namun demikian, Santi juga belum menaruh kecurigaan terkait memar tersebut. Keluarga masih menganggap kalau korban meninggal dunia karena masuk angin.

“Begitu dimandikan punggungnya ada memar, dada memar merah kebiruan. Kuping juga terlihat biru,” jelasnya di hadapan polisi di ruang Unit Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Binjai.

Sesudah beberapa hari dikebumikan, kawan sekelas korban datang untuk membeli dagangan Santi. Saat itu, kawan sekelas korban bercerita kepada Santi bahwa buah hatinya sempat dipukuli oleh enam murid laki-laki sekelasnya. “Kawannya bilang, mau bicara tapi takut sama yang pukuli anak saya. Tapi saya tanya terus. Dan ternyata, anak saya dipukuli oleh enam orang kawannya di sekolah,” jelas Santi. Kata kawan sekelasnya, mereka takut dengan murid-murid yang memukul Ikhsan. Sebab, komplotan murid yang diduga memukul korban suka menganiaya lainnya.

“Tanya sama kawannya, kami juga takut sama yang pukuli anak ibu. Anak saya sering dipukulin. Anak saya dipukuli di dalam sekolah dan dalam kelas,” ungkapnya.

Karena mengetahui hal ini, Santi dan suami langsung bergegas berangkat untuk menemui pihak sekolah. Di sana, Kepala SD 023971 tidak mengetahui adanya penganiayaan yang dilakukan sesama murid.

“Kepala sekolah dan wali kelas tidak tahu dengan kejadian ini, tapi saksi-saksi yang merupakan murid sekelas anak saya bilang, bahwa enam orang murid laki-laki telah memukuli Ikshan sampai muntah-muntah,” bebernya.

Mendengar hal ini, Kepala Sekolah langsung memanggil para orangtua murid yang diduga memukuli Ikshan. Namun, orangtua Ikshan merasa tidak puas dengan kebijakan Kepala Sekolah. “Kepala Sekolah malah bilang, kasus ini jangan kemana-mana dulu,” tukasnya. (ted/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/