SUMUTPOS.CO – Perburuan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri pada Hacker Bjorka masih terus berjalan. Terbaru, seorang pemuda asal Madiun, Jawa Timur, berinisial MAH telah ditetapkan tersangka. Dia diduga terlibat dalam peretasan yang dilakukan oleh akun anonim Bjorka. Namun demikian, akun Bjorka masih bisa berkicau bahkan melemparkan ejekan ke pemerintah.
POLRI resmi menetapkan pemuda asal Madiun, Jawa Timur berinsial MAH sebagai tersangka kasus peretasan yang melibatkan Bjorka. Penetapan tersangka dilakukan usai MAH menjalani pemeriksaan intensif dan ditemukan minimal 2 alat bukti cukup. “Sekarang itu statusnya sudah tersangka dan sedang diproses oleh Timsus,” kata Juru Bicara Div Humas Polri, Kombes Pol Ade Yaya di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (16/9).
Kendati demikian, MAH tidak dikenakan penahanan. Penyidik menilai pelaku mengikuti proses hukum secara baik. “Sedang diproses dan tidak dilakukan penahanan karena kooperatif, dikenakan wajib lapor,” imbuhnya.
Dalam kasus tersebut, Polri menyita barang bukti berupa satu buah sim card seluler, dua unit handphone milik tersangka, dan satu lembar KTP atas nama tersangka. Menurut Ade, MAH sejauh ini diketahui bukan seorang peretas. Dia hanya menyediakan akun media sosial untuk publikasi perbuatan Bjorka. “Peran tersangka merupakan bagian dari kelompok yang berperan sebagai penyedia channel Telegram Bjorkanism,” ungkap Ade.
MAH tercatat setidaknya melakukan 3 unggahan melalui akun telegram tersebut. Pertama pada 8 September 2022 dengan judul konten ‘Stop Being Idiot’. Kemudian 9 September 2022 berjudul ‘The Next Leaks Will Come From The President of Indonesia’. Dan terakhir 10 September 2022 dengan judul ‘To Support People Who Are By Holding Demonstrans in Indonesia’. “Itu yang dipublis oleh tersangka tersebut,” imbuh Ade. Lantas apa motifnya? “Motif tersangka membantu Bjorka agar dapat menjadi terkenal dan mendapatkan uang,” sebut Ade.
Meski begitu, saat ini motif tersebut masih terus didalami oleh penyidik. Polri mengimbau masyarakat agar tidak mengikuti perbuatan Bjorka yang menyebar data pribadi ke ranah publik. “Tidak dibenarkan untuk mendukung dan memfasilitasi penyebaran data n
pribadi secara ilegal sesuai dengan undang-undang,” jelasnya.
HP Diambil, Keluarga Diberi Rp5 Juta
Sebelum ditangkap, ponsel milik MAH, tersangka kasus peretas Bjorka, sempat diminta polisi. Setelah itu, polisi menyerahkan uang sebesar Rp5 juta sebagai ganti rugi. Kakak kandung MAH, Novianti membenarkan ponsel adiknya itu diminta polisi. Polisi belakangan memberi ganti rugi sebesar Rp 5 juta. “Polisi biasanya minta bukti. Tetapi polisi baik. Kemudian dikasih uang Rp5 juta untuk beli ponsel yang baru. Ponsel kan penting dipakai sehari-hari,” ujar Novianti di kediaman orangtuanya, Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan, Madiun, Jumat (16/9).
Menurut Novianti, adiknya itu tak memiliki komputer atau perangkat canggih lainnya. Adiknya hanya memiliki sebuah ponsel. Novianti mengaku tak mengetahui aktivitas sehari-hari adiknya itu karena tinggal bersama suaminya di Kabupaten Magetan.
Sementara itu, ayah kandung MAH, Jumanto mengatakan, MAH hanya memiliki ponsel untuk berkomunikasi. Ponsel itu juga lebih banyak dipakai bermain game online. “Di rumah tidak ada perlengkapan komputer. Hanya handphone saja,” jelas Jumanto.
Sebelumnya, keluarga MAH bingung dengan penetapan tersangka dalam kasus peretasan yang dilakukan peretas Bjorka. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, MAH dipulangkan dan mendapat surat bebas dari polisi. “Tadi dinyatakan bebas sekarang kok tersangka. Tadi sudah ada surat kebebasan dari polisi,” kata Jumanto.
Keluarga menyangka, MAH tak lagi terjerat kasus itu setelah dipulangkan. Namun, keluarga kaget saat mendapat informasi penetapan tersangka dalam kasus tersebut. Jumanto yang berprofesi sebagai petani itu belum mengetahui langkah yang harus dilakukan setelah anaknya jadi tersangka. Jumanto meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan MAH.
Bodoh Jika Tinggal di Indonesia
Menanggapi hal tersebut, pakar keamanan siber Alfons Tanujaya menyebutkan, fenomena Bjorka membuat pemerintah perlu menyerap pesan yang dibawa oleh hacker tersebut. “Jadi kita perlu lihat akar masalahnya, jangan killing massager of bad news, jadi Bjorka berusaha memberitahu sesuatu bahwa pengelolaan data di Indonesia perlu diperbaiki, banyak bocor, dan kalau dieksploitasi rakyat menderita” ungkap Alfons.
