32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Harga Cabai Rawit Turun hingga Rp6.000 per Kilogram

Harga cabai terus mengalami penurunan. Perkembangan harga pangan hari ini, untuk cabai merah Rp45 ribu hingga Rp55 ribu per kilogramnya, dan cabai rawit turun sebesar Rp3.000 hingga Rp6.000 per kilogramnya.

“Untuk perkembangan harga pangan hari ini, cabai rawit di Sumut mengalami penurunan sebesar Rp 3.000 hingga Rp6.000 per kilogram. Di Sumut rata-ratanya saat ini dikisaran harga Rp45 ribuan per kilogram. Selebihnya masih sama”ujar Gunawan Benjamin, pengamat ekonomi Sumatera Utara, Senin (19/9).

Di sisi lain menurut Gunawan, belum lama ini Bank Dunia mengungkapkan bahwa akan terjadi resesi global pada tahun depan. Resesi tersebut muncul dikarenakan ada perlambatan yang cukup tajam di 3 negara ekonomi besar seperti AS, China dan Eropa. Selain itu banyak Bank Sentral di dunia yang menaikkan besaran bunga acuannya guna memerangi inflasi. Semakin kesini kita terus diperlihatkan dengan ancaman resesi yang kian nyata.

Realisasi positif pertumbuhan ekonomi sudah tidak relevan lagi menggambarkan kondisi ekonomi secara menyeluruh. Karena sudah digerogoti oleh tingginya inflasi. Jadi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional yang membukukan pertumbuhan dikisaran 5 persen tidak mencerminkan pemulihan daya beli. Nah apa artinya semua ini bagi masyarakat, khususnya masyarakat menengah kebawah?.

“Jadi kita jangan terpaku diangka angka saja. Seperti resesi global akan mengakibatkan kontraksi ekonomi atau memicu inflasi dalam rentang angka tertentu. Tetapi masyarakat juga perlu tahu bahwa resesi global ini bias diterjemahkan bahwa ada banyak negara di luar yang tengah berhadapan dengan ekonomi sulit seperti gaji yang tidakmengalami kenaikan, banyakpekerjaan yang hilang, kenaikanharga BBM atau enerji 10 kali lipat, yang bermuara pada penurunan kualitas hidup manusianya” terangnya.

Apa dampaknya bagi kita disini sebagai masyarakat biasa?.Resesi ini bias menular kenegara lain termasuk Indonesia. Beberapa kondisi yang telah kita rasakan di antaranya adalah kenaikan harga BBM serta kenaikan harga bahan pangan, ataubiasa dikenal dengan inflasi. Yang artinya kita juga merasakan dampak dari memburuknya ekonomi di Negara lain.

Dan ancaman resesi yang dikemukakan oleh Bank Dunia itu bukan hanya terletak pada angka angka ekonomi saja. Sejauh ini sejumlah masyarakat di Eropa terancam kedinginan karena pasokan gas yang berhenti dari Rusia. Ancaman kedinginan di tengah resesi ini tentunya membuka peluang terjadinya ancaman krisis sosial yang bias meluas. Artinya ancaman resesi yang dikemukan oleh Bank Dunia, itu bias dating lebih cepat dan bisa memburuk serta meluas kemasalah lainnya, yakni terjadinya kerusuhan atau krisis sosial.

Krisissosialitujugaakansangatmenentukankondisiekonomisuatu Negara. Meskipun pada umumnya krisis sosial terjadi karena tekanan ekonomisebelumnya. Nah ancamanresesi global ini juga ancaman buatkita disini. Kedepan yang pentingbagaimana kita bisa meminimalisirdampak dari resesi global tersebut. Memenuhi kebutuhan dasarmasyarakat seperti pangan, Listrik dan BBM, termasuk pengendalian harganyamenjadi skala prioritas agar kita selamat dari ancaman resesi.

Dan masih dalam pantauan harga, menurut Gunawan dalam Sebulan Harga Beras di Sumut naik, Jangan sampai pemicu penambahan angka keminiskinan. Berdasarkan pantauan PIHPS Sumut, dalam sebulan terakhir terjadi kenaikan harga beras dalam rentang Rp200 hingga Rp400 rupiah per Kg-nya. Mulai dari jenis beras kualitas bawah, medium hingga yang super. Meskipun sejauh ini, untuk harga beras di Kota Medan masih terpantau stabil, justru di beberapa jenis beras medium dan premium belakangan harganya sedikit turun.

Beras ini menjadi bahan makanan pokok, sangat sensitive terhadap perubahan daya beli masyarakat. Bahkan kemampuan dalam pengendalian harga beras ini menjadi kunci keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan tingkat kemiskinan masyarakat di suatu daerah. Sejauh ini indikasi kesejahteraan petanik hususnya petani tanaman pangan (padi) secara nasional indeksnya masih diatas 100.