Menurut Alfons, Bjorka belakangan mendapatkan simpati dari warga Indonesia karena aksinya meretas data para pejabat. “Sekarang kasih lihat kalau pejabat yang dieksplotasi seperti ini kayak begini rasanya rakyat, jadi dia mendapatkan simpati,” tambahnya.
Lebih lanjut, Alfons menyebutkan, dia ragu Bjorka yang sesungguhnya berdomisili di Indonesia. Menurutnya terlalu bodoh jika benar Bjorka berdomosili di Indonesia karena akan mudah dilacak. “Kalau saya bilang kalau dia berdomisil di Indonesia, agak bodoh sih dia akan sangat mudah diidentidikasi,” ungkap Alfons.
Menanggapi akun Bjorka yang masih aktif usai pemuda di Madiun ditangkap, Alfons hanya tertawa. “Bisa dilihat dari bahasanya kan, ada yang bilang Indonesia banget ada yang bilang Inggrisnya bagus banget, lalu kenapa di Madiun? Kenapa di Cirebon?” kata Alfons.
“Ya namanya komputer kan bisa diremote dari mana saja, bagi peretas untuk menguasai sistem jika dia mempersiapkan diri dengan baik ya bodoh banget kalau dia mengakses suatu sistem dari komputer dia langsung, ya namanya peretasnya kurang pinter,” tambahnya.
Sementara, Pengajar Ilmu Filsafat di Universitas Indonesia, Rocky Gerung pun menyindir pemerintah yang belum bisa menangkap hacker tersebut. Menurut Rocky Gerung, ketidakseriusan negara membuat hacker Bjorka terus berulah dan belum diketahui identitasnya hingga saat ini. Ia menilai hacker Bjorka belum tertangkap karena negara tidak mampu melacak hacker yang viral di media sosial itu.
“Negara ini dungu. Sesuatu yang ada di status digital tidak bisa ditangkap, dia hanya bisa diawasi? Enggak mungkinlah tidak bisa ditangkap,” kata Rocky usai mengisi seminar nasional bertema “Titik Nol Penegakan Hukum dan Keadilan”, katanya di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (16/9).
Faktanya, kata Rocky Gerung, kasus hacker Bjorka sudah masuk ke ranah digital. Meski begitu, lanjutnya, ketika Bjorka akan ditangkap, maka secara langsung hacker itu akan bermetamorfosa. “Kalau dia ditangkap, dia akan bermetamorfosa. Iya begitulah hacker,” katanya singkat.
Terpisah, Pengajar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti juga ikut menanggapi soal kasus hacker Bjorka. Menurutnya, data yang dibocrokan Bjorka soa pembunuhan Munir, sebetulnya sudah lama terkuak. “Itu sudah lama kita tahu. Tapi kan begini. Pelakunya sekarang tetua partai yang diambil dari Tomi Suharto,” katanya.
Ia memandang, saat ini masyarakat Indonesia dicekoki gagasan pribadi wakil rakyat Indonesia. Seolah-olah dalam memilih pemimpin di Indonesia seperti beli putus.
“Yang sebenarnya membuat kita tidak mampu itu ketika sudah masuk wilayah demokrasi oligarki tadi,” pungkas Bivitri.
Jangan Beri Ampun
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko buka suara mengenai aksi hacker Bjorka yang dalam beberapa hari terakhir ramai diperbincangkan. Moeldoko lantas memberikan peringatan keras. Moeldoko sendiri telah bertemu Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian, Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) Edi Witjara, dan Phidi Soepangkat CEO PT Dekstop IP Teknologi Indonesia
Mengutip keterangan resmi KSP, Jumat (16/9), pertemuan tersebut membahas tentang kondisi keamanan siber nasional, dan upaya pengembangan cloud sistem lokal buatan anak negeri bersertifikasi BSSN. “Siapapun yang menggangu kedaulatan data Indonesia harus ditindak tegas, jangan dikasih ampun. Kedaulatan data di ruang siber adalah perpanjangan tangan dari kedaulatan negara,” tegas Moeldoko.
“Kita tidak boleh abai mengatasi ini. Kalau kita abai, kita dianggap lemah,” tegas Moeldoko,
Menurut Moeldoko, kasus kebocoran data yang terjadi saat ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi keamanan siber Indonesia, dengan memaksimalkan teknologi anak negeri dan pelibatan para talenta yang menguasai bidang tersebut.
Moeldoko memandang, kejadian pembocoran data yang dilakukan peretas dengan identitas Bjorka, menjadi sinyal nyata untuk pemerintah berbenah diri dan mengatur ulang prioritas keamanan dan perlindungan privasi. “Kita punya teknologinya, kita juga punya talenta-talenta yang ahli di bidang keamanan siber. Mari kita gerakkan sumber daya itu untuk membangun pondasi demi mewujudkan kedaulatan keamanan siber nasional,” pungasnya. (kps/jpc/sua/adz)