Atau tepatnya di angka 108,82 pada Agustus 2022. Ini menunjukan bahwa daya beli petani tanaman pangan khususnya padi secara nasional masih terjaga. Akan tetapi daerah lain seperti Sumatera Utara itu nila itukar petani (NTP) tanaman pangannya ada di level 95.14, daya belinya memang mengalami tekanan. Dan bila dirinci lebih mendetail, sebenarnya indeks yang diterima oleh petani tanaman pangan di Sumut sebesar 106.66.

Hanya saja indeks harga yang dibayar petani lebih tinggi di level 112,12. Ini menunjukan bahwa pengeluaran petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ditambah biaya produksi, angkanya m asih lebih besar dibandingkan dengan harga yang diterima dari penjualan gabah atau berasnya. Jadi tantangan Sumut ada disitu.

Dalam sebulan terakhir harga di Sumut untuk beras kualitas bawah yang sebelumnya berkisar Rp 9.900 hingga Rp10.400 per Kg, saat ini menjadi Rp10.100 hingga Rp10.750 per Kilogramnya. Yang medium bergerak dikisaran angka Rp11.400 hingga Rp 11.550 sebulan lalu, saat ini dijual Rp11.700 hingga Rp11.750. Dan untuk beras kualitas super semula Rp12.300 saat ini dijual dikisaran Rp12.500 hingga Rp12.700 per Kg. Sejauh ini pantauan pasar harga beras di Sumut naik dalam rentang Rp15 ribu hingga Rp30 ribu per karungnya.

Jika harga beras naik terus nantinya angka kemiskinan bias bertambah. Tetapi kalau tidak naik, petani di Sumut yang indeksnya di bawah seratus akan terjebak dalam stagnasi yang juga bias berujung pada penurunan daya beli di bawah angka garis kemiskinan. Jadi pemulihan daya beli petani itu ada pada pengendalian harga gabah yang seharusnya bias dinaikkan di wilayah Sumut.

Ditambah lagi, kenaikan harga barang atau inflasi di pedesaan harus bias ditekan untuk mengurangi pengeluaran para petani. Jadi Sumut tengah berhadapan dengan dilemma saat ini, khususnya terkait pengendalian daya beli petani, atau justru menekan angka kemiskinan secara keseluruhan di Sumut

Untuk itu, dari sisi lainnya juga bias diambil kebijakan alternatif, yakni memberikan bantuan sosial yang tepat sasaran bagi petani padi saat harga gabah sulit dinaikkan. Dan bias juga dengan menambah bantuan social pada masyarakat miskin saat gabah terpaksa harus naik harganya. Dan masih ada beberapa scenario kebijakan lain yang bias diambil. (mag-1/han)

Harga cabai terus mengalami penurunan. Perkembangan harga pangan hari ini, untuk cabai merah Rp45 ribu hingga Rp55 ribu per kilogramnya, dan cabai rawit turun sebesar Rp3.000 hingga Rp6.000 per kilogramnya.

“Untuk perkembangan harga pangan hari ini, cabai rawit di Sumut mengalami penurunan sebesar Rp 3.000 hingga Rp6.000 per kilogram. Di Sumut rata-ratanya saat ini dikisaran harga Rp45 ribuan per kilogram. Selebihnya masih sama”ujar Gunawan Benjamin, pengamat ekonomi Sumatera Utara, Senin (19/9).

Di sisi lain menurut Gunawan, belum lama ini Bank Dunia mengungkapkan bahwa akan terjadi resesi global pada tahun depan. Resesi tersebut muncul dikarenakan ada perlambatan yang cukup tajam di 3 negara ekonomi besar seperti AS, China dan Eropa. Selain itu banyak Bank Sentral di dunia yang menaikkan besaran bunga acuannya guna memerangi inflasi. Semakin kesini kita terus diperlihatkan dengan ancaman resesi yang kian nyata.

Realisasi positif pertumbuhan ekonomi sudah tidak relevan lagi menggambarkan kondisi ekonomi secara menyeluruh. Karena sudah digerogoti oleh tingginya inflasi. Jadi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional yang membukukan pertumbuhan dikisaran 5 persen tidak mencerminkan pemulihan daya beli. Nah apa artinya semua ini bagi masyarakat, khususnya masyarakat menengah kebawah?.

“Jadi kita jangan terpaku diangka angka saja. Seperti resesi global akan mengakibatkan kontraksi ekonomi atau memicu inflasi dalam rentang angka tertentu. Tetapi masyarakat juga perlu tahu bahwa resesi global ini bias diterjemahkan bahwa ada banyak negara di luar yang tengah berhadapan dengan ekonomi sulit seperti gaji yang tidakmengalami kenaikan, banyakpekerjaan yang hilang, kenaikanharga BBM atau enerji 10 kali lipat, yang bermuara pada penurunan kualitas hidup manusianya” terangnya.

Apa dampaknya bagi kita disini sebagai masyarakat biasa?.Resesi ini bias menular kenegara lain termasuk Indonesia. Beberapa kondisi yang telah kita rasakan di antaranya adalah kenaikan harga BBM serta kenaikan harga bahan pangan, ataubiasa dikenal dengan inflasi. Yang artinya kita juga merasakan dampak dari memburuknya ekonomi di Negara lain.

Dan ancaman resesi yang dikemukakan oleh Bank Dunia itu bukan hanya terletak pada angka angka ekonomi saja. Sejauh ini sejumlah masyarakat di Eropa terancam kedinginan karena pasokan gas yang berhenti dari Rusia. Ancaman kedinginan di tengah resesi ini tentunya membuka peluang terjadinya ancaman krisis sosial yang bias meluas. Artinya ancaman resesi yang dikemukan oleh Bank Dunia, itu bias dating lebih cepat dan bisa memburuk serta meluas kemasalah lainnya, yakni terjadinya kerusuhan atau krisis sosial.

Krisissosialitujugaakansangatmenentukankondisiekonomisuatu Negara. Meskipun pada umumnya krisis sosial terjadi karena tekanan ekonomisebelumnya. Nah ancamanresesi global ini juga ancaman buatkita disini. Kedepan yang pentingbagaimana kita bisa meminimalisirdampak dari resesi global tersebut. Memenuhi kebutuhan dasarmasyarakat seperti pangan, Listrik dan BBM, termasuk pengendalian harganyamenjadi skala prioritas agar kita selamat dari ancaman resesi.

Dan masih dalam pantauan harga, menurut Gunawan dalam Sebulan Harga Beras di Sumut naik, Jangan sampai pemicu penambahan angka keminiskinan. Berdasarkan pantauan PIHPS Sumut, dalam sebulan terakhir terjadi kenaikan harga beras dalam rentang Rp200 hingga Rp400 rupiah per Kg-nya. Mulai dari jenis beras kualitas bawah, medium hingga yang super. Meskipun sejauh ini, untuk harga beras di Kota Medan masih terpantau stabil, justru di beberapa jenis beras medium dan premium belakangan harganya sedikit turun.

Beras ini menjadi bahan makanan pokok, sangat sensitive terhadap perubahan daya beli masyarakat. Bahkan kemampuan dalam pengendalian harga beras ini menjadi kunci keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan tingkat kemiskinan masyarakat di suatu daerah. Sejauh ini indikasi kesejahteraan petanik hususnya petani tanaman pangan (padi) secara nasional indeksnya masih diatas 100.

Atau tepatnya di angka 108,82 pada Agustus 2022. Ini menunjukan bahwa daya beli petani tanaman pangan khususnya padi secara nasional masih terjaga. Akan tetapi daerah lain seperti Sumatera Utara itu nila itukar petani (NTP) tanaman pangannya ada di level 95.14, daya belinya memang mengalami tekanan. Dan bila dirinci lebih mendetail, sebenarnya indeks yang diterima oleh petani tanaman pangan di Sumut sebesar 106.66.

Hanya saja indeks harga yang dibayar petani lebih tinggi di level 112,12. Ini menunjukan bahwa pengeluaran petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ditambah biaya produksi, angkanya m asih lebih besar dibandingkan dengan harga yang diterima dari penjualan gabah atau berasnya. Jadi tantangan Sumut ada disitu.

Dalam sebulan terakhir harga di Sumut untuk beras kualitas bawah yang sebelumnya berkisar Rp 9.900 hingga Rp10.400 per Kg, saat ini menjadi Rp10.100 hingga Rp10.750 per Kilogramnya. Yang medium bergerak dikisaran angka Rp11.400 hingga Rp 11.550 sebulan lalu, saat ini dijual Rp11.700 hingga Rp11.750. Dan untuk beras kualitas super semula Rp12.300 saat ini dijual dikisaran Rp12.500 hingga Rp12.700 per Kg. Sejauh ini pantauan pasar harga beras di Sumut naik dalam rentang Rp15 ribu hingga Rp30 ribu per karungnya.

Jika harga beras naik terus nantinya angka kemiskinan bias bertambah. Tetapi kalau tidak naik, petani di Sumut yang indeksnya di bawah seratus akan terjebak dalam stagnasi yang juga bias berujung pada penurunan daya beli di bawah angka garis kemiskinan. Jadi pemulihan daya beli petani itu ada pada pengendalian harga gabah yang seharusnya bias dinaikkan di wilayah Sumut.

Ditambah lagi, kenaikan harga barang atau inflasi di pedesaan harus bias ditekan untuk mengurangi pengeluaran para petani. Jadi Sumut tengah berhadapan dengan dilemma saat ini, khususnya terkait pengendalian daya beli petani, atau justru menekan angka kemiskinan secara keseluruhan di Sumut

Untuk itu, dari sisi lainnya juga bias diambil kebijakan alternatif, yakni memberikan bantuan sosial yang tepat sasaran bagi petani padi saat harga gabah sulit dinaikkan. Dan bias juga dengan menambah bantuan social pada masyarakat miskin saat gabah terpaksa harus naik harganya. Dan masih ada beberapa scenario kebijakan lain yang bias diambil. (mag-1/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/